PAGE

Minggu, 17 Maret 2013

Konsep Dasar Gerontik (KOMUNITAS 3)


BAB II
ISI

2.1 Konsep Dasar Gerontik
2.1.1 Definisi Lanjut Usia  (Lansia)
Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Menurut WHO (1989), dikatakan usia lanjut tergantung dari konteks kebutuhan yang tidak dipisah-pisahkan. Konteks kebutuhan tersebut dihubungkan secara biologis, social dan ekonomi, dan dikatakan usia lanjut dimulai paling tidak saat masa puber dan prosesnya berlangsung sampai kehidupan dewasa (Depkes RI, 1999). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), lanjut usia (lansia) adalah tahap masa tua dalam perkembangan individu dengan batas usia 60 tahun keatas.
Menurut Undang-Undang nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada bab 1 pasal 1 ayat 2, yang dimaksud lanjut usia adalah seseorang yang mencapai umur 60 tahun keatas. Dra. Ny. Jos Masdani; Nugroho, 2000 mengemukakan bahwa lansia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian pertama fase infentus antara 25 dan 40 tahun, kedua fase verilitas antara 40 dan 50, tahun ketiga fase prasenium antara 55 dan 65 dan ke empat fase senium, antara 65 hingga tutup usia.
Pengertian lansia beragam tergantung kerangka pandang individu. Orang tua yang berusia 35 tahun dapat dianggap tua bagi anaknya orang sehat aktif berusia 65 tahun mungkin menganggap usia 75 tahun sebagai permulaan lanjut usia (Brunner & Suddart, 2001). Menurut Surini & Utomo (2003), lanjut usia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang akan dijalani semua individu, ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan.
Menurut Reimer et al (1999); Stanley and Beare (2007), mendefinisikan lansia berdasarkan karakteristik social masyarakat yang menganggap bahwa orang telah tua jika menunjukkan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit dan hilangnya gigi. Dalam peran masyarakat tidak bisa lagi melaksanakan fungsi peran orang dewasa, seperti pria yang tidak lagi terikat dalam kegiatan ekonomi produktif, dan untuk wanita tidak dapat memenuhi tugas rumah tangga. Criteria simbolik seseorang dianggap tua ketika cucu pertamanya lahir. Dalam masyarakat kepulauan Pasifik, seseorang dianggap tua ketika ia berfungsi sebagai kepala dari garis keturunan keluarganya.
Glascock dan Feinman (1981); Stanley and Beare (2007), menanalisis criteria lanjut usia dari 57 negara dan menemukan bahwa criteria lansia yang paling umum adalah gabungan antara usia kronologis dengan perubahan dalam peran social, dan diikuti oleh perubahan status fungsional seseorang.
2.1.2 Batasan lanjut Usia
Lebih rinci batasan penduduk lansia dapat dilihat dari aspek-aspek biologi, ekonomi, social dan usia atau batasan usia yaitu :
a.       Aspek Biologi
Penduduk lansia ditinjau dari aspek biologi adalah penduduk yang telah menjalani proses penuaan, dalam arti menurunnya daya tahan fisik yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap serangan berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan seiring meningkatnya usia, sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta system organ. Proses penuaan berbeda dengan ‘pikun’ (senila dementia) yaitu perilaku aneh atau sifat pelupa dari seseorang diusia tua. Pikun merupakan akibat dari tidak  berfungsinya beberapa organ otak, yang dikenal dengan penyakit Alzheimer.
b.      Aspek Ekonomi
Aspek ekonomi menjelaskan bahwa penduduk lansia dipandang lebih  sebagai beban daripada potensi sumber daya bagi pembangunan. Warga tua dianggap sebagai warga yang tidak produktif dan hidupnya perlu ditopang oleh generasi yang lebih muda. Bagi penduduk lansia yang masih memasuki lapangan pekerjaan, produktivitasnya sudah menurun dan pendapatannya lebih rendah dibandingkan pekerja usia produktif. Akan tetapi, tidak semua penduduk yang termasukdalam kelompokumur lansia ini tidak memiliki kualitas dan produktivitas rendah.
c.       Aspek Sosial
Dari sudut pandang social, penduduk lansia  merupakan kelompok social tersendiri. Di Negara Barat, penduduk lansia menduduki strata social di bawah kaum muda. Di masyarakat tradisional di Asia seperti Indonesia, penduduk lansia menduduki kelas social yang tinggi yang harus dihormati oleh masyarakat yang usianya lebih muda.
d.      Aspek Umur
Dari ketiga aspek diatas, pendekatan umur atau usia adalah yang paling memungkinkan untuk mendefinisikan penduduk usia lanjut.
Batasan usia lanjut didasarkan atas Undang-undang No. 13 Tahun 1998 adalah 60 tahun. Namun, berdasarkan pendapat beberapa ahli dalam program kesehatan Usia Lanjut, Departemen Kesehatan membuat pengelompokan seperti dibawah ini :
a.       Kelompok Pertengahan Umur
Kelompok usia  dalam masa virtilitas, yaitu persiapan usia lanjut yang menampakan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun)
b.      Kelompok Usia Lanjut Dini
Kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun)
c.       Kelompok Usia Lanjut
Kelompok dalam masa senium (65 tahun keatas)
d.      Kelompok Usia Lanjut dengan Resiko Tinggi
Kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, menderita penyakit berat atau cacat.
Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lanjut usia meliputi :
a.       Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45-59 tahun
b.      Usia lanjut (elderly) adalah kelompok usia antara 60-70 tahun
c.       Usia lanjut tua (old) adalah kelompok usia antara 75-90 tahun
d.      Usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia diatas 90 tahun.
Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan menjadi usia dewasa muda (elderly adulhood) 18 atau 19-25 tahun, usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas 25-60 tahun atau 65 tahun, lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang dibagi lai dengan 70-75 tahun (young old), lebih dari 80(very old).
Menurut UU No. 4 tahun1965 pasal 1 seseorang dapat dinyatakan sebagai seseorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. UU No.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.
2.1.3 Tugas Perkembangan Lanjut Usia
            Seiring tahap kehidupan, lansia memiliki tugas perkembangan khusus. Hal ini dideskripsikan oleh Burnside (1979), Duvall (1977) dan Havighurst (1953) dikutip oleh potter dan Perry (2005). Tujuh kategori utama tugas perkembangan lansia meliputi :
1.      menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisk dan kesehatan
2.      menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan
3.      menyesuaikan terhadap kematian pasangan
4.      menerima diri sendiri sebagai individu lansia
5.      mempertahankan kepuasan pengaturan hidup
6.      mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa
7.      menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup.
Dengan mengetahui tugas perkembangannya, orang tua diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan menurunnya kesehatan secara bertahap, mencari kegiatan untuk mengganti tugas-tugas terdahulu yang menghabiskan sebagian besar waktu kala mereka masih muda. Bagi beberapa orang berusia lanjut, kewajiban untuk menghadiri rapat yang menyangkut kegiatan social sangat sulit dilakukan karena kesehatan dan pendapatan mereka menurun setelah pensiun, mereka sering mengundurkan diri dari kegiatan social. Di samping itu, sebagian besar orang berusia lanjut perlu mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan peristiwa kehilangan pasangan, perlu membangun ikatan dengan anggoa dari kelompok usia mereka untuk menghindari kesepian dan menerima kematian dengan tentram.  
2.1.4 Tipe-Tipe Lanjut Usia
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah pengalaman menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan-kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan, serta memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmaniah, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis gelap terbitlah terang, mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki, pekerjaan apa aja dilakukan.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, mental, social dan ekonolinya.
Tipe antara lain:
·         tipe optimis
·         tipe konstruktif
·         tipe ketergantungan (dependent)
·         tipe defensive
·         tipe militan dan serius
·         tipe marah atau frustasi (the angry man )
·         tipe putus asa (benci pada diri sendiri) atau  self heating man.
Penggolongan lanjut usia menurut Nugroho, 2000 dibagi dalam 2 golongan.
1.      Serat werdatama (Mangun Negoro IV)
H.I Widyapranata menuip serat Werdatama yang menyebutkan :
a. Wong sepuh
Orang tua yang sepi hawa nafsu, menguasai ilmu “dwi tunggal”, yakni mampu membedakan antara baik buruk, antara sejati dan palsu dan antara Gusti (Tuhan) dan kawulanya.
b. Tua sepah
Orang tua yang kosong, tidak tahu rasa, bicaranya muluk-muluk tanpa isi, tingkah lakunya dibuat-buat dan berlebih-lebihan serta memalukan.
2.      Serat Kalatida (Ronggo Warsito)
a.       Orang yang berbudi sentosa
Orang tua meskipun diridhoi Tuhan dengan rejeki, namun tetap berusaha terus disertai ingat dan waspada.
b.      Orang lemah
Orang tua yang putus asa, sudah tua mau apa, sebaiknya hanya menjauhkan diri dari keduniawian, supaya mendapat kasih saying Tuhan.
Tipe kepribadian lanjut usia menurut Kuntjoro  2002 sebagai berikut:
a.       tipe kepribadian konstruktif (construction personality)
b.      tipe kepribadian mandiri (independent personality)
c.       tipe kepribadian tergantung (dependent personality)
d.      tipe kepribadian bermusuhan (hostile personality)
e.       tipe kepribadian defensive
f.       tipe kepribadian kriritk diri (self hate personality).
2.2 Teori-Teori Proses Menua
Teori penuaan secara umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu teori penuaan secara biologis dan teori penuaan psikologis.


2.2.1 Teori Biologi
1. Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di laboratorium,lalu diobservasi,jumlah sel-sel yang akan membelah akan terlihat sedikit.(Spence & Masson dalam Watson,1992). Hal ini akan memberikan beberapa pengertian terhadap proses penuaan biologis dan menunjukkan bahwa pembelahan sel lebih lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan,sesuai dengan berkuangnya umur.
Pada beberapa system,seperti system saraf,system musculoskeletal dan jnatung,sel pada jaringan dan organ dalam system itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, system tersebut beresiko mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri. Ternyata sepanjang kehidupan ini, sel pada system ditubuh kita cenderung mengalami kerusakan dan akhirnya sel akan mati, dengan konsekuensi yang buruk karena system sel tidak dapat diganti.
2. Teori “Genetik Clock”
Menurut teori ini menua telah diprogam secara genetic untuk species-species tertentu. Tiap species mempunyai di dalam nuclei(inti selnya) suatu jam genetic yang diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak berbutar,jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal dunia,meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal.
Konsep genetic clock didukung oleh kenyataan bahwa ini merupakan cara menerangkan mengapa pada beberapa species terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang nyata. (misalnya manusia:116 tahun,beruang;47tahun,kucing 40 tahun,anjing 27 tahun,sapi 20 tahun). Secara teoritis dapat dimungkinkan memutar jam ini lagi meski hanya untuk beberapa waktu dengan pengaruh-pengaruh dari luar,berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit atau tindakan-tindakan tertentu.
Pengontrolan genetic umur rupanya dikontrol dalam tingkat seluler, mengenai hal ini Hayflck (1980) melakukan penelitian melalui kultur sel ini vitro yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur dengan umur spesies.
3. Sintesis Protein (kolagen dan elastin)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut.pada lansia beberapa protein (kartilago dan protein), dan elastin pada kulit dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dengan protein yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin paada kulit yang kehilangan fleksibilitanya serta menjadi lebih tebal, seiring bertambahnya usia.(Tortora & Anagnostakos,1990). Hal ini dapat lebih muda di hubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya dan cenderung berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan pada system musculoskeletal.
4. Keracunan Oksigen
   Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi,tanpa mekanisme pertahannan diri tertentu. ketidakmampuan mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat struktur membrane sel mengalami perubahan dari rigid,serta terjadi kasalahan genetic (Tortora & Anagnostakos,1990).
Membrane sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi sel dalam berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga mengontrol proses pengambilan nutrient dengan proses ekskresi zat toksik didalam tubuh. Fungsi komponen protein pada membrane sel yang sangat penting bagi proses di atas, dipengaruhi oleh rigriditas membrane tersebut. Konsekuensi dari kesalahan genetic adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak desejumah jaringan dan organ berkurang. Hal ini mengakibatkan peningkatan kerusakan system tubuh.


5. Sistem Imun.
Kemampuan system imun mengalami kemunduran pada masa penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sitem yang terdiri dari system limfatik dan khususnya sel dara putih, juga merupaka factor yang berkontribusi dalam proses penuaan.
Mutasi yang berulang atau perubahan protein paska translasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan system imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatic menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan menyebabkan system imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai se lasing fan menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun(Goldstein,1989).
Hasilnya dapat pula berupah reaksi anti gen anti bodi yang luas mengenai jaringan-jaringan beranekah ragam, efek emnua jadi akan menyebabkan reaksi histoinkomtabilitas pada banyak jaringan. Salah satu bukti yang ditemukan ialah bertambahnya prefalensi autoanti bodi bermacam-macam pada rang lanjut usia (brock lehurst,1987). Disisi lain system imun tubuh sendiri daya pertahannanya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa membela-bela. Inilah yang menyebabkan kanker yang meningkat sesuai dengan meningkatnya umur (suhana,1994).
6. Mutasi Somatik (Teori Error Catastrophe)
Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpndek umur, sebaliknya menghindari terkenanya radiasi atau tercemar zat kimia yang bersifat karsiogenik atau toksik dapat memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi DNA sel somatic akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
Mekanisme pengontrolan genetic dalam tingkat sub seluler dan molekuler yang bias disebut juga hipotesis “Error Catastrophe” menurut hipotesis tersebut menua disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang beruntun. Sepanjang kehidupan setelah berlangsung dalam waktu yang cukup lama, terjadi kesalahan dalam proses transkripsi (DNA → RNA) maupun dalam proses translasi (RNA→potein/enzim) kesalahan tersebut akan menyebabkan terbentuknya enzim yang salah. Kesalahan tersebut dapat berkembang secara eksponensial dan akan menyebabkan terjadinya reaksi metabolism yang salah, sehingga akan mengurangi fungsional sel. Apalagi jika terjadi pula kesalahan dalam proses translasi (pembuatan protein), maka terjadi kesalahan yang makin banyak, sehingga terjadilah katastrop (Constantinides, 1994 dikutip oleh Darmajo & Martono,2000).
7. Teori Menua Akibat Metabolisme
Menurut MC Kay et all (1935) yang dikutip Darmojo dan Martono (2004), pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormone yang merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormone pertumbuhan. Modifikasi cara hidup yang kurang bergerak menjadi lebih banyak bergerak mungkin dapat juga meningkatkan umur panjang. Hal ini menyerupai hewan yang hidup di alam bebas yang banyak bergerak disbanding dengan hewan laboratorium yang kurang bergerak dan banyak makan. Hewan di alam bebas lebih panjang umurnya daripada hewan laboratorium (Suhara,1994 dikutip oleh Darmojo & Martono, 2000).
8. Kerusakan Akibat Radikal Bebas
Radikal bebas (RB) dapat terbentuk di alam bebas, dan di dalam tubuh di fagosit (pecah), dan sebagai produk sampingan di dalam rantai pernafasan di dalam mitokondria. Untuk organisasi aerobic radikal  bebas terutama terbentuk pada waktu respirasi (aerob) di dalam mitokondria. Karena 90% ksigen yang ambil tubuh termasuk di dalam mitokondria. Waktu terjadi proses respirasi tersebut oksigen dilibatkan dalam mengubah bahan bakar menjadi ATP, melalui enzim →respirasi di dalam mitokondria, maka radikal bebas (RB) akan dihasilkan sebagai zat antara. RB yang terbentuk tersebut adalah: superoksida (O2), radikal hidroksi (OH), dan juga peroksida hydrogen (H2O2). RB bersifat merusak, karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam membrane sel, dan dengan gugus SH. Walaupun telah ada system penangkal, namun sebagian RB tetap lolos, bahkan makin lanjut usia makin banyak RB terbentuk sehingga proses pengrusakan terus terjadi, kerusakan organel sel semakin banyak dan akhirnya sel mati.

2.2.2 Teori Psikologis
1. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya setelah menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakn bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan social. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari usia lanjut. Mempertahankan hubungan antara system social dan individu agar tetap stabbil dari usia pertengahan ke lanjut usia (Nugroho,2000).
2. Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
            Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Identity pada lansia yang sudah mentap memudahkan dalam memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat, keluarga dan hubungan interpersonal. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimilikinya (Kuntjoro,2002).
3. Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
            Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya (Nugroho, 2000). Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi social lanjut usia menurun, baik secara kualotas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (triple loss), yakni:
a.       Kehilangan peran (losss of role)
b.      Hambatan kontak social (restriction of contacts and relationships).
c.       Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores and values).


3.1 Perubahan-Perubahan Proses Menua Yang Terjadi Pada Lanjut Usia
            Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degenaratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, social dan sexual.
3.1.1 Perubahan Fisik
1. System Indra
            Perubahan system penglihatan pada lansia erat kaitannya dengan presbiopi. Lensa kehilangan elastisitas dan kaku. Otot penyangga lensa lemah, ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang, penggunaan kacamata dan system penerangan yang baik dapat digunakan.
            System pendengaran: Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas 60 tahun.
            System Integumen: pada lensa kulit mengalami atrofi, kendur, tidak elastic kering dan berkerut. Kulitakan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atrofi glandula sebasea dan glandula sudorifera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot. Perubahan kulit lebih banyak dipengaruhi oleh factor lingkungan antara lain angin dan matahari, terutama sinar ultraviolet.
2. Sistem musculoskeletal
            Perubahan system musculoskeletal pada lansia antara lain sebagai berikut :
a.       Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai pendukung utama pada kulit,tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Perubahan pada kolagen tersebut merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan dan hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Upaya fisioterapi untuk mengurangi dampak tersebut adalah memberikan latihan untuk menjaga mobilitas.
b.      Kartilago; jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kea rah progresif, konsekuensinya kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibatnya perubahan itu sendi mengalami peradangan, kekakuan, nyeri dan keteerbatasan gerak dan terganggunya aktifitas sehari-hari.
Tulang; berkurangnya kepadatan tulang setelah diobservasi adalah bagian dari penuaan fisiologis Trabekula longitudinal menjadi tipis dan trabekula transversal terabsorpsi kembali. Dampak berkurangnya kepadatan akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Latihan fisik dapat diberikan sebagai cara untuk mencegah adanya osteoporosis.
c.       Otot; perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negative. Dampak perubahan morfologis pada otot adalah penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan penurunan kemampuan fungsional otot. Untukmencegah perubahan lebih lanjut, dapat diberikan latihan untuk mempertahankan mobilitas.
d.      Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon ligament dan fasia mengalami penurunan elastisitas. Ligament, dan jaringan particular mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibiltasnya sehinggga terjadi penurunan luas dan gerak sendi. Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan berupa bengkak, nyeri, kekakuan sendi, gangguan jalan dan aktifitas keseharian lainnya, upaya pencegahan kerusakan sendi antara lain dengan member tekhnik perlindungan sendi, antara lain dengn memberikan teknik perlindungan sendi dalam beraktifitas.
3. Sistem Kardiovaskuler dan Respirasi
            Perubahan system kardiovaskuler dan respirasi mencakup:
a.       Sistem kardiovaskuler
Massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahn pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan klasifikasi SA node dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat. Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal berkurang sehingga kapasitas paru menurun. Latihan berguna untuk meningkatkan VO2 maksimum, mengurangi tekanan darah, dan berat badan.
b.      System respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi kenaikan ruang rugi paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot,kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernafasan terganggu dan kemampuan pergerakan thorak berkurang. Umur tidak berhubungan dengan perubahan otot diafragma, apabila terjadi perubahan otot diafragma, maka otot thoraks menjadi tidak seimbang dan menyebabkan terjadinya distorsi dinding thoraks selama respirasi berlangsung.
System kardiovaskuler mengalami perubahan seperti arteri yang kehilangan elastisitasnya. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan nadi dan tekanan sistolik darah. Perubahan tekanan darah yang fisiologis mungkin benar-benar merupakan tanda penuaan yang normal. Di dalam system pernapasan, terjadi pendistribusian ulang kalsium pada tulang iga yang kehilangan banyak kalsium dan sebaliknya, tulang rawan kosta berlimpah kalsium. Hal ini berhubungan dengan perubahan postural yang menyebabkan penurunan efisiensi ventilasi paru. Berdasarkan alasan ini, lansia mengalami salah satu hal terburuk yang dapat ia lakukan yaitu istirahat di tempat tidur dalam waktu  yang lama. Perubahan dalam system pernafasan membuat lansia lebih rentan terhadap komplikasi pernapasan akibat istirahat total, seperti infeksi pernapasan akibat penurunan ventilasi paru.
4. Pencernaan dan Metabolisme
            Perubahan yang terjadi pada system pencernaan, seperti penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata. Kehilangan gigi; penyebab utama adalah Periodental disease yang bisa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk. Indera pengecap menurun; adanya iritasi yang kronis, dari selaput lender, atropi indera pengecap (80%), hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap di lidah terutama rasa tentang rasa asin, asam dan pahit. Pada lambung rasa lapar berkurang (sensitifitas lapar menurun), asam lambung menurun, waktu mengosongkan menurun. Peristaltic lemah dan biasanya timbul konstipasi. Fungsi absorbsi melemah (daya absorpsi terganggu). Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah. Kondisi ini secara nrmal, tidak ada konsekuensi yang nyata, tetapi menimbulkan efek yang merugikan ketika diobati. Pada usia lanjut, obat-obatan dimetabolisme dalam jumlah yang sedikit. Pada lansia perlu diketahui terjadinya peningkatan efek samping, overdosis, dan reaksi yang merugikan dari obat. Oleh karena itu, meski tidak seperti biasanya, dosis obat yang diberikan pada lansia lebih sedikit dari dewasa.
5. System Perkemihan
            Berbeda dengan system pencernaan, pada system perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi dan reabsorpsi oleh ginjal. Hal ini akan memberikan efek dalam pemberian obat pada lansia. Mereka kehilangan kemampuan untuk mengekskresi obat atau produk metabolism obat. Pola berkemih tidak normal, seperti banyak berkemih di malam hari, sehingga menharuskan mereka pergi ke toilet sepanjang malam. Hal ini menunjukkan bahwa inkontinensia urin meningkat (Ebersole and Hess,2001).
6. System Saraf
System susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensori dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif, hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia, perubahan tersebut mengakibatkan penuruna fungsi kognitif. Koordinasi keseimbangan serta latihan untuk menjaga mobilitas dan postur (Surini & Utomo,2003).
7. System Reproduksi
            Perubahan system reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atrofi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatosa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur. Dorongan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia. Selaput lender vagina menurun, permukaan menjadi halus, skresi menjadi berkurang dan reaksi sifatnya menjadi alkali (Watson,2003).
3.1.2 Perubahan Kognitif
1)      Memory ( Daya ingat, ingatan )
            Daya ingat adalah kemampuan untuk menerima, mencamkan, menyimpan dan menghadirkan kembali rangsangan/peristiwa yang pernah dialami seseorang. Pada lanjut usia, daya ingat (memory) merupakan salah satu fungsi kognitif yang seringkali paling awal mengalami mengalami penurunan. Ingatan jangka panjang (Long term memory) kurang mengalami perubahan, sedangkan ingatan jangka pendek (Short term memory) atau seketika 0-10 menit memburuk. Lansia akan kesulitan dalam mengungkapkan kembali cerita atau kejadian yang tidak begitu menarik perhatianya dan informasi baru seperti TV dan Film. Keadaan ini sering menimbulkan salah paham dalam keluarga. Oleh sebab itu dalam proses pelayanan terhadap lanjut usia, sangat perlu di buatkan tanda-tanda atau rambu-rambu bak berupa tulisan, atau gambar untuk membantu daya ingat mereka, Misalnya dengan tulisan JUM’AT, TANGGAL 26 APRIL 2009 dan sebagainya, ditempatkan paa tempat yang strategis yang mudah di baca/dilihat.

2)      IQ (Intelegent Quocient)
            Lansia tidak mengalami perubahan dengan informasi matematika (analistis, linier, sekuensial) dan perkataan verbal. Tetapi persepsi dan daya membayangkan (fantasi) menurun. Walaupun mengalami kontroversi, tes intelegensia kurang memperlihatkan adanya penurunan kecerdasan pada lansia (Cockburn & Smith, 1991dikutip oleh Lumbantobing, 2006). Hal ini terutama dalam bidang vokabular (kosakata0, keterampilan praktis, dan pengetahuan umum. Fungsi intelektual yang stabil ini disebut sebagai crystallized intelligent. Sedangkan fungsi intelektual yang mengalami kemunduran adalah fluid intelligent seperti mengingat daftar, memori bentuk geometry, kecepatan menemukan kata, menyelesaikan masalah, kecepatan berespon, dan perhatian yang teralih (Wonder & Donovan, 1984; Kusumoputro & Sidiarto,2006)


                        Tabel 2.1  Perubahan Kemampuan Kognitif Pada Penuaan
Kemampuan kognitif
Perubahan
1.      Pemecahan masalah

2.      Memori
·   Sensori
·   Memory pendek
·   Memory panjang
·   Memory jangka panjang kemampuan           psikomotor


3.      Proses Informasi
4.      Kemampuan verbal
5.      Alasan Abstrak
·         Terjadi penurunan sampai akhir usia 60-an
·         Banyak perubahan dapat ditanggulangi dengan bimbingan dan latihan
·         Sedikit mengalami penurunan
·         Tidak ada perubahan
·         Beberapa menurun, penurunan terutama pada proses enco-ding

·         Penurunan di mulai pada awal usia 50-an
·         Tidak mampu di ubah dengan intervensi


·         Penurunan dimulai pada awal usai 50-an
·         Tidak mampu di ubah dengan intervensi
·         Menurun sebelum usia 80 tahun

·         Mungkin terjadi penurunan

Kecepatan proses di pusat saraf menurun sesuai pertambahan usia. Perubahan itu dialami hampir semua orang yang mencapai usia 70-an tahun. Namun, ada juga penyimpangan, beberapa orang yang berusia 70 tahun melaksanakan hal itu dengan lebih baik dibandingkan orang berusia 20 tahun. Kemunduran intelektual sebelum usia 50 tahun adalah abnormal dan patologis. Pada usia 65-75 tahun didapati kemunduran pada beberapa kemampuan dengan variasi perbedaan individu yang luas. Dia atas usia 80 tahun didapati kemunduran kemampuan yang cukup banyak. Banyakkemapuan yang baru mulai menurun pada usia 80 tahun.
3)      Kemampuan Belajar (Learning)
Menurut Brocklehurst dan Allen (1987); Darmojo & Martono (2004), lanjut usia yang sehat dan tidak mengalami demensia masih memiliki kemampuan belajar yang baik, bahkan di Negara industri maju didirikan University of the Bird age. Hal ini sesuai dengan prinsip belajar seumur hidup (life-longlearning), bahwa manusia itu memiliki kemampuan untuk belajar sejak dilahirkan sampai akhir hayat. Oleh karena itu, sudah seyogyanya jika mereka tetap diberikan kesempatan untuk mengembangkanya wawasan berdasarkan pengalaman (learning by experience). Implikasi prakstis dalam pelayanan kesehatan jiwa (mental health) lanjut usia baik yang bersifat promotif-preventif, kuratif dan rehabilitative adalah untuk memberikan kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar yang sudah disesuaikan dengan kondisi masing-masing lanjut usia yang dilayani.
4)      Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
            Kemampuan pemahaman atau maenangkap pengertian pada lansia mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi dan fungsi pendengaranya lansia yang mengalami penurunan. Dalam pelayanan terhadaplanjut usia agar tidak timbul salah paham sebaiknya dalam berkomunikasi dilakukankontak mata (saling memandang). Dengan kontak mata, mereka akan dapat membaca bibir lawan bicaranya, sehingga penurunan pendengaranya dapat diatasi dan dapat lebih mudah memahami maksud orang lain. Sikap yang hangat dalam berkomunikasi akan menimbulkan rasa aman dan diterima, sehingga mereka akan lebih tenang, lebih senang dan merasa dihormati.
5)   Pemecahan Masalah (Problem Solving)
            Pada lanjut usia masalah-masalah yang dihadapi tentu semakin banyak. Banyak hal yang dahulunya dengan mudah dapat dipecahkan menjadi terhambat karena terjadi penurunan fungsi indra pada lanut usia. Hambatan yang lain dapat berasal dari penurunan daya ingat, pemahaman dan lain-lain,yang berakibat bahwa pemecahan masalah menjadi lebih lama. Dalam menyikapi hal ini maka dalam pendekatan pelayanan kesehatan jiwa lanjut usia perlu diperhatikan ratio petugas kesehatan dan pasien lanjut usia.
6)      Pengambilan Keputusan (Decission Making)
            Pengambilan keputusan dalam proses pemecahan masalah. Pengambilan keputusan pada umumnya berdasarkan data yang terkumpul, kemudiandianalisa, dipertimbangkan dan dipilih alternative yang dinilai positif (menguntungkan), kemudian baru diambil suatu keputusan. Pengambilan keputusan pada lanjut usia lambat atau seolah-olah terjadi penundaan. Oleh sebab itu, mereka membutuhkan petugas atau pendamping yang dengan sabar sering mengingatkan mereka. Keputusan yang diambil tanpa dibicarakan dengan mereka, akan menimbulkan kekecewaan dan mungkin dapat memperburuk kondisinya.Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan, kaum tua tetap dalam posisi yang dihormati (Ebersole and Hess,2001).
7)      Kebijaksanaan (Wisdom)
            Bijaksana (wisdom) adalah aspek kepribadian (personality) dan kombinasi dari aspek kognitif. Kebijaksaaan menggambarkan sikap individu yang mampu mempertimbangkan antara baik buruk serta untung ruginya sehingga dapat bertindak secara adil atau bijaksana. Menurut Kuntjoro (2002), pada lansia semakin bijaksana dalam menghadapi suatu permasalahan . Kebijaksanaan sangat tergantung dari tingkat kemtangan kepribadian  seseorang dan pengalaman hidupyang dijalani. Atas dasar hal tersebut, dalam melayani lanjut usia harus dengan penuh bijaksana sehingga kebijaksanaan yang ada pada masing-masing individuyang dilayani tetap terpelihara.
8)      Kinerja (Performance)
            Pada lanjut usia memang akan terlihat penururnan kinerja baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Perubahan performance yang membutuhkan kecepatan dan waktu mengalami penurunan (Lumbantobing2006). Penurunan itu bersifat wajar sesuai perubahan organ-organ biologis ataupun perubahan yang sifatnya patologis. Dalam pelayanan kesehatan jiwa lanjut usia, mereka perlu diberikan latihan-latihan keterampilan untuk tetap mempertahankan kinerja.
Menurut Stanley dan Beare (2007),hasil pemeriksaan psikometri fungsi kognitif pada lansia menunjukan keadaan berikut :
a.                   Adanya korelasi yang kuat antara tingkat kinerja intelektual tingkat survival lansia.
b.                  Fungsi kognitif sediikit atau tidak ada penurunan sampai usia lanjut
c.                   Penyakit dan proses penuaan patologis mengurangi fungsi kognitif. Kemampuan intelektual dan harapan hidup mewujudkan
d.                  Dengan bertambahnya suatu usia, di dapatkan penurunan berlanjut dalam kecepatan belajar, memproses informasi baru, dan bereaksi terhadap stimulus sederhana atau kompleks.
9)      Motivasi
            Motivasi adalah fenomena kejiwaan yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku demi mencapai sesuatu yang diinginkan atau yang dituntut oleh lingkunganya. Motivasi dapat bersumber dari fungsi kognitif dan fungsi afektif. Motif Kognitif lebih menekan pada kebutuhan manusaia akan informasi dan untuk mencapai tujuan tertentu. Motif ini mendorong manusia untuk belajar dan ingin mengetahui. Motif Afektif lebih menekan aspek perasaadan kebutuhan individu untuk mencapai tingkat emosional tertentu. Motif ini akan medorong manusia untuk mencari dan mencapai kesenangan dan kepuasaan  fisik, psikis dan social dalam kehidupanyadan individu akan menghayatinya secara subyektif. Pada lanjut usia.  Motivasi baik konigtif maupun afektif untuk mencapai/memperoleh dukungan kekuatan fisik maupun psikologis , sehingga hal-hal diinginkan banyak berhenti di tengah jalan.
            Faktor yang akan mempengaruhi perubahan kognitif meliputi perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan , keturunan dan lingkungan (Nugroho, 2000).
3.1.3 Perubahan Spiritual
            Agama atau kepercayaan lansia makin berintegrasi dalam kehidupanya (Maslow, 1976; Stuart dan Sundeen, 1998). Lansia makin teratur dalam kehidupan keagamaanya . Hal ini dapat dilihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari (Murra dan Zentner, dikutip Nugroho, 2000). Spiritualitas pada lansia bersifat universal, intrinsik dan merupakan proses individual yang berkembang sepanjang rentang kehidupan. Karena aliran siklus kehilanganterdapat pada kehidupan lansia, keseimbangan hidup tersebut dipertahankan sebagian oleh efek positip harapan dan kehilangan tersebut , Lansia yang telah mempelajari cara menghadapi perubahan hidup melalui mekanisme keimanan akhirnya spiritual atau religious untuk bersiap menghadapi krisis kehilangan dalam hidup sampai kematian.
            Satu hal pada lansia yang diketahui sedikit berbeda dari orang yang lebih muda yaitu sikap mereka terhadap kematian. Hal ini menunjukan bahwa lansia cenderung tidak terlalu takut terhadap konsep dan realitas kematian.Pada tahap perkembangan usia lanjut merasakan atau sadar akan kematian (Sense of Awarenenss of Mortality).
         3.1.4 Perubahan Psikososial
            Perubahan psikososial yang dialaminya oleh lansia antara lain:
1)   Pensiun
            Pensiun sering dikatakan secara salah dengan kepasifan atau pengasingan. Dalam kenyataanya pension adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi dan perubahan peran yang menyebabkan stress psikososisal. Usia wajib pension bervariasi contohnya Pegaeai Negeri Sipil , mungkin pada usia 65 tahun , sedangkan pegawai federal tidak dipensiunkan  sampai usia 70 tahun. Pada industry swasta hak pensiun biasanya antara usia 62 tahun dan 70 tahun, dan juga mungkin pensiun pada usia 55 tahun (Potter dan Perry, 2004).
            Nilai seseorang sering di ukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan dengan peran dalam pekerajaan. Hilangnya kontak social dari area pekerjaan membuat seseorang lansia pensiunan merasakan kekosongan, orang tersebut secara tiba-tiba dapat merasakan begitu banyak waktu luang ada di rumah disertai dengan sedikitnya hal-hal yang dapat dijalani. Meskipun bahwa pekerjaan yang alas an kesehatan, masalah-masalah yang berputar di sekitar pensiun berkaitan erat dengan atas jabatan dan keadaan keuangan (Gallo,1998).
            Menurut Budi Darmojo dan Martono (2004), bila seseorang pensiun (purna tugas), ia kehilangan-kehilangan antara lain:
a.      Kehilangan Financial (besar penghasilan semula)
Pada umumnya, di manapun, pemasukan uang pada seseorang yang pensiun akan menurun, kecuali pada orang yang sangat kaya  dengan tabungan yang melimpah.
b.    Kehilangan Status
Terutama ini terjadi bila sebelumnya orang tersebut mempunyai jabatan dan posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan fasilitasnya.
c.     Kehilangan Teman atau kenalan  
Mereka akan jarang sekali bertemu dan berkomunikasi dengan teman sejawat yang sebelumnya setiap hari dijumpainya, hubungan sosialnya pun akan hilang atau berkurang.
d.       Kehilangan Kegiatan atau Pekerjaan
        Kehilangan kegiatan atau pekerjaan yang teratur dilakukan setiap hari, ini berarti bahwa rutinitas yang bertahun tahun telah dikerjakan akan hilang.

              Meskipun tujuan ideal pensiun agar pada lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataanya sering dirasakan sebaliknya , karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan , jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri, Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung kepribadianya. Dalam kenyataan ada yang dapat menerima, ada yang takut kehilangan , ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua , tetapi ada juga yang terpaksa menerima (pasrah) terhadap pensiun. Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negative. Dampak positif lebih menentramkan diri lansia dan dampak negative akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia (Kuntjoro,2002).
2)      Perubahan Aspek Kepribadian
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengetahuan dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak tindakan, koordinasi , yang berakibat lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia mengalami perubahan Menurut Kuntjoro (2002), kepribadian konsruktif (construction personality), mandiri ( independent personality), tergantung (dependent personality), bermusuhan (hostile personality), tipe kepribadian  tipe kepribadian kritik diri ( self hate personality).
3)      Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, pengelihatan , gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan atau bahkan kecacatan pada lansia misalnya badanya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang pengelihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan . Karena jika keterasingan perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil (Stanley dan Beare, 2007).
4)      Perubahan Minat
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang,. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir kebutuhan terhadap kegiatan rereasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri lansia untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukam latihan fisik seacara benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisikanya .
Berkaitan dengan perubahan , kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukan apakah memuaskan atau tidak memuaskan , hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan yang diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonomi atau pendapatan dan peran social (Goldstein, 1992).
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuain. Ciri-ciri penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979) di kutip oleh Muhandar (1994) adalah:
1)      Minat terhadap kejadian di lingkungan
2)      Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3)      Selalu mengingat kembali masa lalu
4)      Selalu khawatir karena pengangguran
5)      Kurang ada motivasi
6)      Rasa kesendiriran karena hubungan dengan keluarga kurang bai
7)      Tempat tinggal yang  tidak diinginkan
Dilain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah minat yang kuat, ketidak ketergantungan secara ekonomi, kontak luas, menikmati masa kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilakukan saat ini dan memiliki kekhawatiran minimal terhadap diri dan orang lain.
3.1.5 Penurunan Fungsi dan Potensi seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia seringkali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung , metabolism ( missal diabetes mellitus) , vaginatis, dan baru selesai operasi prostatektomi. Pada wanita mungkin ada kaitanya dengan masa menopause , yang berarti funsi seksual mengalami penurunan karena sudah tidak produktif walaupun sebenarnya tidak harus begitu, karena kebutuhan biologis selama orang masih sehat dan masih memerlukan tidak salahnya bisa jalankan terus secara wajar dan teratur tanpa mengganggu kesehatanya.
Menurut Kuntjoro (2002), factor psikologis yang menyertai lansia berkaitan dengan , seksualitas , antara lain seperti rasa tabu atau malu bila mempertahankan keidupan seksual pada lansia . Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya . Adanya kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupanya, pasangan hidup telah meninggal, dan disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa misalnya cemas , depresi pikun dan lainya yang mengakibatkan fungsi dan potensi seksual pada lansia mengalami perubahan.


4.1 Program Nasional untuk Kesehatan Lansia di Indonesia
Secara umum pelayanan kesehatan pada lansia dapat dibagi menjadi 2, yakni :
a.       Pelayanan kesehatan lansia berbasis rumah sakit (Hospital Based Geriatric Service).
b.      Pelayanan kesehatan lansia di masyarakat (Community Based Geriatric Service). Jenis pelayanan ini menjadi tantangan bagi kesehatan masyarakat di Indonesia, dan yang akan lebih memerlukan perhatian bagi para akademisi dan praktisi kesehatan masyarakat di Indonesia.
Pada upaya pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, semua upaya kesehatan yang berhubungan dan dilaksanakan oleh masyarakat harus diupayakan berperan serta dalam menangani kesehatan para lansia. Puskesmas dan dokter praktik swasta merupakan tulang punggung pelayanan di tingkat ini. Puskesmas berperan dalam membentuk kelompok atau klub lansia. Di dalam dan melalui klub lansia ini pelayanan kesehatan dapat lebih mudah dilaksanakan baik usaha promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Pelayanan kesehatan di kelompok lansia meliputi pemeriksaan kesehatan fisik, mental dan emosional. Adapun pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada lansia antara lain :
1.        Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan atau minum, berjalan, mandi, berpakaian dan lain-lain.
2.        Pemeriksaan status mental.
3.        Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat dalam grafik indeks massa tubuh.
4.        Pengukuran tekanan darah.
5.        Pemeriksaan laboratorium sederhana (hemoglobin) pemeriksaan gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit diabetes melitus, dan pemeriksaan protein dalam air seni sebagai deteksi awal penyakit ginjal.
6.        Pelaksanaan rujukan ke puskesmas bila diperlukan.
7.        Penyuluhan, bisa dilakukan di dalam atau di luar kelompok dalam rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan sesuai dengan masalah kesehatan yang di hadapi oleh individu atau kelompok lansia.
8.        Dokter praktik swasta terutama menangani para lansia yang memerlukan tindakan kuratif incidental. Seperti telah ditemukan di atas, semua pelayanan kesehatan harus diintegrasikan dengan layanan kesejahteraan yang lain dari dinas social, agama, pendidikan, kebudayaan dan lain-lain.
Selain pelayanan di atas, bagi lansia juga diperluakan kualitas pelayanan yang baik, intensitas perawatan yang tinggi, maupun pengkajian komprehensif yang meliputi pengkajian terhadap status fisik, mental-psikologis, social, nutrisi, lingkungan. Semua hal tersebut harus dilakukan oleh sebuah tim multidisipliner. Pelayanan semacam itu kemudian disebut juga oleh pelayanan geriatric terpadu.
Pelayanan kesehatan geriatric terpadu bagi lansia berdasrkan fasilitas yang dimilikinya untuk pasien geriatric dikategorikan sebagai berikut :
1.      Pelayanan sederhana (hanya memiliki fasilitas poliklinik).
Jenis kegiatan yang dapat dilakukan berupa pengkajian, konsultasi, pemeriksaan, penyuluhan dan supervise ke puskesmas. Bentuk fasilitas pelayanannya berupa poliklinik, sedangkan sumber daya manusia yang diperlukan adalah internist-geriatrist, perawat geriatric, ahli gizi dan pekerja sosio-medik.
2.      Pelayanan sedang (memiliki fasiliatas poliklinik dan klinik siang).
Pelayanan sedang merupakan gabungan antara layanan tingkat sederhana yang ditambah terapi fisik, terapi okupasi, terapi bicara, rekreasi dan pemeriksaan maupun perawatan gigi-mulut sederhana. Adapun bentuk fasilitas pelayanannya berupa poliklinik dan ‘Day Hospital’. Dengan demikian sumber daya manusia yang diperlukan disesuaikan dengan jenis pelayanan tersebut.
3.      Pelayanan lengkap (memiliki fasilitas poliklinik, klinik siang, ruang rawat akut dan kronik).
Pada tingkat ini, jenis pelayanan maupun SDM relative sama dengan tipe sedang namun telah memiliki ruang rawat akut.
4.      Pelayanan paripurna (pelayanan lengkap ditambah fasilitas panti werdha).
Pada tingkat paripurna, selain semua jenis pelayanan yang terdapat di tingkat lengkap ditambah dengan ruang rawat kronik atau panti werdha.
Dewasa ini, Departemen Kesehatan RI mempunyai tiga program kesehatan bagi lansia berupa Puskesmas Santun Usia Lanjut, Pembinaan Kelompok Usia Lanjut, dan Posyandu Usia Lanjut (Pedoman Puskesmas Santun Usia Lanjut, Depkes RI, 2005).
1.      Puskesmas Santun Usia Lanjut
Puskesmas Santun Lansia merupaka bentuk pendekatan pelayanan proaktif bagi usia lanjut untuk mendukung peningkatan kualitas hidup dan kemandirian usia lanjut, yang mengutamakan aspek promotif dan preventif, di samping aspek kuratif dan rehabilitatif. Puskesmas Santun Lansia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Pelayanan yang baik berkualitas dan sopan.
b.      Memberikan kemudahan dalam pelayanan kepada usia lanjut.
c.       Memberikan kerinagnan atau penghapusan biaya pelayanan kesehatan bagi usia lanjut dari keluarga miskin atau tidak mampu.
d.      Memberikan dukungan atau bimbingan pada usia lanjut dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya agar tetap sehat dan mandiri.
e.       Melakukan pelayanan secara proaktif untuk dapat menjangkau sebanyak mungkin sasaran usia lanjut yang ada di wilayah kerja puskesmas.
f.       Melakukan kerja sama dengan lintas program dan lintas program terkait di tingkat kecamatan dengan asas kemitraan, untuk bersama-sama melakukan pembinaan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup usia lanjut.
2.      Pembinaan Kelompok Usia Lanjut
Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut melalui Puskesmas dapat dilakukan terhadap sasaran usia lanjut yang dikelompokan sebagai berikut :
a.       Sasaran langsung
1)      Pra-usia lanjut 45-59 tahun.
2)      Usia lanjut 60-69 tahun.
3)      Usia lanjut resiko tinggi, yaitu usia lebih dari 70 tahun atau usia lanjut berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
b.      Sasaran tidak langsung
1)      Keluarga dimana usia lanjut berada.
2)      Masyrakat di lingkungan usia lanjut berada.
3)      Organisasi social yang bergerak dalam pembinaan kesehatan usia lanjut.
4)      Masyarakat luas.
c.       Kegiatan-kegiatan pembinaan kesehatan usia lanjut yang dilakukan melalui Puskesmas adalah :
1)      Pendataan sasaran usia lanjut
Kegiatan ini dilakukan paling tidak 2 kali setahun yang lebih efektif bila dilakukan bekerja sama dengan petugas desa atau kelurahan setempat dan dibantu oleh kader dasawisma.
2)      Penyuluhan kesehatan usia lanjut, pembinaan kebugaran melalui senam usia lanjut maupun rekreasi bersama.
3)      Deteksi dini keadaan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala yang dilakukan setiap bulan melalui Kelompok Usia Lanjut (Posyandu/Posbindu/Karang Lansia dan lain-lain) atau di Puskesmas dengan instrument KMS Usia Lanjut sebagai alat pencatat yang merupakan teknologi tepat guna.
4)      Pengobatan penyakit yang ditemukan pada sasaran usia lanjut sampai kepada upaya rujukan ke rumah sakit bila diperluakan.
5)      Upaya rehabilitatif (pemulihan) berupa upaya medic, psikososial dan edukatif yang dimaksudkan untuk mengembalikan semaksimal mungkin kemampuan fungsional dan kemandirian usia lanjut.
6)      Melakukan/memantapkan kerjasama dengan lintas sector terkait melalui asas kemitraan dengan melakuakn pembinaan terpadu pada kegiatan yang dilaksanakan di Kelompok Usia Lanjut atau kegiatan lainnya.
7)      Melakukan fasilitasi dan bimbingan dalam rangka meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat dalam pembinaan kesehatan usia lanjut antara lain dengan pengembangan Kelompok Usia Lanjut, dan Dana Sehat.
8)      Melaksanakan pembinaan kesehatan usia lanjut secara optimal dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi secara berkala. Upaya ini dapat dilakukan melalui pelaksanaan Lokakarya Mini di Puskesmas secara berkala untuk menentukan strategi, target dan langkah-langkah selanjutnya dalam pembinaan kesehatan usia lanjut.   
3.      Posyandu Lansia
Posyandu lansia merupakan wahana pelayanan bagi kaum usia lanjut, yang dilakukan dari, oleh, dan untuk kaum usia lanjutyang menitikberatkan pada pelayanan promotif dan preventif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitative. Kegiatannya adalah pemeriksaan kesehatan secara berkala, peningkatan olahraga, pengembangan keterampilan, bimbingan pengalaman agama dan pengelolaan dan sehat.
Selain program dari Departemen Kesehatan, pemerintah juga mempunyai program dari Departemen Sosial yaitu rencana aksi nasional kesejahteraan lansia yang terdiri dari lima program pokok penduduk lansia yaitu :
1.      Kesejahteraan social dan jaminan social
Bertujuan untuk meningkatkan kualitas penghidupan dan kehidupan para lanjut usia dengan memelihara dan meningkatkan taraf kesejahteraan social mereka serta melembagakan usaha kesejahteraan social bagi para lanjut usia. Selain itu, program ini juga bertujuan untuk memelihara, memberi perlindungan, dan meningkatkan taraf kesejahteraan para lanjut usia. Berbagai kegiatan kesejahteraan social bagi lanjut usia antara lain :
a)      Peningkatan jumlah dan mutu pensiun.
b)      Peningkatan penyuluhan dan bimbingan usaha kesejahteraan social bagi para lanjut usia.
c)      Peningkatan panti petirahan dan panti rehabilitasi social bagi lanjut usia.
d)     Peningkatan pengembangan pelayaan kesejahteraan social bagi para lansia yang berbasis masyarakat.
e)      Penyediaan bantuan social bagi lansia terlantar.
f)       Pembinaan dan pengaturan peran serta para relawan lansia dalam kegiatan kesejahteraan social.
g)      Penyelenggaraan akomodasi hostel type bagi lanjut usia.
h)      Pengembangan system jaminan social hari tua.
i)        Pengembangan asuransi kesejahteraan social bagi usia lanjut.
j)        Pengembangan system asuransi tenaga kerja usia lanjut.
k)      Perlindungan kesejahteraan social bagi lanjut usia dari penganiayaan dan perlakuan salah dan atau korban kekerasan/kejahatan.
2.      Peningkatan sistem pelayanan kesehatan
Bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan para lanjut usia dengan menanamkan pola hidup sehat. Program pokok kesehatan bagi lanjut usia diprioritaskan pada upaya pencegahan penyakit (preventive) dan peningkatan kesehatan (promotive) tanpa mengabaikan upaya pengobatan (curative) dan upaya penyembuhan (rehabilitative). Pelayanan kesehatan bagi para lanjut usia yang tergolong miskin dan tidak mampu diupayakan untuk dapat diberikan secara subsidi melalui prosedur yang berlaku.
a)      Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kesehatan lanjut usia.
b)      Pengembangan program pemberian makanan tambahan (gizi) bagi lanjut usia.
c)      Peningkatan mutu perawatan kesehatan bagi lanjut usia dalam keluarga.
d)     Peningkatan peran serta masyarakat dalam upaya kesehatan lanjut usia.
e)      Pengembangan lembaga hospitium terutama untuk perawatan lanjut usia yang menderita penyakit kronik yang berprognosis buruk dan atau menderita penyakit terminal.
f)       Pengembangan upaya kesehatan reproduksi lanjut usia di sarana pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan rujukan.
g)      Pengembangan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) sebagai basis utama pendanaan untuk pemeliharaan kesehatan lanjut usia.
3.      Penguatan dukungan keluarga dan masyarakat, bertujuan untuk
a)      Menggalakan, membina dan meningkatkan peran keluarga untuk semakin membudayakan dan melembagakan kegiatan sehari-hari anggota keluarga dalam memberikan pelayanan, pembinaan kualitas dan peningkatan kesejahteraan kepada anggota keluarga yang berusia lanjut.
b)      Menggalakan, membina dan meningkatkan peran serta masyarakat, organisasi social, LSM dan sector swasta dalam kegiatan pelayanan bagi lanjut usia di berbagai bidang.
c)      Memelihara, memperkuat dan memasyarakatkan nilai-nilai budaya bangsa yang menghormati, menghargai dan memberikan perhatian terhadap para lanjut usia dalam kehidupan sehari-hari.
d)     Memberdayakan lansia untuk tetap berperan sebagai panutan dan teladan dalam memelihara dan meneruskan nilai dan norma pada anak cucunya.
4.      Peningkatan kualitas hidup lansia bertujuan untuk
a)      Memberikan kesempatan bagi para lanjut usia yang potensial untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya, baik untuk berkarya lebih lanjut ataupun untuk pengembangan hobi mereka melalui lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan formal maupun non formal.
b)      Memberikan kesempatan dengan memberdayakan para lanjut usia yang potensial dan produktif untuk berkarya sesuai dengan kemampuan, pengetahuan, dan pengalamannya.
c)      Meningkatkan dan memantapkan iman dan ketakwaan para lansia sesuai agamanya atau kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta memandu pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.
5.      Peningkatan sarana dan fasilitas khusus bagi lansia
Program ini bertujuan untuk mewujudkan apa yang dikehendaki oleh undang-undang dasar dan sebagai pernyataan rasa hormat dan penghargaan kepada para lanjut usia dengan memberiakan kemudahan khusus bagi para lanjut usia untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari maupun dalam melaksanakan kerja dan melakukan perjalanan. Beberapa kegiatan dalam program pokok ini antara lain :
a)      Pemberian keringanan biaya pelayanan kesehatan.
b)      Pelayanan sarana transportasi bagi lanjut usia.
c)      Penyediaan sarana rekreasi dan olahraga bagi para lanjut usia.
d)     Pemberian kemudahan pariwisata bagi lanjut usia.
e)      Pemberian KTP seumur hidup.
f)       Pelayanan konsultasi kesehatan reproduksi bagi lansia.
Strategi-strategi dan program-program pokok untuk meningkatkan kesejahtraan lansia ini dimaksudkan agar para lansia di masa depan dapat hidup dengan sehat, produktif, mandiri, dan sejahtera lahir dan batin. Implementasi dari strategi-strategi dan program-program tersebut sangat diperlukan. Dengan demikian, ketergantungan lansia pada penduduk usia produktif dapat diminimalkan.
Upaya pemantapan pelayanan kesehatan bagi lansia perlu mendapatkan perhatian yang serius dan menjadi bagian dari strategi dalam peningkatan kesejahteraan lansia melalui upaya promotif dan preventif atau yang disebut sebagai paradigma sehat. Paradigma sehat adalah wawasan pembangunan yang berorientasi pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan dengan lebih menekankan kepada upaya preventif, promotif tanpa mengabaikan penduduk yang sakit. Untuk itu diperlukan beberapa hal, yaitu :
a)      Publikasi atau kampanye bentuk-bentuk pelayanan kesehatan lansia.
b)      Pemaksimalan peran institusi kesehatan seperti posyandu, pustu, puskesmas, dan pusat-pusat pelayanan kesehatan lainnya untuk kepentingan lansia.
c)      Peningkatan profesionalitas sumberdaya manusia (SDM) di bidang kesehatan lansia.
d)     Penyediaan obat-obatan dan perawatan kesehatan yang efektif dan terjangkau oleh lansia termasuk di dalamnya cara-cara alternative lewat pengobatan tradisional dan sebagainya.
Mengingat fisik lansia yang lemah sehingga mereka tidak dapat leluasa menggunakan berbagai sarana dan prasarana maka upaya pemantapan pelayanan kesehatan lainnya adalah penyediaan sarana dan fasilitas khusus bagi lansia. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan lansia melakukan aktivitasnya dan sebagai bentuk penghormatan kepada generasi tua yang telah banyak berkorban ketika masih muda. Upaya itu antara lain, penyediaan sarana dan fasilitas khusus bagi lansia yang diprioritaskan dan disesuaikan dengan kebutuhan lansia, penyediaan sarana dan fasilitas khusus bagi lansia dengan melibatkan peran serta masyarakat, dan sebagainya.


BAB 3
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Menurut WHO (1989), dikatakan usia lanjut tergantung dari konteks kebutuhan yang tidak dipisah-pisahkan. Konteks kebutuhan tersebut dihubungkan secara biologis, social dan ekonomi, dan dikatakan usia lanjut dimulai paling tidak saat masa puber dan prosesnya berlangsung sampai kehidupan dewasa.
Batasan penduduk lansia dapat dilihat dari aspek-aspek biologi, ekonomi, social dan usia atau batasan usia. Dengan mengetahui tugas perkembangannya, orang tua diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan menurunnya kesehatan secara bertahap, mencari kegiatan untuk mengganti tugas-tugas terdahulu yang menghabiskan sebagian besar waktu kala mereka masih muda.
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, pengelihatan , gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan atau bahkan kecacatan pada lansia misalnya badanya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang pengelihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan .



Tidak ada komentar:

Posting Komentar