BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Proses menua (aging) adalah proses
alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial
yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi
menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus
pada lansia. Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah
kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang
merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan
masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural,
ekonomi dan lain-lain. Menurut Setiawan (1973), timbulnya perhatian pada
orang-orang usia lanjut dikarenakan adanya sifat-sifat atau faktor-faktor
khusus yang mempengaruhi kehidupan pada usia lanjut.
Menurut WHO, klasifikasi lansia adalah usia pertengahan
(middle age) 45-59 tahun, lansia (elderly) 60-74 tahun, lansia tua (old) 75-90
tahun, dan lansia sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Menurut Bee (1996),
tahap lansia dimulai dari masa dewasa lanjut (65-75 tahun) sampai dewasa sangat
lanjut (>75 tahun). Hurlock (1979) membedakan lansia dalam 2 tahap yaitu
early old age (60-70 tahun) dan advanced old age (>70 tahun). Menurut
Burnside (1979) tahapan lansia meliputi young old (60-69 tahun), middle age old
(70-79 tahun), old-old (80-89 tahun), very old-old (>90 tahun). Maka dapat
disimpulkan bahwa yang disebut lansia adalah orang yang telah berumur 65 tahun
ke atas. Namun di Indonesia batasan lanjut usia adalah usia 60 tahun ke atas.
Lansia merupakan salah satu fase
kehidupan yang dialami oleh individu yang berumur panjang. Lansia tidak hanya
meliputi aspek biologis, tetapi juga psikologis dan sosial. Menurut Laksamana
(1983:77), perubahan yang terjadi pada lansia dapat disebut sebagai perubahan senesens
dan perubahan senilitas. Perubahan senesens adalah perubahan-perubahan normal
dan fisiologik akibat usia lanjut. Perubahan senilitas adalah perubahan-perubahan patologik
permanent dan disertai dengan makin memburuknya kondisi badan pada usia lanjut.
Sementara itu, perubahan yang dihadapi lansia pada umumnya adalah
pada bidang klinik, kesehatan jiwa dan problema bidang sosio ekonomi. Oleh karna itu lansia
adalah kelompok dengan resiko tinggi terhadap problema fisik dan mental.
Proses menua pada manusia merupakan
fenomena yang tidak dapat dihindarkan. Semakin baik pelayanan kesehatan sebuah bangsa makin tinggi
pula harapan hidup masyarakatnya dan pada gilirannya makin tinggi pula jumlah
penduduknya yang berusia lanjut. Demikian pula di Indonesia.
Dalam pendekatan pelayanan kesehatan
pada kelompok lansia sangat perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup
sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan
dari satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada lansia yang
membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif.
Usia lansia bukan hanya dihadapkan pada
permasalahan kesehatan jasmaniah saja, tapi juga permasalahan gangguan mental
dalam menghadapi usia senja. Lansia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan
manusia, sering diwarnai dengan kondisi hidup yang tidak sesuai dengan harapan.
Banyak faktor yang menyebabkan seorang mengalami gangguan mental seperti
menarik diri.
Ada beberapa faktor yang sangat
berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah
disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka
dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat
mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
• Penurunan kondisi fisik
• Penurunan fungsi dan potensi seksual
• Perubahan aspek psikososial
• Perubahan yang berkaitan dengan
pekcrjaan
• Perubahan dalam peran sosial di
masyarakat
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
penulis uraikan sebelumnya maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini. Adapun rumusan masalahnya antara lain :
1. Apakah definisi
dari Isolasi dan Menarik Diri?
2. Apakah etiologi
dari Menarik Diri?
3. Apa saja Faktor
Predisposis menarik
diri?
4. Apa saja Faktor Presipitasi dari menarik diri?
5. Apa saja Tanda dan
Gejala menarik diri?
6. Apa saja Rentang Respon menarik diri?
7. Apa saja Karakteristik
Perilaku menarik diri?
8. Apa saja Permasalahan yang dapat terjadi?
9. Bagaimana asuhan keperawatan lansia
dengan gangguan social cultural?
1.3. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan
mampu memberikan asuhan keperawatan lansia dengan masalah sosio cultural.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus
dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa/ mahasiswi mengetahui dan
dapat melakukan hal sebagai berikut :
1. Mengetahui
definisi dari Isolasi dan Menarik Diri
2. Mengetahui
etiologi dari Menarik Diri
3. Mengetahui
Faktor Predisposisi
4. Mengetahui
Faktor Presipitasi
5. Mengetahui
Tanda dan Gejala
6. Mengetahui
Rentang Respon
7. Mengetahui
Karakteristik Perilaku
8. Mengetahui
Permasalahan
9. Mengetahui asuhan keperawatan lansia
dengan gangguan social cultural
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Menarik diri
Menarik diri
adalah penilaian yang salah tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa
jauh perilaku sesuai dengan ideal diri pencapaian ideal diri /cita-cita
/harapan langsung menghasilkan perasaan berharga. Harga diri
dapat diperoleh melalui penghargaan diri sendiri maupun dari orang lain. Perkembangan
harga diri juga ditentukan oleh perasaan diterima, dicintai, dihormati oleh
orang lain,
serta
keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam hidupnya (Hidayat,2006).
Isolasi adalah
keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau
keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu
untuk membuat kontak (Carpenito, 1998 )
Isolasi sosial
adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Towsend,1998)
Seseorang
dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang
dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).
Dari segi
kehidupan sosial cultural, interaksi sosial adalah merupakan hal yang utama
dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai dampak adanya kerusakan interaksi sosial
: menarik diri akan menjadi suatu masalah besar dalam fenomen kehidupan, yaitu
terganggunya komunikasi yang merupakan suatu elemen penting dalam mengadakan
hubungan dengan orang lain atau lingkungan disekitarnya.
2.2. Etiologi menarik diri
Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu
perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal
mencapai keinginan, yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri
sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial,
merendahkan martabat, percaya diri kurang, dan juga dapat mencederai diri
(Carpenito,L.J,1998:352)
2.3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri
adalah kegagalan perkembangan yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya
diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan
dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan
dan merasa tertekan.
Berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan gangguan
alam perasaan yang parah. Teori ini menunjukkan rentang faktor-faktor penyebab
yang mungkin bekerja sendiri atau dalam kombinasi.
1. Faktor genetik, dianggap mempengaruhi tranmisi
gangguan efektif melalui riwayat keluarga atau keturunan.
2. Teori agresi menyerang kedalam menunjukkan bahwa
depresi terjadi karena perasaan marah yang ditujukan kepada diri sendiri.
3. Teori kehilangan objek, merujuk kepada perpisahan
traumatik individu dengan benda atau yang sangat berarti.
4. Teori organisasi kepribadian, menguraikan bagaimana
konsep diri yang negatif dan harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan
dan penilaian seseorang terhadap sesuatu
5. Model kognitif menyatakan bahwa defresi, merupakan
masalah kognitif yang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri
seseorang, dunia seseorang, dan masa depan seseorang.
2.4. Faktor Presipitasi
Sedangkan faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural
karena menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah karena meninggal dan faktor
psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat atau kegagalan orang
lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga menyebabkan
klien berespons menghindar dengan menarik diri dari lingkungan (Stuart and
sundeen, 1995).
2.5. Tanda dan Gejala
1. Apatis, ekspresi, afek tumpul.
2. Menghindar dari orang lain
(menyendiri) klien tampak memisahkan diri dari orang.
3. Komunikasi kurang atau tidak ada.
4. Tidak ada kontak mata, klien lebih
sering menunduk.
5. Berdiam diri di kamar/tempat
berpisah – klien kurang mobilitasnya.
6. Menolak hubungan dengan orang lain –
klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
7. Tidak melakukan kegiatan
sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak
dilakukan.
2.6. Rentang Respon
1.
Menyendiri (solitude) merupakan respon
yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di
lingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah
selanjutnya.
2.
Otonomi merupakan kemampuan individu
untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan
sosial.
3.
Bekerjasama (mutualisme) adalah suatu
kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk
saling memberi dan menerima.
4.
Saling tergantung (interdependen)
adalah suatu kondisi saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.
5.
Menarik diri merupakan suatu keadaan
dimana seseoramg menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka
dengan orang lain.
6.
Tergantung (dependen) terjadi bila
seseorang gagal mengambangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk
berfungsi secara sukses.
7.
Manipulasi merupakan gangguan hubungan
sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek.
Individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
8.
Curiga terjadi bila seseorang gagal
mengembangkan rasa percaya dengan orang lain. Kecurigaan dan ketidakpercayaan
diperlihatkan dengan tanda-tanda cembru, iri hati, dan berhati-hati. Perasaan induvidu
ditandai dengan humor yang kurang, dan individu merasa bangga dengan sikapnya
yang dingin dan tanpa emosi.
2.7
Karakteristik Perilaku
1. Gangguan pola
makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.
2. Berat badan
menurun atau meningkat secara drastis.
3. Kemunduran
secara fisik.
4. Tidur
berlebihan.
5. Tinggal di
tempat tidur dalam waktu yang lama.
6. Banyak tidur
siang.
7. Kurang
bergairah.
8. Tidak
memperdulikan lingkungan.
9. Kegiatan
menurun.
10. Immobilisasai.
11. Mondar-mandir
(sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
12. Keinginan
seksual menurun.
2.8 Permasalahan
Berbagai permasalahan sosial yang berkaitan dengan
pencapaian kesejahteraan Lanjut Usia, antara lain sebagai berikut :
1. Permasalahan
Umum
a. Masih besarnya
jumlah Lajut Usia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b. Makin
melemahnya nilai kekerabatan, sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut
kurang diperhatikan, dihargai dan dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan
pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk kelurga
kecil.
c. Lahirnya kelompok
masyarakat industri, yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu kepada
individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas
dan efisien, yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lanjut usia.
d. Masih rendahnya
kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia dan masih
terbatasnnya sarana pelayanan dan fasilitas khusus bagi lanjut usia dengan
berbagai bidang pelayanan pembinaan kesejahteraan lanjut usia.
e. Belum membudaya
dan melembaganya
kegiatan pembinaan kesejateraan lanjut usia.
2. Permasalahan
Khusus
Menurut
Departemen Sosial Republik Indonesia (1998), berbagai permasalahan khusus yang
berkaitan dengan kesejahteraan lanjut usia adalah sebagai berikut:
a. Berlangsungnya
proses menjadi tua, yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun
sosial. Mundurnya keadaan fisik yang menyebabkan penuaan peran sosialnya dan
dapat menjadikan mereka lebih tergantung kepada pihak lain.
b. Berkurangnya
integrasi sosial Lanjut Usia, akibat produktivitas dan kegiatan Lanjut Usia
menurun. Hal ini berpengaruh negatif pada kondisi sosial psikologis mereka yang
merasa sudah tidak diperlukan lagi oleh masyarakat lingkungan sekitarnya.
c. Rendahnya
produktivitas kerja lanjut usia dibandingkan dengan tenaga kerja muda dan tingkat
pendidikan serta ketrampilan yang rendah, menyebabkan mereka tidak dapat
mengisi lowongan kerja yang ada, dan terpaksa menganggur.
d. Banyaknya
lanjut usia yang miskin, terlantar dan cacat, sehingga diperlukan bantuan dari
berbagai pihak agar mereka tetap mandiri serta mempunyai penghasilan cukup.
e. Berubahnya
nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan masyarakat
individualistik, sehingga Lanjut Usia kurang dihargai dan dihormati serta
mereka tersisih dari kehidupan masyarakat dan bisa menjadi terlantar. Di
samping itu terjadi pergeseran nilai budaya tradisional, dimana norma yang
dianut bahwa orang tua merupakan bagian dari kehidupan keluarga yang tidak
dapat dipisahkan dan didasarkan kepada suatu ikatan kekerabatan yang kuat,
dimana orang tua dihormati serta dihargai, sehingga seseorang anak mempunyai
kewajiban untuk mengurus orang tuanya. Di pihak lain, dapat terjadi sebagian
generasi muda beranggapan bahwa para lanjut usia tidak perlu lagi aktif dalam
urusan hidup sehari-hari. Hal ini akan memperburuk integrasi sosial para lanjut
usia dengan masyarakat lingkungannya,
sehingga dapat terjadi kesenjangan antara-generasi tua dan muda. Dengan
demikian, sulit untuk mempertahankan dan melestarikan budaya bangsa ini secara
terus-menerus dari generasi ke generasi selanjutnya.
f. Adanya dampak
negatif dari proses pembangunan seperti dampak lingkungan, polusi dan
urbanisasiyang dapat mengganggu kesehatan fisik lanjut usia. Terkosentrasinya
dan penyebaran pembangunan yang belum merata menimbulkan ketimpangan antara
penduduk lanjut usia di kota dan di desa.
2.9 Asuhan
Keperawatan Lansia Dengan Masalah Psikososial
A. Pengkajian
• Identitas
Klien
Meliputi nama
klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tangggal MRS, informan,
tangggal pengkajian dan alamat klien.
• Orang-orang
terdekat
Status
perkawinan, kebiasaan pasien di dalam tugas-tugas keluarga dan
fungsi-fungsinya, pengaruh orang terdekat, proses interaksi dalam keluarga.
• Kultural
Latar belakang etnis, tingkah laku mengusahakan kesehatan
(sistem rujukan penyakit), nilai-nilai yang berhubungan dengan kesehatan dan
keperawatan, faktor-faktor kultural yang dihubungkan dengan penyakit secara
umum dan respons terhadap rasa sakit, kepercayaan mengenai perawatan dan
pengobatan.
• Keluhan Utama
Keluhan
biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau
tidak ada, berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain, tidak melakukan
kegiatan sehari-hari, dependen.
• Faktor
predisposisi
Kehilangan,
perpisahan,harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan
/frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan, dicerai pasangan, putus sekolah, PHK, perasaan
malu karena sesuatu yang terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN,
dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/
perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
• Aspek fisik /
biologis
Hasil
pengukuran tanda vital (TD,
Nadi, suhu, Pernapasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
• Aspek
Psikososial
1. Genogram
yang menggambarkan tiga generasi
2. Konsep diri
a) Citra tubuh
Menolak melihat
dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh
yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh,
persepsi negatif tentang tubuh.
Preokupasi dengan bagian tubuh yang
hilang, mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
b) Identitas
diri
Ketidakpastian
memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan
c) Peran
Berubah atau
berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses menua, putus sekolah,
PHK.
d) Ideal diri
Mengungkapkan
keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu
terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan
sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri.
3. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan
hubungan sosial dengan orang
lain terdekat dalam kehidupan, kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
4. Keyakinan klien
terhadap tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual).
• Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan
kontak mata , kurang dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan
kurang mampu berhubungan denga orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan
kurang berharga dalam hidup.
• Kebutuhan
persiapan pulang.
1.
Klien mampu menyiapkan dan membersihkan
alat makan
2.
Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan
dan membersihkan WC, membersikan dan merapikan pakaian.
3.
Pada observasi mandi dan cara
berpakaian klien terlihat rapi
4.
Klien dapat melakukan istirahat dan
tidur , dapat beraktivitas didalam dan diluar rumah
5.
Klien dapat menjalankan program
pengobatan dengan benar.
· Mekanisme
Koping
Klien apabila
mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang orang lain (
lebih sering menggunakan koping menarik diri)
· Aspek Medik
Terapi yang
diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor,therapy
okopasional, TAK, dan rehabilitas.
2.10 Diagnosa
Keperawatan
A. Pengertian
Diagnosa
Keperawatan adalah identifikasi atau penilaian pola respons baik aktual maupun
potensial (Stuart and Sundeen, 1995)
Masalah
keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari pengkajian adalah
sebagai berikut :
• Isolasi sosial : menarik diri
• Gangguan konsep diri: harga diri rendah
• Resiko perubahan sensori persepsi
• Koping individu yang tidak efektif sampai dengan ketergantungan
pada orang lain
• Gangguan komunikasi verbal, kurang komunikasi verbal.
• Intoleransi aktivitas.
• Kekerasan resiko tinggi.
B. Diagnosa
Keperawatan
Yang Mungkin Muncul
1. Harga diri
rendah berhubungan dengan merasakan/mengantisipasi kegagalan pada
peristiwa-peristiwa kehidupan.
2. Koping individu
tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan sistem saraf; kehilangan
memori; ketidakseimbangan tingkah laku adaptif dan kemampuan memecahkan
masalah.
3. Ansietas
berhubungan dengan krisis situasional/maturasional.
4. Ketidakpatuhan
berhubungan dengan sistem penghargaan pasien; keyakinan kesehatan, nilai
spiritual, pengaruh kultural.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar