BAB
II
ISI
2.1 Konsep Dasar Gerontik
2.1.1
Definisi Lanjut Usia (Lansia)
Usia
lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal
yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan
kenyataan yang tidak dapat dihindari. Usia lanjut adalah kelompok orang yang
sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu
beberapa dekade. Menurut WHO (1989), dikatakan usia lanjut tergantung dari
konteks kebutuhan yang tidak dipisah-pisahkan. Konteks kebutuhan tersebut
dihubungkan secara biologis, social dan ekonomi, dan dikatakan usia lanjut
dimulai paling tidak saat masa puber dan prosesnya berlangsung sampai kehidupan
dewasa (Depkes RI, 1999). Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (1995), lanjut usia (lansia) adalah tahap masa tua
dalam perkembangan individu dengan batas usia 60 tahun keatas.
Menurut
Undang-Undang nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada bab 1
pasal 1 ayat 2, yang dimaksud lanjut usia adalah seseorang yang mencapai umur
60 tahun keatas. Dra. Ny. Jos Masdani; Nugroho, 2000 mengemukakan bahwa lansia
merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian
pertama fase infentus antara 25 dan 40 tahun, kedua fase verilitas antara 40
dan 50, tahun ketiga fase prasenium antara 55 dan 65 dan ke empat fase senium,
antara 65 hingga tutup usia.
Pengertian
lansia beragam tergantung kerangka pandang individu. Orang tua yang berusia 35
tahun dapat dianggap tua bagi anaknya orang sehat aktif berusia 65 tahun
mungkin menganggap usia 75 tahun sebagai permulaan lanjut usia (Brunner &
Suddart, 2001). Menurut Surini & Utomo (2003), lanjut usia bukan suatu
penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang akan
dijalani semua individu, ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stress lingkungan.
Menurut
Reimer et al (1999); Stanley and Beare (2007), mendefinisikan lansia berdasarkan
karakteristik social masyarakat yang menganggap bahwa orang telah tua jika
menunjukkan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit dan hilangnya
gigi. Dalam peran masyarakat tidak bisa lagi melaksanakan fungsi peran orang
dewasa, seperti pria yang tidak lagi terikat dalam kegiatan ekonomi produktif,
dan untuk wanita tidak dapat memenuhi tugas rumah tangga. Criteria simbolik
seseorang dianggap tua ketika cucu pertamanya lahir. Dalam masyarakat kepulauan
Pasifik, seseorang dianggap tua ketika ia berfungsi sebagai kepala dari garis
keturunan keluarganya.
Glascock
dan Feinman (1981); Stanley and Beare (2007), menanalisis criteria lanjut usia
dari 57 negara dan menemukan bahwa criteria lansia yang paling umum adalah
gabungan antara usia kronologis dengan perubahan dalam peran social, dan
diikuti oleh perubahan status fungsional seseorang.
2.1.2 Batasan lanjut
Usia
Lebih
rinci batasan penduduk lansia dapat dilihat dari aspek-aspek biologi, ekonomi,
social dan usia atau batasan usia yaitu :
a. Aspek
Biologi
Penduduk
lansia ditinjau dari aspek biologi adalah penduduk yang telah menjalani proses
penuaan, dalam arti menurunnya daya tahan fisik yang ditandai dengan semakin
rentannya tubuh terhadap serangan berbagai penyakit yang dapat menyebabkan
kematian. Hal ini disebabkan seiring meningkatnya usia, sehingga terjadi
perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta system organ. Proses
penuaan berbeda dengan ‘pikun’ (senila
dementia) yaitu perilaku aneh atau sifat pelupa dari seseorang diusia tua.
Pikun merupakan akibat dari tidak
berfungsinya beberapa organ otak, yang dikenal dengan penyakit Alzheimer.
b. Aspek
Ekonomi
Aspek
ekonomi menjelaskan bahwa penduduk lansia dipandang lebih sebagai beban daripada potensi sumber daya
bagi pembangunan. Warga tua dianggap sebagai warga yang tidak produktif dan
hidupnya perlu ditopang oleh generasi yang lebih muda. Bagi penduduk lansia
yang masih memasuki lapangan pekerjaan, produktivitasnya sudah menurun dan
pendapatannya lebih rendah dibandingkan pekerja usia produktif. Akan tetapi,
tidak semua penduduk yang termasukdalam kelompokumur lansia ini tidak memiliki
kualitas dan produktivitas rendah.
c. Aspek
Sosial
Dari
sudut pandang social, penduduk lansia
merupakan kelompok social tersendiri. Di Negara Barat, penduduk lansia
menduduki strata social di bawah kaum muda. Di masyarakat tradisional di Asia
seperti Indonesia, penduduk lansia menduduki kelas social yang tinggi yang
harus dihormati oleh masyarakat yang usianya lebih muda.
d. Aspek
Umur
Dari
ketiga aspek diatas, pendekatan umur atau usia adalah yang paling memungkinkan
untuk mendefinisikan penduduk usia lanjut.
Batasan
usia lanjut didasarkan atas Undang-undang No. 13 Tahun 1998 adalah 60 tahun.
Namun, berdasarkan pendapat beberapa ahli dalam program kesehatan Usia Lanjut,
Departemen Kesehatan membuat pengelompokan seperti dibawah ini :
a. Kelompok
Pertengahan Umur
Kelompok
usia dalam masa virtilitas, yaitu persiapan
usia lanjut yang menampakan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun)
b. Kelompok
Usia Lanjut Dini
Kelompok dalam
masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun)
c. Kelompok
Usia Lanjut
Kelompok dalam
masa senium (65 tahun keatas)
d. Kelompok
Usia Lanjut dengan Resiko Tinggi
Kelompok yang
berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri,
terpencil, menderita penyakit berat atau cacat.
Sedangkan
menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lanjut usia meliputi :
a. Usia
pertengahan (middle age) adalah
kelompok usia 45-59 tahun
b. Usia
lanjut (elderly) adalah kelompok usia
antara 60-70 tahun
c. Usia
lanjut tua (old) adalah kelompok usia
antara 75-90 tahun
d. Usia
sangat tua (very old) adalah kelompok
usia diatas 90 tahun.
Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia
dikelompokkan menjadi usia dewasa muda (elderly
adulhood) 18 atau 19-25 tahun, usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas 25-60 tahun atau 65 tahun, lanjut
usia (geriatric age) lebih dari 65
tahun atau 70 tahun yang dibagi lai dengan 70-75 tahun (young old), lebih dari 80(very
old).
Menurut UU No. 4 tahun1965 pasal 1 seseorang dapat
dinyatakan sebagai seseorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan
mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah
sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang
lain. UU No.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia bahwa lansia adalah
seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.
2.1.3 Tugas
Perkembangan Lanjut Usia
Seiring tahap kehidupan, lansia
memiliki tugas perkembangan khusus. Hal ini dideskripsikan oleh Burnside
(1979), Duvall (1977) dan Havighurst (1953) dikutip oleh potter dan Perry
(2005). Tujuh kategori utama tugas perkembangan lansia meliputi :
1. menyesuaikan
terhadap penurunan kekuatan fisk dan kesehatan
2. menyesuaikan
terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan
3. menyesuaikan
terhadap kematian pasangan
4. menerima
diri sendiri sebagai individu lansia
5. mempertahankan
kepuasan pengaturan hidup
6. mendefinisikan
ulang hubungan dengan anak yang dewasa
7. menentukan
cara untuk mempertahankan kualitas hidup.
Dengan mengetahui tugas perkembangannya, orang tua
diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan menurunnya
kesehatan secara bertahap, mencari kegiatan untuk mengganti tugas-tugas
terdahulu yang menghabiskan sebagian besar waktu kala mereka masih muda. Bagi
beberapa orang berusia lanjut, kewajiban untuk menghadiri rapat yang menyangkut
kegiatan social sangat sulit dilakukan karena kesehatan dan pendapatan mereka
menurun setelah pensiun, mereka sering mengundurkan diri dari kegiatan social.
Di samping itu, sebagian besar orang berusia lanjut perlu mempersiapkan dan
menyesuaikan diri dengan peristiwa kehilangan pasangan, perlu membangun ikatan
dengan anggoa dari kelompok usia mereka untuk menghindari kesepian dan menerima
kematian dengan tentram.
2.1.4 Tipe-Tipe Lanjut
Usia
a.
Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah pengalaman menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.
b.
Tipe mandiri
Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan
kegiatan-kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan, serta
memenuhi undangan.
c.
Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yang
menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmaniah, kehilangan
kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
d.
Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep
habis gelap terbitlah terang, mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki,
pekerjaan apa aja dilakukan.
e.
Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
merasa minder, menyesal, pasif, mental, social dan ekonolinya.
Tipe antara lain:
·
tipe optimis
·
tipe konstruktif
·
tipe ketergantungan
(dependent)
·
tipe defensive
·
tipe militan dan serius
·
tipe marah atau
frustasi (the angry man )
·
tipe putus asa (benci
pada diri sendiri) atau self heating man.
Penggolongan
lanjut usia menurut Nugroho, 2000 dibagi dalam 2 golongan.
1. Serat
werdatama (Mangun Negoro IV)
H.I
Widyapranata menuip serat Werdatama yang menyebutkan :
a.
Wong sepuh
Orang tua yang
sepi hawa nafsu, menguasai ilmu “dwi tunggal”, yakni mampu membedakan antara
baik buruk, antara sejati dan palsu dan antara Gusti (Tuhan) dan kawulanya.
b.
Tua sepah
Orang tua yang
kosong, tidak tahu rasa, bicaranya muluk-muluk tanpa isi, tingkah lakunya dibuat-buat
dan berlebih-lebihan serta memalukan.
2. Serat
Kalatida (Ronggo Warsito)
a. Orang
yang berbudi sentosa
Orang tua
meskipun diridhoi Tuhan dengan rejeki, namun tetap berusaha terus disertai
ingat dan waspada.
b. Orang
lemah
Orang tua yang putus
asa, sudah tua mau apa, sebaiknya hanya menjauhkan diri dari keduniawian,
supaya mendapat kasih saying Tuhan.
Tipe
kepribadian lanjut usia menurut Kuntjoro
2002 sebagai berikut:
a. tipe
kepribadian konstruktif (construction
personality)
b. tipe
kepribadian mandiri (independent
personality)
c. tipe
kepribadian tergantung (dependent
personality)
d. tipe
kepribadian bermusuhan (hostile
personality)
e. tipe
kepribadian defensive
f. tipe
kepribadian kriritk diri (self hate
personality).
2.2 Teori-Teori Proses
Menua
Teori penuaan secara umum dapat dibedakan menjadi
dua yaitu teori penuaan secara biologis dan teori penuaan psikologis.
2.2.1 Teori Biologi
1.
Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah
tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika
sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di laboratorium,lalu
diobservasi,jumlah sel-sel yang akan membelah akan terlihat sedikit.(Spence
& Masson dalam Watson,1992). Hal ini akan memberikan beberapa pengertian
terhadap proses penuaan biologis dan menunjukkan bahwa pembelahan sel lebih
lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan,sesuai dengan
berkuangnya umur.
Pada beberapa system,seperti system saraf,system
musculoskeletal dan jnatung,sel pada jaringan dan organ dalam system itu tidak
dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena
itu, system tersebut beresiko mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan
yang sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri. Ternyata
sepanjang kehidupan ini, sel pada system ditubuh kita cenderung mengalami
kerusakan dan akhirnya sel akan mati, dengan konsekuensi yang buruk karena
system sel tidak dapat diganti.
2.
Teori “Genetik Clock”
Menurut teori ini menua telah diprogam secara
genetic untuk species-species tertentu. Tiap species mempunyai di dalam
nuclei(inti selnya) suatu jam genetic yang diputar menurut suatu replikasi
tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila
tidak berbutar,jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita akan
meninggal dunia,meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit
akhir yang katastrofal.
Konsep genetic clock didukung oleh kenyataan bahwa
ini merupakan cara menerangkan mengapa pada beberapa species terlihat adanya
perbedaan harapan hidup yang nyata. (misalnya manusia:116
tahun,beruang;47tahun,kucing 40 tahun,anjing 27 tahun,sapi 20 tahun). Secara
teoritis dapat dimungkinkan memutar jam ini lagi meski hanya untuk beberapa
waktu dengan pengaruh-pengaruh dari luar,berupa peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit atau tindakan-tindakan tertentu.
Pengontrolan genetic umur rupanya dikontrol dalam
tingkat seluler, mengenai hal ini Hayflck (1980) melakukan penelitian melalui
kultur sel ini vitro yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kemampuan
membelah sel dalam kultur dengan umur spesies.
3.
Sintesis Protein (kolagen dan elastin)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan
elastisitasnya pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan
dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan
tersebut.pada lansia beberapa protein (kartilago dan protein), dan elastin pada
kulit dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dengan protein
yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin paada
kulit yang kehilangan fleksibilitanya serta menjadi lebih tebal, seiring
bertambahnya usia.(Tortora & Anagnostakos,1990). Hal ini dapat lebih muda
di hubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya
dan cenderung berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan pada
system musculoskeletal.
4.
Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan
kemampuan sel di dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang
mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi,tanpa mekanisme pertahannan diri
tertentu. ketidakmampuan mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat
struktur membrane sel mengalami perubahan dari rigid,serta terjadi kasalahan
genetic (Tortora & Anagnostakos,1990).
Membrane sel tersebut merupakan alat untuk
memfasilitasi sel dalam berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga mengontrol
proses pengambilan nutrient dengan proses ekskresi zat toksik didalam tubuh.
Fungsi komponen protein pada membrane sel yang sangat penting bagi proses di
atas, dipengaruhi oleh rigriditas membrane tersebut. Konsekuensi dari kesalahan
genetic adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan
jumlah sel anak desejumah jaringan dan organ berkurang. Hal ini mengakibatkan
peningkatan kerusakan system tubuh.
5.
Sistem Imun.
Kemampuan system imun mengalami kemunduran pada masa
penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sitem yang terdiri dari system
limfatik dan khususnya sel dara putih, juga merupaka factor yang berkontribusi
dalam proses penuaan.
Mutasi yang berulang atau perubahan protein paska
translasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan system imun tubuh mengenali
dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatic menyebabkan terjadinya
kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan menyebabkan system imun
tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai se lasing fan
menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa
autoimun(Goldstein,1989).
Hasilnya dapat pula berupah reaksi anti gen anti
bodi yang luas mengenai jaringan-jaringan beranekah ragam, efek emnua jadi akan
menyebabkan reaksi histoinkomtabilitas pada banyak jaringan. Salah satu bukti
yang ditemukan ialah bertambahnya prefalensi autoanti bodi bermacam-macam pada
rang lanjut usia (brock lehurst,1987). Disisi lain system imun tubuh sendiri
daya pertahannanya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya
terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa membela-bela.
Inilah yang menyebabkan kanker yang meningkat sesuai dengan meningkatnya umur (suhana,1994).
6.
Mutasi Somatik (Teori Error Catastrophe)
Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat
kimia dapat memperpndek umur, sebaliknya menghindari terkenanya radiasi atau
tercemar zat kimia yang bersifat karsiogenik atau toksik dapat memperpanjang
umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi DNA sel somatic akan menyebabkan
terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
Mekanisme pengontrolan genetic dalam tingkat sub
seluler dan molekuler yang bias disebut juga hipotesis “Error Catastrophe”
menurut hipotesis tersebut menua disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang
beruntun. Sepanjang kehidupan setelah berlangsung dalam waktu yang cukup lama,
terjadi kesalahan dalam proses transkripsi (DNA → RNA) maupun dalam proses
translasi (RNA→potein/enzim) kesalahan tersebut akan menyebabkan terbentuknya
enzim yang salah. Kesalahan tersebut dapat berkembang secara eksponensial dan
akan menyebabkan terjadinya reaksi metabolism yang salah, sehingga akan
mengurangi fungsional sel. Apalagi jika terjadi pula kesalahan dalam proses
translasi (pembuatan protein), maka terjadi kesalahan yang makin banyak,
sehingga terjadilah katastrop (Constantinides, 1994 dikutip oleh Darmajo &
Martono,2000).
7.
Teori Menua Akibat Metabolisme
Menurut MC Kay et all (1935) yang dikutip Darmojo
dan Martono (2004), pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan
menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena jumlah
kalori tersebut antara lain disebabkan karena menurunnya salah satu atau
beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormone yang
merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormone pertumbuhan. Modifikasi
cara hidup yang kurang bergerak menjadi lebih banyak bergerak mungkin dapat
juga meningkatkan umur panjang. Hal ini menyerupai hewan yang hidup di alam
bebas yang banyak bergerak disbanding dengan hewan laboratorium yang kurang
bergerak dan banyak makan. Hewan di alam bebas lebih panjang umurnya daripada
hewan laboratorium (Suhara,1994 dikutip oleh Darmojo & Martono, 2000).
8.
Kerusakan Akibat Radikal Bebas
Radikal bebas (RB) dapat terbentuk di alam bebas,
dan di dalam tubuh di fagosit
(pecah), dan sebagai produk sampingan di dalam rantai pernafasan di dalam
mitokondria. Untuk organisasi aerobic radikal
bebas terutama terbentuk pada waktu respirasi (aerob) di dalam
mitokondria. Karena 90% ksigen yang ambil tubuh termasuk di dalam mitokondria.
Waktu terjadi proses respirasi tersebut oksigen dilibatkan dalam mengubah bahan
bakar menjadi ATP, melalui enzim →respirasi di dalam mitokondria, maka radikal
bebas (RB) akan dihasilkan sebagai zat antara. RB yang terbentuk tersebut
adalah: superoksida (O2), radikal hidroksi (OH), dan juga peroksida
hydrogen (H2O2). RB bersifat merusak, karena sangat
reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh,
seperti dalam membrane sel, dan dengan gugus SH. Walaupun telah ada system
penangkal, namun sebagian RB tetap lolos, bahkan makin lanjut usia makin banyak
RB terbentuk sehingga proses pengrusakan terus terjadi, kerusakan organel sel
semakin banyak dan akhirnya sel mati.
2.2.2 Teori Psikologis
1.
Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus
memelihara keaktifannya setelah menua. Sense
of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua.
Teori ini menyatakn bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif
dan ikut banyak dalam kegiatan social. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan
pada cara hidup dari usia lanjut. Mempertahankan hubungan antara system social
dan individu agar tetap stabbil dari usia pertengahan ke lanjut usia
(Nugroho,2000).
2.
Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku
tidak berubah pada lanjut usia. Identity pada
lansia yang sudah mentap memudahkan dalam memelihara hubungan dengan
masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat, keluarga dan hubungan
interpersonal. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada
seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimilikinya (Kuntjoro,2002).
3.
Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Putusnya pergaulan atau hubungan
dengan masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya (Nugroho,
2000). Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik
diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi social
lanjut usia menurun, baik secara kualotas maupun kuantitas sehingga sering
terjadi kehilangan ganda (triple loss),
yakni:
a. Kehilangan
peran (losss of role)
b. Hambatan
kontak social (restriction of contacts
and relationships).
c. Berkurangnya
komitmen (reduced commitment to social
mores and values).
3.1 Perubahan-Perubahan
Proses Menua Yang Terjadi Pada Lanjut Usia
Semakin bertambahnya umur manusia,
terjadi proses penuaan secara degenaratif yang akan berdampak pada
perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga
kognitif, perasaan, social dan sexual.
3.1.1 Perubahan Fisik
1.
System Indra
Perubahan system penglihatan pada
lansia erat kaitannya dengan presbiopi. Lensa kehilangan elastisitas dan kaku.
Otot penyangga lensa lemah, ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari jarak
jauh atau dekat berkurang, penggunaan kacamata dan system penerangan yang baik
dapat digunakan.
System pendengaran: Presbiakusis
(gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada
telinga dalam,terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara
yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas 60
tahun.
System Integumen: pada lensa kulit
mengalami atrofi, kendur, tidak elastic kering dan berkerut. Kulitakan
kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit
disebabkan atrofi glandula sebasea dan glandula sudorifera, timbul pigmen
berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver
spot. Perubahan kulit lebih banyak dipengaruhi oleh factor lingkungan
antara lain angin dan matahari, terutama sinar ultraviolet.
2.
Sistem musculoskeletal
Perubahan system musculoskeletal
pada lansia antara lain sebagai berikut :
a. Jaringan
penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai pendukung utama pada
kulit,tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan
menjadi bentangan yang tidak teratur. Perubahan pada kolagen tersebut merupakan
penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa
nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak
dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan dan hambatan dalam melakukan
kegiatan sehari-hari. Upaya fisioterapi untuk mengurangi dampak tersebut adalah
memberikan latihan untuk menjaga mobilitas.
b. Kartilago;
jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami granulasi dan akhirnya
permukaan sendi menjadi rata, kemudian kemampuan kartilago untuk regenerasi
berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kea rah progresif,
konsekuensinya kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan.
Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan.
Akibatnya perubahan itu sendi mengalami peradangan, kekakuan, nyeri dan
keteerbatasan gerak dan terganggunya aktifitas sehari-hari.
Tulang;
berkurangnya kepadatan tulang setelah diobservasi adalah bagian dari penuaan
fisiologis Trabekula longitudinal menjadi tipis dan trabekula transversal
terabsorpsi kembali. Dampak berkurangnya kepadatan akan mengakibatkan
osteoporosis lebih lanjut mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Latihan
fisik dapat diberikan sebagai cara untuk mencegah adanya osteoporosis.
c. Otot;
perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan jumlah dan
ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada
otot mengakibatkan efek negative. Dampak perubahan morfologis pada otot adalah
penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan
penurunan kemampuan fungsional otot. Untukmencegah perubahan lebih lanjut,
dapat diberikan latihan untuk mempertahankan mobilitas.
d. Sendi;
pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon ligament dan fasia
mengalami penurunan elastisitas. Ligament, dan jaringan particular mengalami
penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan
kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibiltasnya
sehinggga terjadi penurunan luas dan gerak sendi. Kelainan tersebut dapat
menimbulkan gangguan berupa bengkak, nyeri, kekakuan sendi, gangguan jalan dan
aktifitas keseharian lainnya, upaya pencegahan kerusakan sendi antara lain
dengan member tekhnik perlindungan sendi, antara lain dengn memberikan teknik
perlindungan sendi dalam beraktifitas.
3. Sistem
Kardiovaskuler dan Respirasi
Perubahan system kardiovaskuler dan respirasi mencakup:
a. Sistem
kardiovaskuler
Massa
jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan kemampuan peregangan
jantung berkurang karena perubahn pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin
dan klasifikasi SA node dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal berkurang sehingga kapasitas paru
menurun. Latihan berguna untuk meningkatkan VO2 maksimum, mengurangi
tekanan darah, dan berat badan.
b. System
respirasi
Pada
penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap,
tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi kenaikan ruang rugi
paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot,kartilago dan
sendi torak mengakibatkan gerakan pernafasan terganggu dan kemampuan pergerakan
thorak berkurang. Umur tidak berhubungan dengan perubahan otot diafragma,
apabila terjadi perubahan otot diafragma, maka otot thoraks menjadi tidak
seimbang dan menyebabkan terjadinya distorsi dinding thoraks selama respirasi
berlangsung.
System
kardiovaskuler mengalami perubahan seperti arteri yang kehilangan
elastisitasnya. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan nadi dan tekanan sistolik
darah. Perubahan tekanan darah yang fisiologis mungkin benar-benar merupakan
tanda penuaan yang normal. Di dalam system pernapasan, terjadi pendistribusian
ulang kalsium pada tulang iga yang kehilangan banyak kalsium dan sebaliknya,
tulang rawan kosta berlimpah kalsium. Hal ini berhubungan dengan perubahan
postural yang menyebabkan penurunan efisiensi ventilasi paru. Berdasarkan
alasan ini, lansia mengalami salah satu hal terburuk yang dapat ia lakukan
yaitu istirahat di tempat tidur dalam waktu
yang lama. Perubahan dalam system pernafasan membuat lansia lebih rentan
terhadap komplikasi pernapasan akibat istirahat total, seperti infeksi
pernapasan akibat penurunan ventilasi paru.
4.
Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada system
pencernaan, seperti penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata.
Kehilangan gigi; penyebab utama adalah Periodental disease yang bisa terjadi
setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan
gizi yang buruk. Indera pengecap menurun; adanya iritasi yang kronis, dari
selaput lender, atropi indera pengecap (80%), hilangnya sensitifitas dari saraf
pengecap di lidah terutama rasa tentang rasa asin, asam dan pahit. Pada lambung
rasa lapar berkurang (sensitifitas lapar menurun), asam lambung menurun, waktu
mengosongkan menurun. Peristaltic lemah dan biasanya timbul konstipasi. Fungsi
absorbsi melemah (daya absorpsi terganggu). Liver (hati) makin mengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah. Kondisi ini secara
nrmal, tidak ada konsekuensi yang nyata, tetapi menimbulkan efek yang merugikan
ketika diobati. Pada usia lanjut, obat-obatan dimetabolisme dalam jumlah yang
sedikit. Pada lansia perlu diketahui terjadinya peningkatan efek samping,
overdosis, dan reaksi yang merugikan dari obat. Oleh karena itu, meski tidak
seperti biasanya, dosis obat yang diberikan pada lansia lebih sedikit dari
dewasa.
5.
System Perkemihan
Berbeda dengan system pencernaan,
pada system perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang
mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi dan reabsorpsi oleh
ginjal. Hal ini akan memberikan efek dalam pemberian obat pada lansia. Mereka
kehilangan kemampuan untuk mengekskresi obat atau produk metabolism obat. Pola
berkemih tidak normal, seperti banyak berkemih di malam hari, sehingga menharuskan
mereka pergi ke toilet sepanjang malam. Hal ini menunjukkan bahwa inkontinensia
urin meningkat (Ebersole and Hess,2001).
6.
System Saraf
System susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan
atrofi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan
koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Penuaan
menyebabkan penurunan persepsi sensori dan respon motorik pada susunan saraf
pusat dan penurunan reseptor proprioseptif, hal ini terjadi karena susunan
saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia, perubahan
tersebut mengakibatkan penuruna fungsi kognitif. Koordinasi keseimbangan serta
latihan untuk menjaga mobilitas dan postur (Surini & Utomo,2003).
7.
System Reproduksi
Perubahan system reproduksi lansia
ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atrofi payudara. Pada
laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatosa, meskipun adanya penurunan
secara berangsur-angsur. Dorongan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut
usia. Selaput lender vagina menurun, permukaan menjadi halus, skresi menjadi
berkurang dan reaksi sifatnya menjadi alkali (Watson,2003).
3.1.2
Perubahan Kognitif
1) Memory
( Daya ingat, ingatan )
Daya
ingat adalah kemampuan untuk menerima, mencamkan, menyimpan dan menghadirkan
kembali rangsangan/peristiwa yang
pernah dialami seseorang. Pada lanjut usia, daya ingat (memory) merupakan salah satu fungsi kognitif yang seringkali paling
awal mengalami mengalami penurunan. Ingatan jangka panjang (Long term memory) kurang mengalami
perubahan, sedangkan ingatan jangka pendek (Short
term memory) atau seketika 0-10 menit memburuk. Lansia akan kesulitan dalam
mengungkapkan kembali cerita atau kejadian yang tidak begitu menarik
perhatianya dan informasi baru seperti TV dan Film. Keadaan ini sering
menimbulkan salah paham dalam keluarga. Oleh sebab itu dalam proses pelayanan
terhadap lanjut usia, sangat perlu di buatkan tanda-tanda atau rambu-rambu bak
berupa tulisan, atau gambar untuk membantu daya ingat mereka, Misalnya dengan
tulisan JUM’AT, TANGGAL 26 APRIL 2009 dan sebagainya, ditempatkan paa tempat
yang strategis yang mudah di baca/dilihat.
2)
IQ
(Intelegent Quocient)
Lansia
tidak mengalami perubahan dengan informasi matematika (analistis, linier,
sekuensial) dan perkataan verbal. Tetapi persepsi dan daya membayangkan
(fantasi) menurun. Walaupun mengalami kontroversi, tes intelegensia kurang
memperlihatkan adanya penurunan kecerdasan pada lansia (Cockburn & Smith,
1991dikutip oleh Lumbantobing, 2006). Hal ini terutama dalam bidang vokabular
(kosakata0, keterampilan praktis, dan pengetahuan umum. Fungsi intelektual yang
stabil ini disebut sebagai crystallized
intelligent. Sedangkan fungsi intelektual yang mengalami kemunduran adalah fluid intelligent seperti mengingat
daftar, memori bentuk geometry, kecepatan menemukan kata, menyelesaikan
masalah, kecepatan berespon, dan perhatian yang teralih (Wonder & Donovan,
1984; Kusumoputro & Sidiarto,2006)
Tabel
2.1 Perubahan Kemampuan Kognitif Pada Penuaan
Kemampuan
kognitif
|
Perubahan
|
1. Pemecahan
masalah
2. Memori
·
Sensori
·
Memory pendek
·
Memory panjang
·
Memory jangka panjang
kemampuan psikomotor
3. Proses
Informasi
4. Kemampuan
verbal
5. Alasan
Abstrak
|
·
Terjadi penurunan
sampai akhir usia 60-an
·
Banyak perubahan
dapat ditanggulangi dengan bimbingan dan latihan
·
Sedikit mengalami
penurunan
·
Tidak ada perubahan
·
Beberapa menurun,
penurunan terutama pada proses enco-ding
·
Penurunan di mulai
pada awal usia 50-an
·
Tidak mampu di ubah
dengan intervensi
·
Penurunan dimulai
pada awal usai 50-an
·
Tidak mampu di ubah
dengan intervensi
·
Menurun sebelum usia
80 tahun
·
Mungkin terjadi
penurunan
|
Kecepatan proses di
pusat saraf menurun sesuai pertambahan usia. Perubahan itu dialami hampir semua
orang yang mencapai usia 70-an tahun. Namun, ada juga penyimpangan, beberapa
orang yang berusia 70 tahun melaksanakan hal itu dengan lebih baik dibandingkan
orang berusia 20 tahun. Kemunduran intelektual sebelum usia 50 tahun adalah
abnormal dan patologis. Pada usia 65-75 tahun didapati kemunduran pada beberapa
kemampuan dengan variasi perbedaan individu yang luas. Dia atas usia 80 tahun
didapati kemunduran kemampuan yang cukup banyak. Banyakkemapuan yang baru mulai
menurun pada usia 80 tahun.
3) Kemampuan
Belajar (Learning)
Menurut Brocklehurst
dan Allen (1987); Darmojo & Martono (2004), lanjut usia yang sehat dan
tidak mengalami demensia masih memiliki kemampuan belajar yang baik, bahkan di
Negara industri maju didirikan University
of the Bird age. Hal ini sesuai dengan prinsip belajar seumur hidup (life-longlearning), bahwa manusia itu
memiliki kemampuan untuk belajar sejak dilahirkan sampai akhir hayat. Oleh
karena itu, sudah seyogyanya jika mereka tetap diberikan kesempatan untuk
mengembangkanya wawasan berdasarkan pengalaman (learning by experience). Implikasi prakstis dalam pelayanan
kesehatan jiwa (mental health) lanjut
usia baik yang bersifat promotif-preventif, kuratif dan rehabilitative adalah
untuk memberikan kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar yang sudah
disesuaikan dengan kondisi masing-masing lanjut usia yang dilayani.
4) Kemampuan
Pemahaman (Comprehension)
Kemampuan pemahaman atau maenangkap
pengertian pada lansia mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh
konsentrasi dan fungsi pendengaranya lansia yang mengalami penurunan. Dalam
pelayanan terhadaplanjut usia agar tidak timbul salah paham sebaiknya dalam
berkomunikasi dilakukankontak mata (saling memandang). Dengan kontak mata,
mereka akan dapat membaca bibir lawan bicaranya, sehingga penurunan
pendengaranya dapat diatasi dan dapat lebih mudah memahami maksud orang lain.
Sikap yang hangat dalam berkomunikasi akan menimbulkan rasa aman dan diterima,
sehingga mereka akan lebih tenang, lebih senang dan merasa dihormati.
5) Pemecahan
Masalah (Problem Solving)
Pada lanjut usia masalah-masalah
yang dihadapi tentu semakin banyak. Banyak hal yang dahulunya dengan mudah
dapat dipecahkan menjadi terhambat karena terjadi penurunan fungsi indra pada
lanut usia. Hambatan yang lain dapat berasal dari penurunan daya ingat,
pemahaman dan lain-lain,yang berakibat bahwa pemecahan masalah menjadi lebih
lama. Dalam menyikapi hal ini maka dalam pendekatan pelayanan kesehatan jiwa
lanjut usia perlu diperhatikan ratio petugas kesehatan dan pasien lanjut usia.
6) Pengambilan
Keputusan (Decission Making)
Pengambilan
keputusan dalam proses pemecahan masalah. Pengambilan keputusan pada umumnya
berdasarkan data yang terkumpul, kemudiandianalisa, dipertimbangkan dan dipilih
alternative yang dinilai positif (menguntungkan), kemudian baru diambil suatu
keputusan. Pengambilan keputusan pada lanjut usia lambat atau seolah-olah
terjadi penundaan. Oleh sebab itu, mereka membutuhkan petugas atau pendamping
yang dengan sabar sering mengingatkan mereka. Keputusan yang diambil tanpa
dibicarakan dengan mereka, akan menimbulkan kekecewaan dan mungkin dapat
memperburuk kondisinya.Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan, kaum tua
tetap dalam posisi yang dihormati (Ebersole and Hess,2001).
7) Kebijaksanaan
(Wisdom)
Bijaksana
(wisdom) adalah aspek kepribadian (personality) dan kombinasi dari aspek
kognitif. Kebijaksaaan menggambarkan
sikap individu yang mampu mempertimbangkan antara baik buruk serta untung
ruginya sehingga dapat bertindak secara adil atau bijaksana. Menurut Kuntjoro
(2002), pada lansia semakin bijaksana dalam menghadapi suatu permasalahan .
Kebijaksanaan sangat tergantung dari tingkat kemtangan kepribadian seseorang dan pengalaman hidupyang dijalani.
Atas dasar hal tersebut, dalam melayani lanjut usia harus dengan penuh
bijaksana sehingga kebijaksanaan yang ada pada masing-masing individuyang
dilayani tetap terpelihara.
8) Kinerja
(Performance)
Pada lanjut usia memang akan terlihat penururnan kinerja
baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Perubahan performance yang membutuhkan kecepatan dan waktu mengalami
penurunan (Lumbantobing2006). Penurunan itu bersifat wajar sesuai perubahan
organ-organ biologis ataupun perubahan yang sifatnya patologis. Dalam pelayanan
kesehatan jiwa lanjut usia, mereka perlu diberikan latihan-latihan keterampilan
untuk tetap mempertahankan kinerja.
Menurut Stanley
dan Beare (2007),hasil pemeriksaan psikometri fungsi kognitif pada lansia
menunjukan keadaan berikut :
a.
Adanya korelasi yang
kuat antara tingkat kinerja intelektual tingkat survival lansia.
b.
Fungsi kognitif
sediikit atau tidak ada penurunan sampai usia lanjut
c.
Penyakit dan proses
penuaan patologis mengurangi fungsi kognitif. Kemampuan intelektual dan harapan
hidup mewujudkan
d.
Dengan bertambahnya
suatu usia, di dapatkan penurunan berlanjut dalam kecepatan belajar, memproses informasi
baru, dan bereaksi terhadap stimulus sederhana atau kompleks.
9)
Motivasi
Motivasi adalah fenomena kejiwaan
yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku demi mencapai sesuatu yang
diinginkan atau yang dituntut oleh lingkunganya. Motivasi dapat bersumber dari fungsi
kognitif dan fungsi afektif. Motif Kognitif lebih menekan pada kebutuhan
manusaia akan informasi dan untuk mencapai tujuan tertentu. Motif ini mendorong
manusia untuk belajar dan ingin mengetahui. Motif Afektif lebih menekan aspek
perasaadan kebutuhan individu untuk mencapai tingkat emosional tertentu. Motif
ini akan medorong manusia untuk mencari dan mencapai kesenangan dan
kepuasaan fisik, psikis dan social dalam
kehidupanyadan individu akan menghayatinya secara subyektif. Pada lanjut
usia. Motivasi baik konigtif maupun
afektif untuk mencapai/memperoleh dukungan kekuatan fisik maupun psikologis ,
sehingga hal-hal diinginkan banyak berhenti di tengah jalan.
Faktor yang akan mempengaruhi
perubahan kognitif meliputi perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan
, keturunan dan lingkungan (Nugroho, 2000).
3.1.3
Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan
lansia makin berintegrasi dalam kehidupanya (Maslow, 1976; Stuart dan Sundeen,
1998). Lansia makin teratur dalam kehidupan keagamaanya . Hal ini dapat dilihat
dalam berfikir dan bertindak sehari-hari (Murra dan Zentner, dikutip Nugroho,
2000). Spiritualitas pada lansia bersifat universal, intrinsik dan merupakan
proses individual yang berkembang sepanjang rentang kehidupan. Karena aliran
siklus kehilanganterdapat pada kehidupan lansia, keseimbangan hidup tersebut
dipertahankan sebagian oleh efek positip harapan dan kehilangan tersebut ,
Lansia yang telah mempelajari cara menghadapi perubahan hidup melalui mekanisme
keimanan akhirnya spiritual atau religious untuk bersiap menghadapi krisis
kehilangan dalam hidup sampai kematian.
Satu hal pada lansia yang diketahui
sedikit berbeda dari orang yang lebih muda yaitu sikap mereka terhadap kematian.
Hal ini menunjukan bahwa lansia cenderung tidak terlalu takut terhadap konsep
dan realitas kematian.Pada tahap perkembangan usia lanjut merasakan atau sadar
akan kematian (Sense of Awarenenss of
Mortality).
3.1.4 Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial yang
dialaminya oleh lansia antara lain:
1)
Pensiun
Pensiun sering dikatakan secara
salah dengan kepasifan atau pengasingan. Dalam kenyataanya pension adalah tahap
kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi dan perubahan peran yang
menyebabkan stress psikososisal. Usia wajib pension bervariasi contohnya
Pegaeai Negeri Sipil , mungkin pada usia 65 tahun , sedangkan pegawai federal
tidak dipensiunkan sampai usia 70 tahun.
Pada industry swasta hak pensiun biasanya antara usia 62 tahun dan 70 tahun,
dan juga mungkin pensiun pada usia 55 tahun (Potter dan Perry, 2004).
Nilai seseorang sering di ukur oleh
produktivitasnya dan identitas dikaitkan dengan peran dalam pekerajaan.
Hilangnya kontak social dari area pekerjaan membuat seseorang lansia pensiunan
merasakan kekosongan, orang tersebut secara tiba-tiba dapat merasakan begitu
banyak waktu luang ada di rumah disertai dengan sedikitnya hal-hal yang dapat
dijalani. Meskipun bahwa pekerjaan yang alas an kesehatan, masalah-masalah yang
berputar di sekitar pensiun berkaitan erat dengan atas jabatan dan keadaan
keuangan (Gallo,1998).
Menurut Budi Darmojo dan Martono
(2004), bila seseorang pensiun (purna tugas), ia kehilangan-kehilangan antara
lain:
a. Kehilangan
Financial (besar penghasilan semula)
Pada
umumnya, di manapun, pemasukan uang pada seseorang yang pensiun akan menurun,
kecuali pada orang yang sangat kaya dengan tabungan yang melimpah.
b. Kehilangan Status
Terutama
ini terjadi bila sebelumnya orang tersebut mempunyai jabatan dan posisi yang
cukup tinggi, lengkap dengan fasilitasnya.
c. Kehilangan Teman atau kenalan
Mereka
akan jarang sekali bertemu dan berkomunikasi dengan teman sejawat yang sebelumnya
setiap hari dijumpainya, hubungan sosialnya pun akan hilang atau berkurang.
d. Kehilangan
Kegiatan atau Pekerjaan
Kehilangan kegiatan atau pekerjaan yang
teratur dilakukan setiap hari, ini berarti bahwa rutinitas yang bertahun tahun
telah dikerjakan akan hilang.
Meskipun tujuan ideal pensiun agar
pada lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataanya
sering dirasakan sebaliknya , karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan
penghasilan, kedudukan , jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri, Reaksi
setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung kepribadianya. Dalam
kenyataan ada yang dapat menerima, ada yang takut kehilangan , ada yang merasa
senang memiliki jaminan hari tua , tetapi ada juga yang terpaksa menerima
(pasrah) terhadap pensiun. Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak
bagi masing-masing individu, baik positif maupun negative. Dampak positif lebih
menentramkan diri lansia dan dampak negative akan mengganggu kesejahteraan
hidup lansia (Kuntjoro,2002).
2) Perubahan
Aspek Kepribadian
Pada umumnya setelah
orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,
pengetahuan dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia
menjadi makin lambat. Psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan
dengan dorongan kehendak tindakan, koordinasi , yang berakibat lansia menjadi
kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan
kedua fungsi tersebut, lansia mengalami perubahan Menurut Kuntjoro (2002),
kepribadian konsruktif (construction
personality), mandiri ( independent
personality), tergantung (dependent
personality), bermusuhan (hostile
personality), tipe kepribadian tipe
kepribadian kritik diri ( self hate
personality).
3) Perubahan
Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya
fungsi indera pendengaran, pengelihatan , gerak fisik dan sebagainya maka muncul
gangguan atau bahkan kecacatan pada lansia misalnya badanya menjadi bungkuk,
pendengaran sangat berkurang pengelihatan kabur dan sebagainya sehingga sering
menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak
mereka melakukan aktivitas selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak
merasa terasing atau diasingkan . Karena jika keterasingan perilaku regresi
seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna
serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya
seperti anak kecil (Stanley dan Beare, 2007).
4) Perubahan
Minat
Lanjut usia juga
mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin bertambah.
Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang,. Ketiga minat terhadap uang
semakin meningkat, terakhir kebutuhan terhadap kegiatan rereasi tak berubah
hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri
lansia untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik.
Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukam latihan fisik seacara benar dan
teratur untuk meningkatkan kebugaran fisikanya .
Berkaitan dengan
perubahan , kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh
setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan
akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukan apakah
memuaskan atau tidak memuaskan , hal ini tergantung dari pengaruh perubahan
terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan yang diminati oleh para
lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan
kesehatan, ekonomi atau pendapatan dan peran social (Goldstein, 1992).
Dalam menghadapi
perubahan tersebut diperlukan penyesuain. Ciri-ciri penyesuaian yang tidak baik
dari lansia (Hurlock, 1979) di kutip oleh Muhandar (1994) adalah:
1) Minat
terhadap kejadian di lingkungan
2) Penarikan
diri ke dalam dunia fantasi
3) Selalu
mengingat kembali masa lalu
4) Selalu
khawatir karena pengangguran
5) Kurang
ada motivasi
6) Rasa
kesendiriran karena hubungan dengan keluarga kurang bai
7) Tempat
tinggal yang tidak diinginkan
Dilain
pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah minat yang
kuat, ketidak ketergantungan secara ekonomi, kontak luas, menikmati masa kerja
dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilakukan saat ini dan memiliki
kekhawatiran minimal terhadap diri dan orang lain.
3.1.5
Penurunan Fungsi dan Potensi seksual
Penurunan
fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia seringkali berhubungan dengan
berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung , metabolism ( missal diabetes
mellitus) , vaginatis, dan baru selesai operasi prostatektomi. Pada wanita
mungkin ada kaitanya dengan masa menopause , yang berarti funsi seksual
mengalami penurunan karena sudah tidak produktif walaupun sebenarnya tidak
harus begitu, karena kebutuhan biologis selama orang masih sehat dan masih
memerlukan tidak salahnya bisa jalankan terus secara wajar dan teratur tanpa mengganggu
kesehatanya.
Menurut
Kuntjoro (2002), factor psikologis yang menyertai lansia berkaitan dengan ,
seksualitas , antara lain seperti rasa tabu atau malu bila mempertahankan
keidupan seksual pada lansia . Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang
serta diperkuat oleh tradisi dan budaya . Adanya kelelahan atau kebosanan
karena kurang variasi dalam kehidupanya, pasangan hidup telah meninggal, dan
disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa
misalnya cemas , depresi pikun dan lainya yang mengakibatkan fungsi dan potensi
seksual pada lansia mengalami perubahan.
4.1 Program Nasional
untuk Kesehatan Lansia di Indonesia
Secara umum pelayanan kesehatan pada lansia dapat dibagi menjadi 2,
yakni :
a.
Pelayanan kesehatan lansia
berbasis rumah sakit (Hospital Based
Geriatric Service).
b. Pelayanan
kesehatan lansia di masyarakat (Community
Based Geriatric Service). Jenis pelayanan ini menjadi tantangan bagi
kesehatan masyarakat di Indonesia, dan yang akan lebih memerlukan perhatian bagi
para akademisi dan praktisi kesehatan masyarakat di Indonesia.
Pada upaya pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, semua upaya
kesehatan yang berhubungan dan dilaksanakan oleh masyarakat harus diupayakan
berperan serta dalam menangani kesehatan para lansia. Puskesmas dan dokter
praktik swasta merupakan tulang punggung pelayanan di tingkat ini. Puskesmas
berperan dalam membentuk kelompok atau klub lansia. Di dalam dan melalui klub
lansia ini pelayanan kesehatan dapat lebih mudah dilaksanakan baik usaha
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Pelayanan kesehatan di
kelompok lansia meliputi pemeriksaan kesehatan fisik, mental dan emosional.
Adapun pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada lansia antara lain :
1.
Pemeriksaan aktivitas
kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan
atau minum, berjalan, mandi, berpakaian dan lain-lain.
2.
Pemeriksaan status mental.
3.
Pemeriksaan status gizi
melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat dalam
grafik indeks massa tubuh.
4.
Pengukuran tekanan darah.
5.
Pemeriksaan laboratorium
sederhana (hemoglobin) pemeriksaan gula dalam air seni sebagai deteksi awal
adanya penyakit diabetes melitus, dan pemeriksaan protein dalam air seni
sebagai deteksi awal penyakit ginjal.
6.
Pelaksanaan rujukan ke
puskesmas bila diperlukan.
7.
Penyuluhan, bisa dilakukan di
dalam atau di luar kelompok dalam rangka kunjungan rumah dan konseling
kesehatan sesuai dengan masalah kesehatan yang di hadapi oleh individu atau
kelompok lansia.
8.
Dokter praktik swasta
terutama menangani para lansia yang memerlukan tindakan kuratif incidental.
Seperti telah ditemukan di atas, semua pelayanan kesehatan harus diintegrasikan
dengan layanan kesejahteraan yang lain dari dinas social, agama, pendidikan,
kebudayaan dan lain-lain.
Selain pelayanan di atas, bagi lansia juga diperluakan kualitas
pelayanan yang baik, intensitas perawatan yang tinggi, maupun pengkajian
komprehensif yang meliputi pengkajian terhadap status fisik, mental-psikologis,
social, nutrisi, lingkungan. Semua hal tersebut harus dilakukan oleh sebuah tim
multidisipliner. Pelayanan semacam itu kemudian disebut juga oleh pelayanan
geriatric terpadu.
Pelayanan kesehatan geriatric terpadu bagi lansia berdasrkan
fasilitas yang dimilikinya untuk pasien geriatric dikategorikan sebagai berikut
:
1. Pelayanan
sederhana (hanya memiliki fasilitas poliklinik).
Jenis kegiatan yang dapat
dilakukan berupa pengkajian, konsultasi, pemeriksaan, penyuluhan dan supervise
ke puskesmas. Bentuk fasilitas pelayanannya berupa poliklinik, sedangkan sumber
daya manusia yang diperlukan adalah internist-geriatrist,
perawat geriatric, ahli gizi dan pekerja sosio-medik.
2. Pelayanan
sedang (memiliki fasiliatas poliklinik dan klinik siang).
Pelayanan sedang merupakan
gabungan antara layanan tingkat sederhana yang ditambah terapi fisik, terapi
okupasi, terapi bicara, rekreasi dan pemeriksaan maupun perawatan gigi-mulut
sederhana. Adapun bentuk fasilitas pelayanannya berupa poliklinik dan ‘Day Hospital’.
Dengan demikian sumber daya manusia yang diperlukan disesuaikan dengan jenis
pelayanan tersebut.
3. Pelayanan
lengkap (memiliki fasilitas poliklinik, klinik siang, ruang rawat akut dan
kronik).
Pada tingkat ini, jenis
pelayanan maupun SDM relative sama dengan tipe sedang namun telah memiliki
ruang rawat akut.
4. Pelayanan
paripurna (pelayanan lengkap ditambah fasilitas panti werdha).
Pada tingkat paripurna,
selain semua jenis pelayanan yang terdapat di tingkat lengkap ditambah dengan
ruang rawat kronik atau panti werdha.
Dewasa ini, Departemen Kesehatan RI mempunyai tiga program
kesehatan bagi lansia berupa Puskesmas Santun Usia Lanjut, Pembinaan Kelompok
Usia Lanjut, dan Posyandu Usia Lanjut (Pedoman
Puskesmas Santun Usia Lanjut, Depkes RI, 2005).
1. Puskesmas
Santun Usia Lanjut
Puskesmas Santun Lansia
merupaka bentuk pendekatan pelayanan proaktif bagi usia lanjut untuk mendukung
peningkatan kualitas hidup dan kemandirian usia lanjut, yang mengutamakan aspek
promotif dan preventif, di samping aspek kuratif dan rehabilitatif. Puskesmas
Santun Lansia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Pelayanan
yang baik berkualitas dan sopan.
b. Memberikan
kemudahan dalam pelayanan kepada usia lanjut.
c. Memberikan
kerinagnan atau penghapusan biaya pelayanan kesehatan bagi usia lanjut dari
keluarga miskin atau tidak mampu.
d. Memberikan
dukungan atau bimbingan pada usia lanjut dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya agar tetap sehat dan mandiri.
e. Melakukan
pelayanan secara proaktif untuk dapat menjangkau sebanyak mungkin sasaran usia
lanjut yang ada di wilayah kerja puskesmas.
f. Melakukan
kerja sama dengan lintas program dan lintas program terkait di tingkat
kecamatan dengan asas kemitraan, untuk bersama-sama melakukan pembinaan dalam
rangka meningkatkan kualitas hidup usia lanjut.
2. Pembinaan
Kelompok Usia Lanjut
Pembinaan Kesehatan Usia
Lanjut melalui Puskesmas dapat dilakukan terhadap sasaran usia lanjut yang
dikelompokan sebagai berikut :
a. Sasaran
langsung
1) Pra-usia
lanjut 45-59 tahun.
2) Usia
lanjut 60-69 tahun.
3) Usia
lanjut resiko tinggi, yaitu usia lebih dari 70 tahun atau usia lanjut berumur
60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
b. Sasaran
tidak langsung
1) Keluarga
dimana usia lanjut berada.
2) Masyrakat
di lingkungan usia lanjut berada.
3) Organisasi
social yang bergerak dalam pembinaan kesehatan usia lanjut.
4) Masyarakat
luas.
c. Kegiatan-kegiatan
pembinaan kesehatan usia lanjut yang dilakukan melalui Puskesmas adalah :
1) Pendataan
sasaran usia lanjut
Kegiatan ini dilakukan paling
tidak 2 kali setahun yang lebih efektif bila dilakukan bekerja sama dengan
petugas desa atau kelurahan setempat dan dibantu oleh kader dasawisma.
2) Penyuluhan
kesehatan usia lanjut, pembinaan kebugaran melalui senam usia lanjut maupun
rekreasi bersama.
3) Deteksi
dini keadaan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala yang dilakukan
setiap bulan melalui Kelompok Usia Lanjut (Posyandu/Posbindu/Karang Lansia dan
lain-lain) atau di Puskesmas dengan instrument KMS Usia Lanjut sebagai alat
pencatat yang merupakan teknologi tepat guna.
4) Pengobatan
penyakit yang ditemukan pada sasaran usia lanjut sampai kepada upaya rujukan ke
rumah sakit bila diperluakan.
5) Upaya
rehabilitatif (pemulihan) berupa upaya medic, psikososial dan edukatif yang
dimaksudkan untuk mengembalikan semaksimal mungkin kemampuan fungsional dan
kemandirian usia lanjut.
6) Melakukan/memantapkan
kerjasama dengan lintas sector terkait melalui asas kemitraan dengan melakuakn
pembinaan terpadu pada kegiatan yang dilaksanakan di Kelompok Usia Lanjut atau
kegiatan lainnya.
7) Melakukan
fasilitasi dan bimbingan dalam rangka meningkatkan peran serta dan pemberdayaan
masyarakat dalam pembinaan kesehatan usia lanjut antara lain dengan
pengembangan Kelompok Usia Lanjut, dan Dana Sehat.
8) Melaksanakan
pembinaan kesehatan usia lanjut secara optimal dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi secara berkala. Upaya ini dapat dilakukan melalui pelaksanaan
Lokakarya Mini di Puskesmas secara berkala untuk menentukan strategi, target
dan langkah-langkah selanjutnya dalam pembinaan kesehatan usia lanjut.
3. Posyandu
Lansia
Posyandu lansia merupakan
wahana pelayanan bagi kaum usia lanjut, yang dilakukan dari, oleh, dan untuk
kaum usia lanjutyang menitikberatkan pada pelayanan promotif dan preventif,
tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitative. Kegiatannya adalah
pemeriksaan kesehatan secara berkala, peningkatan olahraga, pengembangan
keterampilan, bimbingan pengalaman agama dan pengelolaan dan sehat.
Selain program dari Departemen Kesehatan, pemerintah juga mempunyai
program dari Departemen Sosial yaitu rencana aksi nasional kesejahteraan lansia
yang terdiri dari lima program pokok penduduk lansia yaitu :
1. Kesejahteraan
social dan jaminan social
Bertujuan untuk meningkatkan kualitas
penghidupan dan kehidupan para lanjut usia dengan memelihara dan meningkatkan
taraf kesejahteraan social mereka serta melembagakan usaha kesejahteraan social
bagi para lanjut usia. Selain itu, program ini juga bertujuan untuk memelihara,
memberi perlindungan, dan meningkatkan taraf kesejahteraan para lanjut usia.
Berbagai kegiatan kesejahteraan social bagi lanjut usia antara lain :
a) Peningkatan
jumlah dan mutu pensiun.
b) Peningkatan
penyuluhan dan bimbingan usaha kesejahteraan social bagi para lanjut usia.
c) Peningkatan
panti petirahan dan panti rehabilitasi social bagi lanjut usia.
d) Peningkatan
pengembangan pelayaan kesejahteraan social bagi para lansia yang berbasis
masyarakat.
e) Penyediaan
bantuan social bagi lansia terlantar.
f) Pembinaan
dan pengaturan peran serta para relawan lansia dalam kegiatan kesejahteraan
social.
g) Penyelenggaraan
akomodasi hostel type bagi lanjut
usia.
h) Pengembangan
system jaminan social hari tua.
i)
Pengembangan asuransi
kesejahteraan social bagi usia lanjut.
j)
Pengembangan system asuransi
tenaga kerja usia lanjut.
k) Perlindungan
kesejahteraan social bagi lanjut usia dari penganiayaan dan perlakuan salah dan
atau korban kekerasan/kejahatan.
2. Peningkatan
sistem pelayanan kesehatan
Bertujuan untuk meningkatkan
derajat kesehatan dan mutu kehidupan para lanjut usia dengan menanamkan pola
hidup sehat. Program pokok kesehatan bagi lanjut usia diprioritaskan pada upaya
pencegahan penyakit (preventive) dan
peningkatan kesehatan (promotive)
tanpa mengabaikan upaya pengobatan (curative)
dan upaya penyembuhan (rehabilitative).
Pelayanan kesehatan bagi para lanjut usia yang tergolong miskin dan tidak mampu
diupayakan untuk dapat diberikan secara subsidi melalui prosedur yang berlaku.
a) Peningkatan
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kesehatan lanjut usia.
b) Pengembangan
program pemberian makanan tambahan (gizi) bagi lanjut usia.
c) Peningkatan
mutu perawatan kesehatan bagi lanjut usia dalam keluarga.
d) Peningkatan
peran serta masyarakat dalam upaya kesehatan lanjut usia.
e) Pengembangan
lembaga hospitium terutama untuk perawatan lanjut usia yang menderita penyakit
kronik yang berprognosis buruk dan atau menderita penyakit terminal.
f) Pengembangan
upaya kesehatan reproduksi lanjut usia di sarana pelayanan kesehatan dasar dan
pelayanan kesehatan rujukan.
g) Pengembangan
Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) sebagai basis utama
pendanaan untuk pemeliharaan kesehatan lanjut usia.
3. Penguatan
dukungan keluarga dan masyarakat, bertujuan untuk
a) Menggalakan,
membina dan meningkatkan peran keluarga untuk semakin membudayakan dan
melembagakan kegiatan sehari-hari anggota keluarga dalam memberikan pelayanan,
pembinaan kualitas dan peningkatan kesejahteraan kepada anggota keluarga yang
berusia lanjut.
b) Menggalakan,
membina dan meningkatkan peran serta masyarakat, organisasi social, LSM dan
sector swasta dalam kegiatan pelayanan bagi lanjut usia di berbagai bidang.
c) Memelihara,
memperkuat dan memasyarakatkan nilai-nilai budaya bangsa yang menghormati,
menghargai dan memberikan perhatian terhadap para lanjut usia dalam kehidupan
sehari-hari.
d) Memberdayakan
lansia untuk tetap berperan sebagai panutan dan teladan dalam memelihara dan
meneruskan nilai dan norma pada anak cucunya.
4. Peningkatan
kualitas hidup lansia bertujuan untuk
a) Memberikan
kesempatan bagi para lanjut usia yang potensial untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilannya, baik untuk berkarya lebih lanjut ataupun untuk
pengembangan hobi mereka melalui lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan
formal maupun non formal.
b) Memberikan
kesempatan dengan memberdayakan para lanjut usia yang potensial dan produktif
untuk berkarya sesuai dengan kemampuan, pengetahuan, dan pengalamannya.
c) Meningkatkan
dan memantapkan iman dan ketakwaan para lansia sesuai agamanya atau
kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta memandu pelaksanaannya dalam
kehidupan sehari-hari.
5. Peningkatan
sarana dan fasilitas khusus bagi lansia
Program ini bertujuan untuk
mewujudkan apa yang dikehendaki oleh undang-undang dasar dan sebagai pernyataan
rasa hormat dan penghargaan kepada para lanjut usia dengan memberiakan
kemudahan khusus bagi para lanjut usia untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari
maupun dalam melaksanakan kerja dan melakukan perjalanan. Beberapa kegiatan
dalam program pokok ini antara lain :
a) Pemberian
keringanan biaya pelayanan kesehatan.
b) Pelayanan
sarana transportasi bagi lanjut usia.
c) Penyediaan
sarana rekreasi dan olahraga bagi para lanjut usia.
d) Pemberian
kemudahan pariwisata bagi lanjut usia.
e) Pemberian
KTP seumur hidup.
f) Pelayanan
konsultasi kesehatan reproduksi bagi lansia.
Strategi-strategi dan program-program pokok untuk meningkatkan
kesejahtraan lansia ini dimaksudkan agar para lansia di masa depan dapat hidup
dengan sehat, produktif, mandiri, dan sejahtera lahir dan batin. Implementasi
dari strategi-strategi dan program-program tersebut sangat diperlukan. Dengan
demikian, ketergantungan lansia pada penduduk usia produktif dapat diminimalkan.
Upaya pemantapan pelayanan kesehatan bagi lansia perlu mendapatkan
perhatian yang serius dan menjadi bagian dari strategi dalam peningkatan
kesejahteraan lansia melalui upaya promotif dan preventif atau yang disebut
sebagai paradigma sehat. Paradigma sehat adalah wawasan pembangunan yang
berorientasi pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan dengan
lebih menekankan kepada upaya preventif, promotif tanpa mengabaikan penduduk
yang sakit. Untuk itu diperlukan beberapa hal, yaitu :
a) Publikasi
atau kampanye bentuk-bentuk pelayanan kesehatan lansia.
b) Pemaksimalan
peran institusi kesehatan seperti posyandu, pustu, puskesmas, dan pusat-pusat
pelayanan kesehatan lainnya untuk kepentingan lansia.
c) Peningkatan
profesionalitas sumberdaya manusia (SDM) di bidang kesehatan lansia.
d) Penyediaan
obat-obatan dan perawatan kesehatan yang efektif dan terjangkau oleh lansia
termasuk di dalamnya cara-cara alternative lewat pengobatan tradisional dan
sebagainya.
Mengingat fisik lansia yang lemah sehingga mereka tidak dapat
leluasa menggunakan berbagai sarana dan prasarana maka upaya pemantapan
pelayanan kesehatan lainnya adalah penyediaan sarana dan fasilitas khusus bagi
lansia. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan lansia melakukan aktivitasnya dan
sebagai bentuk penghormatan kepada generasi tua yang telah banyak berkorban
ketika masih muda. Upaya itu antara lain, penyediaan sarana dan fasilitas
khusus bagi lansia yang diprioritaskan dan disesuaikan dengan kebutuhan lansia,
penyediaan sarana dan fasilitas khusus bagi lansia dengan melibatkan peran
serta masyarakat, dan sebagainya.
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Usia lanjut adalah kelompok orang
yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu
beberapa dekade. Menurut WHO (1989), dikatakan usia lanjut tergantung dari
konteks kebutuhan yang tidak dipisah-pisahkan. Konteks kebutuhan tersebut
dihubungkan secara biologis, social dan ekonomi, dan dikatakan usia lanjut
dimulai paling tidak saat masa puber dan prosesnya berlangsung sampai kehidupan
dewasa.
Batasan penduduk lansia dapat
dilihat dari aspek-aspek biologi, ekonomi, social dan usia atau batasan usia.
Dengan mengetahui tugas perkembangannya, orang tua diharapkan mampu
menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan menurunnya kesehatan secara
bertahap, mencari kegiatan untuk mengganti tugas-tugas terdahulu yang
menghabiskan sebagian besar waktu kala mereka masih muda.
Akibat berkurangnya fungsi indera
pendengaran, pengelihatan , gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan atau
bahkan kecacatan pada lansia misalnya badanya menjadi bungkuk, pendengaran
sangat berkurang pengelihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan
keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan
aktivitas selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing
atau diasingkan .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar