PAGE

Rabu, 12 Juni 2013

Proses asuhan keperawatan komunitas

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Sejak tahun 1965, perubahan pola imigrasi dan angka kelahiran telah mempengaruhi demograf populasi AS. Para ahli memperkirakan bahwa populasi kelompok ras dan etnis yang beragam akan terus bertambah dengan cepat pada pertengahan abad 21, sedangkan keturunan orang kulit putih Eropa akan menjadi kelompok minorita (Congres & Lyons, 1992). Akibat kecenderunagn ini, pemberi perawat kesehatan akan berinteraksi lebih sering dengan klien dari berbagai kelompok etnik yang memliki keyakinan tentang kesehatan, bahasa, dan pengalaman hidup yang sangat jauh berbeda dengan dirinya. Keberagaman adalah bukti umat manusia dan harus dirayakan dalam bentuk upacara. Perayaan keragaman ini berasal dari kesadaran tentang etnis dan latar belakang budayanya sendiri, pemahaman tentang bagaimana hal tersebut memengaruhi kehidupan sehari-hari, dan suatu bentuk apresiasi terhadap kekayaan akan keindahan pakaian yang dipamerkan oleh masyarakat Amerika.
Kita menyadari bahwa isi pemikiran setiap orang berbeda dan hal ini adalah wajar dalam kehidupan kita. Kita harus memahmi bahwa tindakan seseorang yang berbeda dengan kebanyakan orang bukan berarti ia merasa kurang atau mengalami ‘kerugian’; justru meraka sangat kaya akan perbedaan budaya dan ‘keuntungan yang lain’ (Dervin, 1989; Lyons, 1972).
Selain kesadaran dan pemahaman, pemberi perawatan kesehatan harus mengembangkan keterampilan untuk bekerja dengan klien, keluarga, dan masyarakatnya yang berbeda budaya. Banyak orang yang percaya keterampilan ini dipelajari, bukan pelayanan sebaiknya direncanakan agar tersedia, dapat di terima, dan sesuai dengan budaya masyarakat yang menerima pelayanan (Adams, 1990). “Kompetensi budaya” ini menuntut para praktisi dan sistem pelayanan untuk memahami persepsi klien, keluarga, dan bahkan persepsi komunitas terhadap kebutuhan kesehatan mereka (Campinha-Bacote, 1995; Cross, 1987). Hal ini meliputi status kesehatan dan sumber yang dapat membantu mereka selama masa rentan dan penyakit. Bab ini menyajikan konsep yang dapat membantu anda membangun kompetensi budaya, dimulai dari memberikan pemahaman tentang kesadaran akan keberagaman, etnisitas, danbudaya, sampai mengilustrasikan pengaruhnya terhadap kepercayaan dan praktik sehat dan sakit individu dan masyarakat. Pengkajian-diri dan analisis interaksi klien-pemberi perawatan disajikan sebagai pengalaman belajar disertai implikasi praktik. Bagaimanapu, keberhasilan strategi intervensi dan hasil peningkatan kesehatan bergantung pada kemampuan kita untuk secara kompeten menjangkau dan bekerja dengan komunitas yang kita layani.
Dalam praktik sehari-hari, perawat memberikan perawatan ke pasien dan keluarga yang mewakili komunitas global kita. Padahal kita belum banyak mengetahui dasar budaya, kepercayaan, dan nilai yang membentuk kepercayaan serta perilaku klien terhadap kesehatan dan penyembuhan. Dengan meminta klien mengajarkan hal-hal yang berkenan dengan dirinya, kita akan semakin sensitif terhadap orang lain yang dimata kita merupaka sosok yang berbeda dan akan memberikan dorongan kepada orang lain untuk membagi kesadaran mereka. Dengan meluangkan waktu menilai baik perbedaan maupun persamaan di antara kelompok etnis dan budaya, kita akan memperoleh pemahaman yang berharga tentang pengalaman hidup manusia dan memungkinkan kita menjembatani hubungan antara pemberi perawatan dan klien yang semakin beragam dan banyak jumlah.
Dalam konteks-sakit, kepercayaan, simbol, dan kebiasaan kelompok etnis menjadi refrensi yang digunakan oleh anggotanya untuk menilai ketepatan keputusan dan tindakan mereka (Kleiman, 1978). Bagaimanapun, harus diperhtikan pula variasi yang tuerjadi di dalam dan antargenerasi yang kadang-kadang dapat dihubungkan dengan akulturasi, status sosioekonomi, dan pendidikan (Congress&Lyons, 1992). Semua pemberi perawatan kesehatan tidak boleh menggenerelisasikan kepercayaan dan praktik pada setiap anggota dari kelompok etnis atau budaya (Campinha-Bacote, 1995). Meskipun etnisitas meliputi komponen budaya yang lebih besar dari pengalaman hidup manusia, kita tidak boleh membiarkan kesadaran budaya kita mengikis identitas individu dan martabat kelompok etnis lain.




1.2         Rumusan Masalah
1.        Bagaimana proses keperawatan komunitas?
2.        Bagaimana program evaluasi pada keperawatan komunitas?
3.        Bagaimana asuhan peka budaya?

1.3         Tujuan
1.        Mengetahui proses keperawatan komunitas?
2.        Mengetahui program evaluasi pada keperawatan komunitas?
3.        Mengetahui asuhan peka budaya?

























BAB 2
TINJAUAN TEORI


2.1         PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS
2.1.1        Pengertian
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatan seoptimal mungkin.
Proses keperawatan adalah suatu metode ilmiah dalam keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai cara terbaik dalam memberikan pelayanan keperawatan yang sesuai respon manusia dalam menghadapi masalah kesehatan.
Proses keperawatan komunitas adalah metode asuhan keperawatan yang bersifat alamiah, sistematis, dinamis, kontinu, dan berkesinambungan dalam rangka memecahkan masalah kesehatan dari klien, keluarga serta kelompok atau masyarakat.
Dalam penerapan proses keperawatan terjadi proses alih peran dari tenaga keperawatan kepada klien (sasaran) secara bertahap dan berkelanjutan untuk mencapai kemandirian sasaran dalam menyelesaikan masalah kesehatan. Proses alih peran tersebut digambarkan sebagai lingkaran dinamis seperti berikut:

Berdasarkan uraian diatas, pelayan keperawatan kesehatan komunitas mempunyai ciri sebagai berikut :
a.    Merupakan perpaduan antara pelayanan keperawatan dengan kesehatan komunitas.
b.    Adanya kesinambungan pelayanan kesehatan (continuity of care)
Focus pelayanan pada upaya peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif).
c.    Terjadi proses alih peran dari perawat kesehatan komunitas kepada klien (individu, keluarga, kelompok, masyarakat) sehingga terjadi kemandirian.
d.   Ada kemitraan perawat kesehatan komunitas dengan masyarakat dalam upaya kemandirian klien.
e.    Memerlukan kerja sama dengan tenaga kesehatan lain dan masyarakat.

2.1.2        Tujuan
Tujuan proses keperawatan :
a.         Agar diperoleh asuhan keperawatan komunitas yang bermutu, efektif dan efisien sesuai dengan permasalahan yang terjadi pada masyarakat.
b.        Agar pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas dapat dilakukan secara sistematis, dinamis, berkelanjutan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Sedangkan tujuan dari asuhan keperawatan adalah :
a.         Memberi bantuan yang paripurna dan efektif kepada semua orang yang memerlukan pelayanan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional.
b.        Menjami semua bantuan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan klien.
c.         Melibatkan klien dalam perencanaan dan pelaksanaan asuhan keperawatan.
d.        Memelihara hubungan kerja yang efektif dengan semua anggota tim kesehatan.
e.         Meningkatkan status kesehatan masyarakat. Perawat kesehatan komunitas harus memiliki ketrampilan dasar tentang epidemiologi penelitian, pengajaran, organisasi masyarakat dan hubungan interpersonal yang baik.

2.1.3        Fungsi
a.    Memberikan pedoman yangsistematis dan ilmiah bagi tenaga kesehatan masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan masalah klien melalui asuhan keperawatan.
b.    Agar masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya.
c.    Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan masalah, komunikasi yang efektif dan efisien serta melibatkan peran serta masyarakat.
d.   Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan dengan permasalahan atau kebutuhannya, sehngga mendapat pelayanan yang cepat agar memepercepat proses penyembuhan.

2.1.4        Beberapa teori yang membahas tentang pengkajian komunitas:
2.1.4.1       Sanders Interactional Framework
Model ini menekankan pada proses interaksi komunitas
Model ini juga dikenal sebagai model tiga dimensi dengan komponen pengkajian:
1.        Komunitas sebagai system sosial (dimensi system)
2.        Masyarakat sebagai tempat ( dimensi tempat)
3.        Masyarakat sebagai kumpulan/kelompok manusia (dimensi populasi)
2.1.4.2       Kliens interactional framework
Masyarakat sebagai system sosial
1.        Pola komunikasi
2.        Pengambilan keputusan
3.        Hubungan dengan system lain
4.        Batas wilayah
Penduduk dan lingkungannya
1.        Karakter penduduk (demografi)
2.        Faktor lingkungan, biologi dan sosial
3.        Lingkungan psikis (nilai-2, agama, kepercayaan)

2.1.4.3       Community assessment wheel (community as client model)
Pada model ini terdapat 8 komponen yang harus dikaji, ditambah dengan data inti dari masyarakat itu sendiri (community core).
1.    Community core (data inti)
Aspek yang dikaji:
a.    Historis dari komunitas, kaji sejarah perkembangan komunitas
b.    Demografi : umur, jenis kelamin, ras, type keluarga, status perkawinan
c.    Vital statistik : angka kelahiran, angka kematian, angka kesakitan
d.   Sistem nilai/norma/kepercayaan dan agama

2.    Phisical environment pada komunitas
Sebagaimana mengkaji fisik pada individu
Pengkajian lingkungan dilakukan dengan metode winshield survey atau survey dgn mengelilingi wilayah komunitas

3.    Pelayanan kesehatan dan sosial
Pelayanan kesehatan :
a.    Hospital
b.    Praktik swasta
c.    Puskesmas
d.   Rumah perawatan
e.    Pelayanan kesehatan khusus
f.     Perawatan di rumah
g.    Counseling support services
h.    Pelayanan khusus (social worker)
Dari tempat pelayanan tsb aspek yg didata:
a.    Pelayanannya (waktu, ongkos, rencana kerja)
b.    Sumber daya (tenaga, tempat, dana & perencanaan)
c.    Karakteristik pemakai (penyebaran geografi, gaya hidup, sarana transportasi)
d.   statistik, jumlah pengunjung perhari/ minggu/bulan
e.    Kecukupan dan keterjangkauan oleh pemakai dan pemberian pelayanan

4.    Ekonomi
Aspek/komponen yang perlu dikaji:
a.    Karakteristik pendapatan keluarga/RT
@ rata-rata pendapatan keluarga/rumah tangga
% pendapatan kelas bawah
% keluarga mendapat bantuan sosial
% keluarga dengan kepala keluarga wanita
@ rata-rata pendapatan perorangan
b.    Karakteristik pekerjaan
@ status ketergantungan
Jumlah populasi secara umum (umur > 18 th)
% yg menganggur
% yg bekerja
% yg menganggur terselubung
Jumlah kelompok khusus
@ kategori yang bekerja, jml dan %

5.    Keamanan transportasi
a.    Keamanan
-       Protection service
-       Kwalitas udara, air bersih
b.    Transportasi (milik pribadi/umum)

6.    Politik & Government
a.    Jenjang pemerintahan
b.    Kebijakan Dep.Kes

7.    Komunikasi
a.    Formal
b.    In formal

8.    Pendidikan
a.    Status pendidikan (lama sekolah, jenis sekolah, bahasa)
b.    Fasilitas pendidikan (SD, SMP dll) baik di dalam maupun di luar komunitas

9.    Recreation
Menyangkut tempat rekreasi
2.1.4.4       Kerangka pengkajian profile masyarakat (modifikasi)
Pengkajian ini merupakan hasil modifikasi dari beberapa teori sebelumnya tentang pengkajian komunitas
1.    Pengumpulan data
Cara pengumpulan data:
-       Wawancara atau anamesis.
-       Pengamatan.
-       Pemeriksaan fisik.
Pengolahan data:
Setelah data diperoleh, kegiatan selanjutnya adalah pengolahan data dengan cara sebagai berikut:
-       Klasifikasi data atau kategorisasi data.
-       Perhitungan prosentase.
-       Tabulasi data.
-       Intepretasi data.

2.    Analisa data
Tujuan analisa data:
-       Menetapkan kebutuhan komunitas.
-       Menetapkan kekuatan.
-       Mengidentifikasi pola respon komunitas.
-       Mengidentfikasi kecenderungan penggunaan pelayanan kesehatan.
Data fokus yang biasanya muncul:
-       Keluhan yang paling banyak dirasakan
-       Pola/perilaku yang tidak sehat
-       Lingkungan yang tidak sehat
-       Pemanfaatan layanan kesehatan yang kurang efektif
-       Peran serta masyarakat yang kurang mendukung
-       Cakupan target kesehatan kurang




2.1.5        Langkah-Langkah
2.1.5.1       Pengkajian
Dalam pengkajian yang perlu dikaji pada kelompok atau komunitas adalah :
a.         Core atau inti, data demografi kelompok atau komunitas yang terdiri dari : umur, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, agama, nilai-nilai, keyakinan, serta riwayat timbulnya kelompok komunitas.
b.        8 (Delapan) subsitem yang mempengaruhi komunitas :
1.    Perumahan, yang dihuni oleh penduduk, penerangan, sirkulasi, kepadatan,
2.    Pendidikan : apakah ada sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan
3.    Keamanan dan keselamatan di lingkungan tempat tinggal : apakah tidak menimbulkan stres
4.    Politik dan kebijakan pemerintah terkait kesehatan ; apakah cukup menunjang sehingga memudahkan komunitas mendapat pelayanan diberbagai  bidang termasuk kesehatan
5.    Pelayanan kesehatan yang tersedia untuk melakukan deteksi dini gangguan atau merawat atau memantau apabila gangguan sudah terjadi
6.    Sistem komunikasi ; sarana komunikasi apa saja yang  dapat dimanfaatkan di komunitas  tersebut untuk meningkatkan pengetahuan terkait dengan gangguan nutrisi (misal televisi, radio, koran, atau liflet yang diberikan kepada komunitas)
7.    Ekonomi : tingkat sosial ekonomi komunitas secara keseluruhan pakah sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR), sehingga upaya kesehatan yang diberikan dapat terjangkau (misalnya anjuran untuk konsumsi jenis makanan sesuai status ekonomi tersebut
8.    Rekreasi : apakah tersedia sarana, kapan saja dibuka, apakah biaya terjangkau oleh masyarakat (komunitas). Rekreasi ini hendaknya dapat digunakan komunitas untuk mengurangi stres.


2.1.5.2       Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian yang sesuai dengan data-data yang dicari, kemudian dikelompokkan dan dianalisis seberapa besar stresor yang mengancam masyarakat dan seberapa berat reaksi yang timbul pada masyarakat tersebut.
Berdasarkan hal tersebut diatas dapat disusun diagnosis keperawatan komunitas yang terdiri dari :
1.        masalah kesehatan,
2.        karakteristik populasi,
3.        karakteristik lingkungan

a.    Diagnosa Keperawatan Komunitas Berdasarkan Klasifikasi Masalah Menurut Omaha.
Diagnosa ini terdiri dari 4 klasifikasi masalah yaitu lingkungan, psikososial, fisiologis dan perilaku. Yang berhubungan dengan kesehatan & terdiri dari 40 macam masalah.
Klasifikasi Masalah Menurut Omaha
1.        Pemilikan lingkungan
A.  Pendapatan
B.  Sanitasi
C.  Pemukiman
D.  Keamanan pemukiman/tempat kerja
E.   Pemilikan psikososial
                                                                        i.          Komunikasi dengan sumber masyarakat
                                                                      ii.          Kontak sosial
                                                                    iii.          Perubahan peranan
                                                                    iv.          Hubungan antar anak
                                                                      v.          Kegelisahan agama
                                                                    vi.          Kesedihan
                                                                  vii.          Stabilisasi emosi
                                                                viii.          Sexualitas manusiawi
                                                                    ix.          Memelihara keorangtuaan
                                                                      x.          Anak/dewasa ditelantarkan
                                                                    xi.          Perlakuan salah terhadap anak/orang dewasa
                                                                  xii.          Pertumbuhan dan perkembangan
                                                                xiii.          Pemilikan fisiologis
a.    Pendengaran
b.    Penglihatan
c.    Berbicara dan bahasa
d.   Geligi
e.    Pengamatan
f.     Nyeri
g.    Kesadaran
h.    Kulit
i.      Neuromuskuloskeletal
j.      Respirasi
k.    Sirkulasi
l.      Digesti-hidrasi
m.  Fungsi perut
n.    Fungsi genitourinaria
o.    Ante partum/partum
p.    Pemilikan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan
1.    Nutrisi
2.    Pola istirahat tidur
3.    Aktifitas fisik
4.    Kebersihan perorangan
5.    Penyalahgunaan obat
6.    Keluarga berencana
7.    Penyelia pelayanan kesehatan
8.    Peraturan penulisan resep
9.    Teknis prosedur
Contoh rumusan diagnose keperawatan komunitas:
Pola nutrisi (gizi buruk) pada bayi dan balita di komunitas RW 5 Kelurahan Sumberejo b/d pola pemberian diet yang tidak tepat, sosial ekonomi yang kurang.



b.   Diagnosa Keperawatan Komunitas menurut Mueke (1984)
Komponennya meliputi:
1.    Masalah Sehat-Sakit
2.    Karakteristik populasi
3.    Karakteristik lingkungan
Contoh :
1.      Resiko masalah diantara komunitas dan lingkungan yang dimanifestasikan/didemonstrasi-kan oleh indikator kesehatan.
2.      Resiko terjadi diare di RW 02 b/d sumber air yang tidak memenuhi syarat, kebersihan perorangan kurang dimanifestasikan oleh: data-data yang menunjang, indikator kesehatan.
3.      Tingginya karies gigi di SD Sukamaju b/d kurang pemeriksaan gigi, flour air minum, dimanifestasikan 62% karies dengan inspeksi pada murid-murid SD Sukamaju

Perencanaan keperawatan komunitas disusun berdasarkan diagnose keperawatan yang telah ditetapkan. Komponen rencana keperawatan yang disusun harus mencakup:
Prioritas masalah, komponennya antara lain:
§  Diagnose
§  Sesuai dengan peran perawat
§  Jumlah yang beresiko
§  Besarnya resiko
§  Kemungkinan untuk pen.kes
§  Minat masyarakat
§  Kemungkinan untuk diatasi
§  Sesuai dengan program pemerintah
§  Sumber daya: tempat, peralatan, waktu, orang, dana
Kemudian dijumlahkan dengan skoring yang sudah disepakati

Menetapkan Skala Prioritas
Menetapkan skala prioritas dilakukan untuk menentukan tindakan yang lebih dahulu ditanggulangi karena dianggap dapat mengancam kehidupan masyarakat secara keseluruhan, dengan mempertimbangkan:
1.    Masalah spesifik yang mempengaruhi kesehatan masyarakat
2.    Kebijakan nasional dan daerah setempat
3.    Kemampuan dan sumber daya masyarakat
4.    Keterlibatan partisipasi dan peran serta masyarakat

Kriteria Skala Prioritas
1.    Perhatian masyarakat yang meliputi pengetahuan, sikap, keterlibatan emosi masyarakat terhadap masalah kesehatan yang dihadapi dan urgensinya untuk segera ditanggulangi.
2.    Prevalensi : yang menunjukkan jumlah kasus (masalah) yang ditemukan pada satu saat tertentu
3.    Beratnya masalah : adalah seberapa jauh masalah tersebut dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat
4.    Kemungkinan masalah untuk dikelola dengan cara mempertimbangkan berbagai alternative dalam cara-cara pengelolaan masalah yang menyangkut biaya, sumber daya yang tersedia, sarana dan prasarana yang ada serta kesulitan yang mungkin timbul dalam proses pelaksanaan dan cara-cara yang dipilih.

Tabel 5. Contoh perhitungan dalam menentukan skala Prioritas Masalah Perawatan Kesehatan MAsyarakat di RW 09 Kelurahan Pondok Labu Jakarta Selatan
No.
Masalah
Perhatian
Masyarakat
Poin
Prevalensi
Tingkat
Bahaya
Kemungkinan
Untuk
Dikelola
Nilai
Total
1.       
Malnutrisi
3
3
4
3
108
2.       
ANC yang kurang baik
3
2
4
2
48
3.       
imunisasi
2
3
4
2
38
4.       
Penyakit-Penyakit
TBC
3
2
4
4
96
Pneumonia
3
2
3
3
72
Kulit
3
2
3
2
36

Keterangan :
1.    Sangat tidak penting
2.    Tidak penting
3.    Kurang penting
4.    Penting
5.    Sangat penting/sangat besar

Cara perhitungan:
Nilai total didapatkan dengan mengalihkan semua nilai dari masing-masing criteria. Contoh TBC 3 x 2 x 4 x 4 = 96
Bobot yang tertinggi yang menjadi prioritas pertama dalam penanggulangan masalah

2.1.5.3       Perencanaan
Strategi yang digunakan mencakup proses kelompok, pendidikan kesehatan, dan kerjasama serta keterlibatan PSM (peranserta masyarakat) dalam memecahkan masalah kesehatan yang dihadapi diperlukan pengorganisasian komunitas yang dirancang untuk membuat suatu perubahan.  Pendekatan ini dirancang untuk mengembangkan masyarakat berdasarkan sumber daya dan sumber dana yang dimiliki serta kemampuan mengurangi hambatan yang ada. Selain itu untuk menumbuhkan kondisi, kemajuan sosial, dan ekonomi  masyarakat dengan partisipasi aktif masyarakat dan dengan penuh percaya diri dalam memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapi.
Didalam pelaksanaan pengembangan masyarakat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :
1.        Tahap persiapan. Dengan melakukan pemilihan daerah yang menjadi prioritas menentukan cara untuk berhubungan dengan masyarakat, mempelajari dan bekerja sama dengan masyarakat.
2.        Tahap pengorganisasian. Dengan persiapan pembentukan kelompok kerja kesehatan untuk menumbuhkan kepedulian terhadap kesehatan dalam masyarakat.
3.        Tahap Pendidikan dan latihan.
a.         kegiatan pertemuan teratur dengan kelompok masyarakat
b.         melakukan pengkajian
c.         membuat program berdasarkan masalah atau diagnosis keperawatan
d.        melatoh kader
e.         keperawatan langsung terhadap individu, keluarga, dan masyarakat
4.        Tahap Formasi Kepemimpinan.  Pada tahap ini peserta diberi dukungan, latihan, dan mengembangkan keterampilan kepemimpinan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan terhadap kegiatan pemeliharaan kesehatan.
5.        Tahap koordinasi intersektoral.  Kerja sama dengan sektor terkait dalam upaya memandirikan masyarakat.
6.        Tahap akhir.  Dengan melakukan supervisi atau kunjungan bertahap untuk mengevaluasi serta memberi umpan balik untuk perbaikan kegiatan kelompok kerja kesehatan lebih lanjut.

2.1.5.4       Pelaksanaan
Perawat bertanggung jawab untuk melaksanakan tindakan yang telah direncanakan yang meliputi :
1.        Bantuan untuk mengatasi masalah kurang nutrisi, mempertahankan kondisi seimbang atau sehat, dan meningkatkan kesehatan.
2.        mendidik komunitas tentang perilaku sehat untuk mencegah kurang gizi
3.        sebagai advokat komunitas (pendamping, pendukung, inovator, fasilitator dll) untuk sekaligus memfasilitasi terpenuhnya kebutuhan komunitas.

Pada kegiatan praktik keperawatan komunitas berfokus pada tingkat pencegahan yaitu :
1.    Pencegahan Primer. Yaitu Pencegahan sebelum sakit dan difokuskan pada populasi sehat, mencakup kegiatan kesehatan secara umum, dan perlindungan khusus terhadap penyakit. Contoh : imunisasi, penyuluhan gizi, simulasi, dan bimbingan dini dalam kesehatan keluarga.
2.    Pencegahan Sekunder. Yaitu kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya perubahan derajat kesehatan masyarakat dan ditemukan masalah kesehatan. Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnosa dini dan tindakan untuk menghambat proses penyakit.  Contoh mengkaji keterbelakangan tumbuh kembang anak, memotivasi keluarga untuk melakukan pemeriksaan kesehatan seperti mata, gigi, telinga dll.
3.    Pencegahan Tersier. Yaitu kegiatan yang menekankan pengembalian individu pada tingkat berfungsinya secara optimal dari ketidakmampuan keluarga.  Contoh : membantu keluarga yang mempunyai anak dengan risiko kekurangan gizi untuk melakukan pemeriksaaan secara teratur ke Posyandu.

2.1.5.5       Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian terhadap program yang telah dilaksanakan dibandingkan dengan tujuan semula dan dijadikan dasar untuk memodifikasi rencana berikutnya. Evaluasi yang dilakukan dengan menggunakan konsep :
1.        Evaluasi struktur
2.        Evaluasi proses
3.        Evaluasi hasil
Sedangkan  fokus dari evaluasi pelakasanaan askep komunitas adalah :
1.        relevansi atau hubungan antara kenyataan yang ada dengan target pelaksanaan
2.        perkembangan atau kemajuan proses ; kesesuaian dengan perencanaan, peran staf atau pelaksana tindakan, fasilitas dan jumlah peserta
3.        efisiensi biaya. Bagaimanakah pencarian sumber dana dan penggunaannya serta keuntungan program.
4.        efektivitas kerja. Apakah tujuan tercapai dan apakah klien atau masyarakat puas terhadap tindakan yang dilaksanakan
5.        Dampak. Apakah status kesehatan meningkat setelah dilaksanakan tindakan, apa perubahan yang terjadi dalam 6 bulan atau 1 tahun.
Secara garis besar, Proses evaluasi meliputi :
1.        menilai respons verbal dan nonverbal komunitas setelah intervensi dilakukan.
2.        mencatat adanya kasus baru yang dirujuk ke rumah sakit.


2.2         PROGRAM EVALUASI
Ada beberapa cara untuk evaluasi, yang menggabungkan ukuran kualitatif dan kuantitatif dari proses perubahan. Selain itu, biaya perawatan kesehatan memerlukan penafsiran dalam hal efektivitas biaya. Beberapa perawat menggunakan struktur model, proses, dan faktor hasil dalam  pendekatan evaluasi. Lainnya menggunakan model formatif dan sumatif evaluasi atau model tujuan dan sistem  (Tinkham Voorhies, & McCarthy, 1984).

Valuasi dan teori energi
Evaluasi adalah langkah terakhir dalam proses keperawatan, perhatian atau tindakan yang menetapkan terpenuhi atau tidaknya suatu tujuan. Dari kerangka energi refrence, pertanyaannya adalah ada atu tidak  intervensi energi yang efektif dalam membentuk atau membangun kembali keseimbangan untuk energi perhatian khusus di masyarakat. Salah satu untuk menjawab pertanyaan dengan mengevaluasi perubahan “hasil” bagian dari diagnosa keperawatan. Misalnya, dengan menggunakan bayi diagnosa resiko tinggi kematian, yang mengakibatkan sebagian dari diagnosis mengidentifikasi dampak dari defisit energi masyarakat dan termasuk faktor-faktor seperti tingkat kematian bayi lebih dari pada orang sehat 2000 (Departemen Kesehatan dan Pelayanan Manusia Amerika Serikat, 1991 ) tujuan dan 75%ibu menggunakan alat kesehatan dan kegiatan pencegahan selama kehamilan. Melakukan intervensi energi diarahkan menuju “kenapa” merupakan bagian dari perubahan.
Evaluasi, langkah terakhir dalam proses keperawatan, prihatin apakah atau tidak menetapkan tujuan terpenuhi. Dari kerangka energi refrence, pertanyaannya adalah apakah atau tidak intervensi energi yang efektif dalam membentuk atau membangun kembali keseimbangan energi untuk perhatian khusus di masyarakat. Salah satu cara untuk menjawab pertanyaan mungkin akan mengevaluasi changer di "dihasilkan-in" bagian dari diagnosis keperawatan. Misalnya, dengan menggunakan bayi tinggi kematian diagnosis yang disajikan dalam bab 7, yang mengakibatkan sebagian dari diagnosis mengidentifikasi dampak dari defisit energi masyarakat dan termasuk faktor-faktor seperti tingkat kematian bayi lebih tinggi dari negara dan bangsa, tingkat hight daripada orang sehat 2000 (Departemen kesehatan Amerika Serikat ang Human Services, 1991) tujuan, dan thagt 75% ibu memberikan yang unware promosi kesehatan dan kegiatan pencegahan selama kehamilan. Melakukan intervensi energi diarahkan menuju "karena ke" bagian dari perubahan causea diagnosis dalam defisit energi sehingga lebih seimbang seperti yang diidentifikasi oleh tingkat yang yang lebih dekat dengan negara dan tingkat nasional dan Rakyat Sehat 2000 tujuan. Dan jangan lebih banyak perempuan tahu tentang promosi kesehatan dan pencegahan selama pregnency? Jika saldo masyarakat telah dicapai di daerah ini, masalah kesehatan dapat dihapus dari pertimbangan pada saat ini. Jika tidak, harus ada penilaian ulang masalah.
2.2.1        Definisi dan Konsep
Evaluasi program
Menurut Potton (1986), evaluasi program adalah “kumpulan sistematis informasi tentang kegiatan, karakteristika, dan hasil dari program untuk digunakan oleh orang-orang tertentu untuk mengurangi ketidakpastian, meningkatkan evektifitas”. Veney dan Kaluzy (1991)  mengatakan bahwa tujuan utama evaluasi program adalah untuk menentukan relevansi program, kemajuan, efisiensi, efektivitas, dan dampak pada klien. Menurut Posavac dan Carey (1989), evaluasi mencakup metode yang menentukan apakan suatu layanan atau program yang dibutuhkan dan mungkin untuk digunakan, apakah itu dilakukan secara terencana, dan apakah itu benar-benar membantu orang-orang itu dimaksudkan untuk membantu.

Struktur, proses, dan hasilnya
Menurut Donabedian (1966), standar struktur adalah mereka yang menilai lingkungan di mana perawatan disediakan dan termasuk penilaian faktor seperti kerangka organisasi, ketersediaan sumber daya, kualitatif anggota staf, dan kepatuhan terhadap mandat hukum. Standar proses mengidentifikasi bagian perawatan haarus diserahkam dan fokus pada kegiatan penyedia layanan kesehatan. Menurut  America Nursing Association, standar keperawatan kesehatan masyarakat menentukan apakah peleyanan kesehatan yang diberikan adalah untuk kelompok. Hasil evaluasi standar klien dan mengevaluasi apa yang klien pelajari, apa yang dilakukan, atau efek dari intervensi pada statistik agregat. 2000 rakyat hidup sehat  adalah ukuran hasil agregat.

2.2.2        Evaluasi Formatif dan Sumatif
2.2.2.1           Evaluasi formatif
Sebuah evaluasi formatif menganalisis kegiatan yang sedang berlangsung sehari-hari dan fungsi program yang berfokus pada pengumpulan data jangka pendek untuk meningkatkan program. Sebagai contoh, sebuah klinik keperawatan dapat dijadwalkan di sebuah penampungan tunawisma pukul 10.00 sampai 14.00. Jika beberapa klien hadir, penilaian situasi dapat menentukan bahwa mereka semua di sekolah belajar keterampilan pekerjaan atau bekerja selama jam tersebut. Akibatnya, klinik dapat dijadwalkan ulang untuk jam malam ketika klien berada di penampungan dan dapat menghadiri.
2.2.2.2           Evaluasi sumatif
Sebuah evaluasi sumatif menganalisi kegiatan dengan efek jangka panjang dari program ini untuk menjawab pertanyaan mengenai perubahan dalam kesehatan pengetahuan, sikap dan praktek para peserta. Sebagai contoh, berikut kelas tentang gizi. Presenter mungkin menentuka apakah klien lebih tinggi dari sebelumnya dapat memilih makanan untuk jangka waktu 24jam.


2.2.3        Program untuk evaluasi
Posavac dan Carey (1989) mengidentifikasikan enam langkah yang berguna untuk evaluasi program berkelanjutan. Pertama, kita harus mengidentifikasi orang-orang yang relevan untuk dimasukan dalam proses evaluasi, seperti program personil, klien, sponsor, dan tokoh masyarakat. Selanjtnya, pertemuan harus diatur untuk mendiskusikan apakah evaluasi yang tepat dan diinginkan atau tidak. Jika evaluasi yang diinginkan, jenis dan frekuensi evaluasi dan sumber untuk melaksanakannya harus ditentukan. Diskusi ini mengarah pada langkah ketiga, yang melibatkan keputusan akhir tentang apakah evaluasi akan dilakukan atau tidak dan yang mungkin merupakan keputusan administratif berdasarkan ketersediaan sumber daya atau kebutuhan masyarakat diidentifikasi. Langkah keempat melibatkan tinjauan literatur elevant untuk menentukan metode dan teknik yang tepat. Langkah kelima, metode untuk evaluasi diputuskan. Langkah keenam, melibatkan menulis rencana untuk evaluasi.

2.2.4        Pertanyaan evaluasi selama tahap-tahap dari proses keperawatan
Pertanyaan evaluasi tertentu harus diminta selama langkah-langkah perencanaan dan pelaksanaan dalam proses keperawatan.
2.2.4.1       Pertanyaan tentang perencanaan
Sebuah pertanyaan penting selama perencanaan melibatkan kebutuhan untuk program tersebut dan apakah harus dikembangkan atau tidak. Apakah kebutuhan penduduk dan program akan memenuhi kebutuhan yang diidentifikasi? Pertanyaan lain melibatkan ketepatan dari setiap alat yang digunakan, jika pamflet harus didistribusikan atau jika program televisi atau radio disajikan, materi harus tepat untuk audience yang dituju. Isu kesesuaian antara akurasi bahan; ketepatan dari bahasa yang digunakan apakah dapat diinterpretasikam oleh audience yang dituju, dan daya tarik umum materi. Masalah ini jatuh di bawah evaluasi formatif, diidentifikasikan diatas.
Metode untuk mengevaluasi kesesuaian materi meliputi panel ahli atau wawancara mendalam. Panel ahli dapat mengomentari keakuratan bahan dan individu dari kelompok sasaran dapat membaca materi untuk pemahaman.
2.2.4.2       Pertanyaan tentang implementasi
Metode program
Beberapa pertanyaan tentang evaluasi terjadi selama tahap pelaksanaan. Satu pertanyaan apakah program ini diimplementasikan atau tidak seperti yang direncanakan. Karena semua aspek pelaksanaan tidak mungkin untuk mengevaluasi, aspek-aspek yang akan diperiksa harus diidentifikasi. Evaluasi ini penting agar orang lain yang ingin mereplikasi program akan tahu persis apa yang dilakukan dan bagaimana. Ini merupakan pemantauan pelaksanaan program mungkin termasuk meninjau catatan atau mungkin melibatkan menciptakan catatan yang baru untuk merekam data. Data tentang program juga dapat diperoleh untuk wawancara dengan klien atau dari interaksi secara langsung.
Pertanyaan evaluasi yang lain adalah apakah program ini menjangkau audiens yang tepat sasaran atau tidak. Jika tidak, mengapa gagal mencapai? Untuk program yang disajikam di lokasi tertentu, data yang ada mungkin berguna untuk menjawab pertanyaan pertama. Media massa atau jenis lain dari program mungkin memerlukan survei untuk menjawab pertanyaan. Jika narasumber mengetahui segmen populasi yang mungkin telah diharapkan untuk berpartisipasi dalam program, survei dari kelompok ini mungkin menjawab pertanyaan yang gagal, data yang dikumpulkan dari mereka yang gagal berpartisipasi mungkin menjawab pertanyaan tentang kesadaran program mereka, daya tarik dan waktu program, dan kebutuhan yang dirasakan untuk program tersebut.
Pertanyaan evaluasi yang lain berkaitan dengan statistik dengan program mereka. Meskipun data ini biasanya bisa terhadap jawaban positif (Stipak, 1982), kepuasaaakan mempengaruhi hasil. Namun, hasilnya harus dievaluasi secara hati-hati.
Pertanyaan lain berhubungan dengan kepatuhan klien terhadap persyaratan program. Misalnya, mereka menghadiri kelas atau membaca materi didistribusikan? Jika tidak, perubahan mungkin perlu dibuat dalam metode yang digunakan. Pertanyaan lain yang berkaitan dengan aspek yang berbeda dari program mungkin perlu dimasukkan tergantung pada program khusus. Di atas adalah contoh dari pertanyaan yang relevan tentang metode pelaksanaan program.
Hasil program
Suatu daerah penting evaluasi melibatkan keluar program berasal dari ada tidaknya efek program itu dilaksanakan. Variabel hasil mungkin sulit untuk mengidentifikasi karena efek berbagai intervensi yang direncanakan. Sebagai contoh, sebuah program berhenti merokok bagi ibu hamil dapat mempengaruhi  pengetahuan ibu, pola merokok ibu, berat lahir bayi, atau kematian bayi, dan hasil program dapat mencakup variabel tersebut. Berbagai pertanyaan mengenai kesehatan dari fakta ilmiah yang dihasilakan, kebutuhan badan program untuk data, atau biaya yang terlibat dalam menggunakan satu variabel hasil di atas yang lain harus dijawab. Aspek lain hasil program dan beberapa variabel yang dapat digunakan untuk mengukur hasil dibahas selanjutnya.

2.2.5        Variabel hasil untuk mengukur perubahan masyarakat
Banyak intervensi yang diusulkan untuk perawat praktek lanjutan melibatkan perubahan untuk bagian signifikan dari masyarakat saat menggunakan pendekatan bertingkat. Jadi, mengukur perubahan masyarakat dan variabel untuk melihat hasil masyarakat yang penting. Beberapa diantaranya dibahas dibawah ini.

Evaluasi intervensi multilevel
Thompson and Kinne (1990) mengusulkan bidang-bidang berikut untuk evaluasi:
a.       perubahan individu,
b.      perubahan subsistem masyarakat,
c.       perubahan keterkaitan masyarakat,
d.      perubahan total masyarakat, seperti perubahan dalan norma dan katup.
Perubahan individu dapat dievaluasi survei untuk menentukan berapa banyak individu yang dipengaruhi oleh intervensi. Perubahan ini dapat dievaluasi dalam jangka kesadaran dari, pengetahuan tentang, dan partisipasi dalm program ini, serta setiap perubahan (kognitif, psikomotor) dalam perilaku mencatat.
Organisasi dan kelompok adalah unit yang berguna untuk mengukur variabel hasil perubahan. Area perubahan untuk evaluasi perubahan :
a.       kebijakan yang terkai dengan program ini,
b.      dukungan organisasi atau kelompok untuk program tersebut,
c.       partisipasi program,
d.      kegiatan lain yang menunjukan keterlibatan dengan program.

Mengukur perubahan dalam keterkaitan antara subsistem masyarakat dapat diidentifikasi dengan tingkat perubahan dalam organisasi masyarakat involment satu sama lain atau keterhubungan sosial mereka. Area perubahan meliputi :
a.       pembangunan koalisi,
b.      berpartisipasi dalam papan masyarakat dan gugus tugas oleh subsistem,
c.       keterlibatan dalam kegiatan ditingkat masyarakat oleh subsistem.

Seluruh hasil sistem dapat dinilai dengan perubahan norma-norma atau nilai-nilai masyarakat. Area evaluasi meliputi :
a.       perubahan dalam kebijakan masyarakat yang berhubungan dengan program (misalnya merokok),
b.      prosedur enforsement di masyarakat,
c.       pergeseran norma seperti yang dirasakan oleh masyarakat dari kedua individu dan tingkat subsistem,
d.      perubahan eksternal seperti kondisi baru dan hukum nasional.

2.2.6        Komponen evaluasi
Komponen evaluasi meliputi (a) relevansi, perlu untuk program tersebut, (b) kemajuan, evaluasi kegiatan untuk memenuhi sasaran yang ditetapkan, (c) efisiensi, hasil dari program dalam kaitannya dengan biaya, (d) efektivitas, kemampuan program untuk memenuhi hasil tujuan didirikan hasil program, (e) dampak atau perubahan jangka panjang terlihat pada populasi program (Kaluzy & Veney 1991).
Relevansi termasuk pertanyaan tentang perlunya program atau kegiatan. Hal ini sering lebih penting untuk melihat relevansi ada daripada program baru. Sebagai contoh, seperti program skrining racun timbal didirikan sebagai hasil dari kebutuhan masyarakat diidentifikasi. Kemudian, mungkin terus selama bertahun-tahun tanpa mengevaluasi relevansinya. Dengan demikian, evaluasi berkala kebutuhan program atau relevansi perlu. Program baru kemudian dapat terhambat karena staf atau keterbatasan anggaran. Dalam hal demikian, sumber daya dari sebuah program yang tidak lagi relevan mungkin diarahkan untuk memenuhi kebutuhan diidentifikasi baru.
Kemajuan melibatkan pemantauan kegiatan program, seperti jam pelayanan, jumlah penyedia yang digunakan, jumlah penyerahan yang dibuat, atau nomer yang diharapkan klian berpartisipasi dalam program ini. Ini merupakan evaluasi formatif berkelanjutan memungkinkan penilaian dan tepat perubahan dalam program sehari-hari.
Efisiensi mengacu pada biaya dan manfaat program. Ini menentukan apakah manfaat program tersebut menjamin biaya yang terlibat untuk staf, bahan, dan sebagainya. Sebuah pertanyaan penting berkaitan dengan efisiensi adalah apakah program telah disediakan dana.
Evektifitas mengacu pada seberapa baik tujuan program bertemu dan tingkat kepuasan klien dan penyedia. Ini menjawab pertanyaan tentang kepuasan klien dengan progran dan kepuasan provider dengan keterlibatan klien dengan kegiatan yang dilaksanakan. Hal ini segera dievaluasi, jsnhks pendek atau formatif. Pembaca disebut tentang evaluasi hasil untuk informasi tambahan.
Evaluasi dampak berkaitan dengan hasil jangka panjang dari program ini. Ini terlihat pada perubahan perilaku, perubahan mordibitas dan mortalitas, dan perubahan lain yang dihasilakan dari program ini
2.2.6.1       Evaluasi hasil
Selain variabel hasil hanya disebutakan, beberapa orang lain sangat penting. Dua refrensi dari hasil evaluasi yang mungkin berguna bagi pembaca . lorig et. al(1996) dan Schalock (1995). 
2.2.6.2       Perubahan perilaku atau keterampilan
Salah satu hasil dari intervensi kesehatan adalah perubahan perilaku atau keterampilan. Dalam hal ini, narasumber terkait pada proporsi penduduk yang berubah perilakunya sebagai hasil dari intervensi yang disediakan. Jawaban dapat diperoleh dengan survei (kuesioner atau wawancara). Meskipun data yang mungkin tidak sepenuhnya akurat karena kesalahan manusia. Pengamatan mengikuti survei yang mahal dan memakan waktu dan karena itu tidak selalu praktis. Ketika seseorang melakukan tindakan yang konsisten dengan pengetahuan saat ini, tindakan yang dianggap terampil. Kita belajar untuk mempersiapkan formula untuk bayi yang baru lahir, memberikan suntikan untuk diabetes. Keterampilan ini dapat diajarkan dalam kelompok dan dapat dievaluasi berdasarkan pengamatan terhadap demonstrasi kembali.
2.2.6.3       Sikap
Hasil lain mengukurnya perubahan adalah sikap. Sikap adalah pendapat dari perfensi tentang ide-ide. Sikap dapat mempengaruhi individu untuk memilih satu tindakan di atas yang lain dan penting bagi perawat. Misalnya, sikap masyarakat bahwa kegiatan promosi kesehatan mengurangi biaya masyarakat untuk perawatan sakit dapat mempengaruhi subsistem ekonomi menjadi setengah dari pencegahan.
Sikap tentang kesehatan dan perilaku kesehatan dapat diubah oleh pengalaman yang direncanakan. Mengukur sikap sebelum dan setelah intervensi komunitas akan menentukan efektivitas program. Perubahan sikap tersebut dapat berperan penting dalam mewujudkan perubahan perilaku yang mempengaruhi tingkat yang lebih tinggi kesehatannya.
2.2.6.4       Status kesehatan
Sebuah perubahan status kesehatan masyarakat adalah tujuan dari banyak intervensi. Program ini sering mencoba untuk mempengaruhi tingkat kematian prematur, cacat, cedera, mordibilitas, dan mortalitas. Beberapa penekanan telah di kesehatan yang positif menggunakan ukuran seperti presentase dari populasi yang mempraktikan seks yang aman, berhenti dari merokok, atau berolahraga secara teratur. Beberapa ukuran hasil pada orang kesehatan tahun 2000 fokus pada faktor-faktor positif tersebut.

2.2.7        Metode ceramah untuk mengevaluasi program
2.2.7.1       Studi kasus
Studi kasus adalah salah satu pendekatan untuk mengevaluasi kecukupan program. Sebuah studi kasus dapat memulai setiap titik dalam proses implementasi. Ini berfokus pada data program kegiatan diperoleh dengan observasi, laporan peninjau, personil wawancara atau klien menggunakan terstruktur atau tidak terstruktur format, atau menggunakan kuesioner.
Metode ini berguna untuk menjawab pertanyaan relevansi. Misalnya, dengan mendapatkan data dari penyedia klien, elevator dapat menentukan derajat yang mana program ini memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini juga membahas kemajuan dengan mengamati kegiatan program yang ditawarkan dan menbandingkannya dengan program yang telah direncanakan. Efektivitas biaya lebih sulit untuk mengevaluasi dengan pendekatan metode kusus.
2.2.7.2       Survey
Survei mencakup kuesioner dan wawancara personal dan berguna dalam menggambarkan (deskriptif survey) atau menganalisis hubungan (surey analitik). Mereka mungkin menggambarkan kebutuhan program (deskriptif). Data deskriptif dapat digunakan untuk analisis juga. Contoh, data deskriptif usia, ras, dan jenis kelamin dapat dianalisis dalam kaitannya dengan pengendalian hipertensi.
Survey berguna untuk menjawab pertanyaan tentang perlunya program atau relevansinya ketika persepsi penyedia klien, dan manajer diminta. Kemajuan juga dapat dievaluasi, efisiensi, efektivitas, dan dampaknya lebih sulit untuk menentukan dengan survey.
2.2.7.3       Monitoring evaluasi program
Beberapa metode telah dikembangkan untuk memantau kemajuan kegiatan atau untuk menentukan seberapa baik urutan program mengikuti rencana yang telah ditetapkan. Pemantauan biasanya mengikuti tujuan disusun secara berurutan dengan waktu yang ditentukan untuk setiap kegiatan yang akan selesai. Contoh metode pemantauan meliputi teknik tinjauan evaluasi program. Metode lain termasuk grafik Gant dan metode jalur kritis. Grafik monitoring yang berguna untuk mengevaluasi kemajuan program karena mereka mengidentifikasi apakah kegiatan sesuai jadwal dan dalam anggaran yang ditetapkan. Metode ini juga dapat digunakan untuk mengukur efisiensi program dengan mendirikan biaya sumber daya perklien. Dampak dari program atau relevansi dievaluasi dengan metode ini.
2.2.7.4       Study evaluasi eksperimental
Desain eksperimental dapat menentukan dampak program dengan menentukan ada atau tidak membuat perbedaan. Metode ini menentukan hasil dari program dalam hal perubahan perilaku kesehatan. Sikap, mordibilitas, mortalitas, dan sebagainya. Meskuipun ada masalah dalam menerapkan rancangan percobaan (pengacakan, kontrol, dan kelompok belajar) itu adalah cara terbaik untuk mengukur pengaruh atau untuk mendapatkan data sumatif. Ini juga merupakan metode yang baik untuk mengevaluasi program. Hal ini tidak berguna untuk mengevaluasi kemajuan atau efisiensi.


2.3         ASUHAN PEKA BUDAYA
Perawat kelompok budaya yang beragam telah menjadi fokus keperawatan dari awal. Pada awal tahun 1893, perawat di New York City memulai keperawatan kesehatan masyarakat, dan mereka menyediakan perawatan di rumah bagi imigran, terutama pendatang baru. Karena perawat bukan berasal dari latar belakang budaya yang sama dengan imigran, mereka harus berurusan dengan perbedaan budaya antara diri mereka sendiri dan orang dalam perawatan mereka.
Data dari sensus tahun 2000 menunjukkan pergeseran yang lebih besar daripada sebelumnya dalam demografi penduduk. Pada tahun 1990, orang kulit putih di 70 dari 100 largets kota di Amerika Serikat mewakili lebih dari 50% dari populasi, mereka sekarang menjadi mayoritas di 52 kota. Pola dari Populasi pada penurunan orang kulit putih, peningkatan tajam dalam Asia, dan peningkatan dalam Amerika keturunan Afrika. Perubahan ini mencerminkan masyarakat yang semakin beragam berkaitan dengan kelompok ras dan etnis. Akibatnya, perbedaan yang signifikan dalam keyakinan tentang kesehatan dan penyakit menjadi jelas antara berbagai kelompok. Perawat yang ingin merefleksikan klien mereka keyakinan kesehatan dan penyakit saat diintervensi untuk mempromosikan dan memelihara kesehatan menghadapi banyak tantangan.
Perawat perlu tahu kedua patofisiologi penyakit dan pandangan budaya yang mempengaruhi persepsi. Menurut Trossman, tenaga kerja keperawatan sangat putih (90%). Afrika Amerika account untuk 4,2%, Asia atau Kepulauan Pasifik membentuk 3,4%, 1,6% Hispanik, dan penduduk asli Amerika atau Pribumi Alaska 0,05% dari tenaga kerja keperawatan. Jelas, jumlah recially dan etnis yang beragam perawat yang tersedia untuk memberikan perawatan tidak mencukupi.
Bab ini menyediakan perawat yang berorientasi komunitas dengan strategi untuk memberikan asuhan keperawatan yang kompeten secara budaya. Seorang perawat yang peduli untuk klien (individu, kelompok, termasuk keluarga, dan masyarakat) yang secara budaya berbeda dari perawat sehingga akan mampu menerapkan strategi yang bermanfaat dan tepat. Dalam bab ini, penekanan pada empat kelompok: Afrika Amerika, Asia, Hispanik, dan penduduk asli Amerika. Tidak hanya ada banyak budaya dan etnis keragaman yang ada di dalam dan di antara kelompok-kelompok ini, tetapi juga mereka konsisten diidentifikasi dalam literatur sebagai memiliki kesulitan lebih ekonomis, perawatan kesehatan yang kurang dapat diakses, dan kesehatan yang lebih buruk dibandingkan kelompok lain.
2.3.1        Budaya, Ras, dan Etnis
Konsep budaya, ras, dan etnis memainkan peran yang kuat dalam memahami perilaku manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, ketiga istilah ini sering digunakan secara tidak benar. Perawat axpected untuk memahami arti dari setiap saat memberikan pelayanan kesehatan yang kompeten secara budaya untuk klien dari beragam budaya.
2.3.1.1           Budaya
Budaya adalah seperangkat keyakinan, nilai, dan asumsi tentang kehidupan yang banyak diadakan di antara sekelompok orang dan yang ditransmisikan intergerationnally. Budaya adalah sebuah proses dinamis yang berkembang dari waktu ke waktu dan resisten terhadap perubahan. Dibutuhkan bertahun-tahun bagi individu untuk menjadi cukup akrab dengan nilai baru untuk itu untuk menjadi bagian dari budaya mereka. Sebagai tanggapan terhadap kebutuhan anggotanya dan lingkungan, budaya menyediakan solusi diuji untuk masalah kehidupan.
Individu belajar tentang budaya mereka selama proses pembelajaran bahasa dan menjadi disosialisasikan, biasanya sebagai anak-anak. Orang tua dan keluarga, sumber yang paling penting untuk transfer tradisi, mengajar baik perilaku axplicit dan implisit dari budaya. Perilaku eksplisit, seperti bahasa, jarak interpersonal, dan berciuman di depan umum, dapat diamati dan memungkinkan individu untuk mengidentifikasi diri dengan orang lain dari budaya. Dengan cara ini, orang-orang berbagi tradisi, adat, dan gaya hidup dengan orang lain. Perilaku implisit kurang terlihat dan termasuk cara individu memandang kesehatan dan penyakit, bahasa tubuh, perbedaan dalam ekspresi bahasa, dan penggunaan judul. Perilaku ini yang halus dan banyak sulit bagi orang untuk mengartikulasikan, namun mereka sangat banyak bagian dari budaya. Misalnya, menunda untuk orang dewasa, berdiri ketika mereka Anter ruangan, atau menawarkan mereka duduk menunjukkan nilai budaya yang berkaitan dengan orang dewasa.
Contoh lain dari aspek implisit budaya adalah penggunaan bahasa untuk berkomunikasi. Misalnya, dalam satu budaya tanda mungkin membaca "Tidak merokok diizinkan". Dalam budaya lain tanda mungkin membaca "terima kasih untuk tidak merokok". Mantan Pernyataan merupakan budaya yang menghargai keterusterangan, sedangkan nilai kedua indirectness. Setiap kebudayaan memiliki struktur organisasi untuk apa anggota kelompok budaya menentukan sebagai perilaku yang tepat atau tidak. Unsur-unsur organisasi budaya telah dijelaskan oleh Andrews dan Boyle (2003). Elemen organisasi tersebut termasuk praktik membesarkan anak, praktik keagamaan, struktur keluarga, ruang, dan komunikasi. Dalam hal bahasa, ada ekspresi idiomatik unik untuk setiap bahasa. Adalah penting bahwa perawat mengetahui unsur-unsur organisasi untuk memberikan perawatan yang tepat kepada orang-orang dari beragam budaya. Ini tidak berarti, bagaimanapun, bahwa seseorang harus mengabaikan atau gagal untuk memasukkan individualitas setiap orang dalam budaya apapun ketika mengembangkan rencana perawatan. Sama seperti semua budaya tidak sama, semua individu dalam suatu budaya yang tidak sama. Setiap individu harus dipandang sebagai manusia yang unik dengan perbedaan yang dihormati. Kotak 7-1 summariez faktor yang mungkin berkontribusi terhadap perbedaan individu dalam budaya.

2.3.1.2           Ras
Ras terutama klasifikasi sosial yang bergantung pada tanda-tanda fisik seperti warna kulit untuk mengidentifikasi keanggotaan kelompok. Individu mungkin dari ras yang sama tapi dari budaya yang berbeda. Misalnya, Afrika Amerika, yang mungkin telah lahir di Afrika, Karibia, Amerika Utara, atau di tempat lain, adalah kelompok heterogen, namun mereka sering dipandang sebagai budaya dan ras homogen. Konsekuensi sering ini adalah bahwa banyak perbedaan budaya individu karakteristik ras yang sama. Hal ini sering mengaburkan pemahaman kelompok ini budaya yang beragam.
Faktor lain yang menyoroti pentingnya mengurangi ras dibandingkan dengan identitas etnis adalah keluarga antar-ras. Perubahan fisik pada generasi biracial dan multiras menyebabkan perubahan dalam penampilan fisik individu dan membuat balapan kurang penting dalam identitas etnis. Di Amerika Serikat, childern orang tua biracial ditugaskan ras ibu.

2.3.1.3           Etnis
Etnis adalah perasaan bersama peoplehood antara sekelompok individu. Etnis mencerminkan keanggotaan budaya dan didasarkan pada individu berbagi pola budaya yang sama (seperti keyakinan, nilai-nilai, kebiasaan, perilaku, dan tradisi) yang dari waktu ke waktu membuat sejarah umum yang sangat resisten terhadap perubahan. Etnis merupakan karakteristik mengidentifikasi budaya, seperti ras, agama, atau asal nasional. Hal ini dipengaruhi oleh pendidikan dengan individu dari kelompok etnis lain selain sendiri. Oleh karena itu ada hubungan timbal balik antara individu dan masyarakat. Anggota kelompok etnis menyerah aspek identitas dan masyarakat mereka ketika mereka mengadopsi karakteristik identitas kelompok. Namun, ketika ada identitas etnis yang kuat, kelompok mempertahankan nilai-nilai, keyakinan, perilaku, praktek, dan cara pemikiran yang.


2.3.2        Kompetensi Budaya
Banyak orang yang diajarkan oleh dan memiliki pengetahuan tentang budaya dominan. Selama orang itu beroperasi dalam budaya tersebut, respon terjadi tanpa berpikir untuk berbagai situasi dan tidak memerlukan pemeriksaan konteks budaya. Namun, dalam iklim saat ini multikulturalisme, ada peningkatan penekanan dari penyedia layanan kesehatan dan organisasi bagi perawat untuk memberikan kualitas dan efektif perawatan. Sebagai contoh, seorang imigran Meksiko baru-baru ini yang berbicara sedikit bahasa Inggris pergi ke pusat kesehatan masyarakat karena infeksi saluran kemih. Perawat memahami bahwa dia harus menggunakan strateries yang akan memungkinkan dia untuk berkomunikasi secara efektif dengan klien, klien memiliki hak untuk menerima perawatan yang efektif, untuk menilai apakah dia telah menerima perawatan yang dia inginkan, dan untuk follom dengan tindakan yang tepat jika dia tidak menerima perawatan yang diharapkan. Perawatan budaya kompeten disediakan tidak hanya bagi individu dari kelompok minoritas ras atau etnis tetapi juga untuk individu yang tergabung dalam kelompok diselenggarakan bersama oleh faktor-faktor seperti usia, agama, orientasi seksual, dan status sosial ekonomi. Perawat harus kompeten secara budaya untuk memberikan asuhan keperawatan yang memenuhi kebutuhan orang-orang ini.
Kompetensi budaya pada perawat adalah kombinasi dari perilaku budaya kongruen, sikap praktek, dan kebijakan yang memungkinkan perawat untuk bekerja secara efektif dalam situasi lintas budaya. Perawat budaya kompeten berfungsi secara efektif ketika merawat cliens dari budaya lain. Kompetensi budaya mencerminkan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi dari sensitivitas budaya, yang pernah dianggap semua yang diperlukan bagi perawat untuk secara efektif merawat klien mereka.
Asuhan keperawatan budaya kompeten dipandu oleh empat prinsip (AAN Expert Panel, 1992) :
1.        Perawatan ini dirancang untuk klien tertentu
2.        Perawatan didasarkan pada keunikan budaya seseorang dan termasuk norma-norma budaya dan nilai-nilai
3.        Perawatan mencakup strategi pemberdayaan diri untuk memfasilitasi pengambilan keputusan klien dalam perilaku kesehatan
4.        Perawatan disediakan dengan sensitivitas dan didasarkan pada keunikan budaya klien

Perawat harus kompeten secara budaya untuk sejumlah alasan. Pertama, budaya perawat sering berbeda dari klien. Perawat datang dari berbagai latar belakang budaya dan memiliki tradisi budaya mereka sendiri. Setiap perawat memiliki seperangkat unik pengalaman budaya yang memberikan makna dan pemahaman perilaku nya. Karena profesi keperawatan merupakan subsistem dari sistem perawatan kesehatan AS, perawat juga membawa keyakinan biomedis dan nilai-nilai lingkungan praktek yang mungkin berbeda dari keyakinan dan nilai-nilai klien. Karena keyakinan dan nilai yang berbeda, ketika klien dan perawat berinteraksi mereka mungkin memiliki pemahaman yang berbeda tentang arti masalah dan ide yang berbeda tentang apa yang harus dilakukan untuk mempromosikan dan melindungi kesehatan. Dalam situasi ini, kompetensi budaya membantu perawat menggunakan strategi bahwa nilai-nilai hormat klien dan harapan tanpa mengurangi nilai-nilai perawat sendiri dan axpectations.
Kedua, perawatan yang tidak kompeten secara budaya lebih lanjut dapat meningkatkan biaya perawatan kesehatan dan mengurangi kesempatan bagi hasil klien yang positif. Kegagalan secara efektif untuk merespon kebutuhan kesehatan dan preferensi budaya dan bahasa beragam individu diantaranya :
1.        Meningkatkan keterlambatan dalam mencari perawatan klien
2.        Menciptakan hambatan sebagai perawat mencoba untuk mendapatkan informasi untuk membuat diagnosis yang tepat dan mengembangkan rencana pengobatan yang efektif
3.        Menghambat komunikasi yang efektif antara klien dan perawat
Dalam iklim saat ini kendala ekonomi, industri perawatan kesehatan difokuskan pada efektivitas biaya, yang berarti menyeimbangkan biaya dan kualitas. Kualitas pelayanan berarti bahwa hasil kesehatan yang positif yang dicapai. Perawatan yang tidak terfokus pada nilai-nilai dan ide-ide klien cenderung meningkat biaya dan mengurangi kualitas. Misalnya, ketika klien menggunakan kedua obat tradisional dan obat-obatan tradisional Barat dan perawat gagal untuk menilai dan menggunakan informasi ini dalam mengajar, klien mungkin tidak mendapatkan manfaat penuh dari protokol pengobatan. Hal ini menunjukkan bahwa hasil positif, yang merupakan indikator kualitas, tidak dapat dipenuhi. Ketika kualitas dikompromikan, sumber daya tambahan mungkin diperlukan untuk mencapai hasil perawatan kesehatan. Peningkatan penggunaan sumber daya berarti biaya yang meningkat.
Ketiga, tujuan khusus untuk orang-orang dari budaya yang berbeda harus dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Healthy People 2010, namun pencapaian tujuan tersebut mensyaratkan bahwa klien gaya hidup dan pribadi pilihan dipertimbangkan. Sebagai contoh, sistem perawatan kesehatan Amerika memandang minum berlebihan sebagai tanda penyakit, dan alkoholisme sebagai penyakit mental. Namun, dalam budaya asli Amerika, ini menandakan ketidakharmonisan antara individu dan dunia roh, dan intervensi biomedis saja mungkin tidak cukup untuk mengurangi kecanduan alkohol dalam budaya ini. Pada tahun 1995, 19,2 per 100.000 penduduk asli Amerika meninggal karena kecelakaan kendaraan bermotor yang berhubungan dengan alkohol, tingkat yang tiga kali lebih tinggi dibandingkan pada populasi umum (5,9 per 100.000) dan tujuan nasional adalah untuk mengurangi kesenjangan ini. Namun, banyak penduduk asli Amerika melihat penggunaan konsumsi alkohol sebagai cara yang dapat diterima untuk berpartisipasi dalam perayaan upacara keluarga dan suku, dan penolakan untuk minum bersama keluarga dapat dipandang sebagai tanda penolakan. Barat memperingatkan perawat bahwa "jika pemerintah mengirim India ke klinik kesehatan di mana personil tidak memahami praktek kesehatan holistik India dan di mana orang kulit putih muda berfungsi sebagai pengasuh dan figur otoritas, kegagalan yang mungkin mengakibatkan". Untuk memiliki hasil yang sukses, perawat yang mengembangkan program berbasis popilation untuk mengurangi kematian yang berhubungan dengan alkohol harus bersedia untuk menghormati keunikan budaya penduduk asli Amerika dan untuk mengeksplorasi pengalaman hidup individu untuk menemukan penyebab perilaku mereka.

2.3.3        Mengembangkan Kompetensi Budaya
Mengembangkan kompetensi budaya adalah pada akan proses kehidupan yang melibatkan setiap aspek perawatan klien. Hal ini menantang dan kadang-kadang menyakitkan perawat berjuang untuk memutuskan hubungan dengan lama dan mengadopsi cara-cara baru berfikir dan melakukan. Dalam mengembangkan kompetensi budaya, perawat dapat dipandu oleh dua prinsip yang disarankan oleh Leininger (2002):
1.        Mempertahankan sikap obyektif dan terbuka luas terhadap individu dan budaya mereka
2.        Hindari melihat semua individu sebagai sama.
Perawat mengembangkan kompetensi budaya dalam cara yang berbeda, namun unsur utama adalah pengalaman dengan klien dari budaya lain, kesadaran pengalaman ini, dan promosi saling menghargai perbedaan. Karena ada berbagai tingkat kompetensi budaya, tidak semua perawat dapat mencapai tingkat yang sama pembangunan.
Orlandi (1992) menunjukkan bahwa ada tiga tahap dalam pengembangan kompetensi budaya: budaya kompeten, peka budaya, dan budaya kompeten. Setiap tahap memiliki tiga dimensi-kognitif (pemikiran yang), afektif (perasaan), dan psikomotorik (melakukan) yang bersama-sama memiliki efek keseluruhan pada perawatan. Berhenti sekarang dan menggambarkan kompetensi budaya dengan personsof budaya yang berbeda dari Anda sendiri dengan pementasan masing-masing tiga dimensi.
Campinha-Bacote (1998) menawarkan model teoritis untuk menjelaskan proses pengembangan kompetensi budaya. Kelima contructs dari model adalah:
1.        Kesadaran budaya
2.        Pengetahuan budaya
3.        Keterampilan budaya
4.        Pertemuan budaya
5.        Keinginan Budaya

2.3.3.1       Kesadaran Budaya
Kesadaran budaya melibatkan pemeriksaan diri dan eksplorasi mendalam dari keyakinan dan nilai-nilai karena mereka mempengaruhi perilaku seseorang. Untuk menyadari menunjukkan bahwa perawat mau menerima belajar tentang dimensi budaya klien. Perawat yang budaya sadar memahami dasar bagi perilaku mereka sendiri dan bagaimana hal itu membantu atau menghambat pemberian perawatan kompeten untuk orang-orang dari budaya lain selain mereka sendiri. Perawat budaya sadar mengakui bahwa kesehatan dinyatakan berbeda lintas budaya dan budaya yang mempengaruhi respon individu terhadap kesehatan, penyakit, penyakit, dan kematian. Budaya perawatan yang kompeten dapat disampaikan dalam berbagai mode yang konsisten dengan nilai-nilai kesehatan klien.
Sebagai contoh, pada program penjangkauan masyarakat, perawat mengajar kelompok ras campuran menolak untuk memberikan demonstrasi kembali untuk pemeriksaan payudara sendiri. Ketika didorong untuk melakukannya, dia berkata, "payudara saya jauh lebih besar dibandingkan pada model. Selain itu, model yang tidak seperti saya. Mereka semua putih". Setelah mendengar komentar klien, perawat menyadari bahwa ia tidak membuat referensi dalam pembicaraan dia pengaruh budaya atau ras di skrining untuk kanker payudara dan leher rahim.
Perawat berbicara dengan klien, meminta rekomendasi, dan mendorongnya untuk kembali demonstrasi. Perawat melatih klien melalui proses pemeriksaan diri sambil menunjukkan bahwa terlepas dari ukuran payudara, bentuk, dan warna, teknik ini sama untuk merasakan jaringan dan meremas puting untuk memastikan bahwa tidak ada debit. Karena perawat ini adalah budaya sadar, dia tidak menjadi marah dengan dirinya sendiri atau klien, dia juga tidak memaksakan nilai-nilai sendiri pada klien. Sebaliknya, klien berbicara tentang keyakinannya, sikap, dan perasaan tentang skrining untuk kanker yang mungkin dipengaruhi oleh budaya-nya. Selanjutnya, perawat membeli model payudara seorang wanita Afrika-Amerika untuk digunakan dalam program pendidikan kesehatan masa depan dengan perempuan Afrika-Amerika.
Jika perawat belum budaya sadar, dia mungkin telah salah paham masalah klien dan bertindak secara defensif. Interaksi tersebut akan gagal dalam mengidentifikasi aset klien dan hambatan dan strategi intervensi yang tepat. Konfrontasi mungkin terjadi bahwa tidak akan membantu klien atau perawat. McKenna (2001) mendesak perawat untuk juara penyebab klien untuk memiliki tradisi budaya mereka dihormati ketika mereka mencari pelayanan kesehatan dan berinteraksi dengan profesional perawatan kesehatan.


2.3.3.2       Pengetahuan Budaya
Pengetahuan budaya adalah informasi tentang elemen organisasi beragam budaya dan kelompok etnis. Penekanan pada belajar tentang pandangan klien dari perspektif emic (asli). Pemahaman budaya klien menurun salah tafsir dan penyalahgunaan pengetahuan ilmiah dan memfasilitasi kerjasama klien dengan regimen perawatan kesehatan. Leininger menunjukkan bahwa perawat yang tidak memiliki pengetahuan budaya dapat mengembangkan perasaan tidak mampu secara efektif membantu klien mereka. Berdasarkan temuan penelitian, Eliason (1998) melaporkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara tingkat kenyamanan siswa dan jumlah pengalaman yang mereka miliki dalam merawat klien beragam budaya. Ini mendukung perlunya pendidikan perawat untuk memasukkan paparan berbagai budaya. Ketika pengetahuan tentang budaya klien hilang atau tidak memadai, juga dapat menyebabkan situasi negatif seperti klien kurangnya kerjasama dengan regimen perawatan kesehatan dan penggunaan yang tidak memadai pelayanan kesehatan. Walaupun tidak realistis untuk mengharapkan bahwa perawat akan memiliki pengetahuan tentang semua budaya, mereka harus menyadari dan tahu bagaimana untuk mendapatkan pengetahuan tentang pengaruh budaya yang mempengaruhi kelompok withwhom mereka paling sering berinteraksi. Klien menyediakan sumber yang kaya informasi tentang budaya mereka sendiri.

2.3.3.3       Keterampilan Budaya
Ketiga, dalam mengembangkan kompetensi budaya adalah keterampilan budaya. Keterampilan budaya mencerminkan integrasi efektif kesadaran budaya dan pengetahuan budaya untuk memperoleh data budaya yang relevan dan memenuhi kebutuhan klien beragam budaya. Perawat budaya terampil menggunakan sentuhan yang tepat selama percakapan, memodifikasi jarak fisik antara dirinya dan orang lain, dan menggunakan strategi untuk menghindari kesalahpahaman budaya saat pertemuan bersama disepakati gol.


2.3.3.4       Pertemuan Budaya
Sebuah pertemuan budaya adalah membangun keempat penting untuk menjadi kompeten secara budaya. Perawat mengintegrasikan di semua tingkat perawatan pentingnya budaya karena mereka bekerja secara langsung dengan klien dari latar belakang budaya yang beragam. Enconters budaya melibatkan semua interaksi dan tidak hanya mereka yang terkait kesehatan. Yang paling penting adalah mereka perawat yang terlibat dalam komunikasi yang efektif, menggunakan bahasa yang tepat dan tingkat melek huruf, dan belajar langsung dari klien tentang pengalaman hidup mereka dan pentingnya pengalaman ini bagi kesehatan.
Di beberapa komunitas, perawat mungkin memiliki beberapa peluang untuk mengembangkan kompetensi budaya dengan bekerja secara langsung dengan orang dari budaya lain. Ketika perawat datang ke dalam kontak dengan orang yang secara budaya berbeda dari themselve, mereka harus beradaptasi konsep budaya umum untuk situasi sampai mereka dapat belajar langsung dari klien tentang budaya mereka. Kompetensi budaya berkembang juga datang dari membaca tentang, mengambil kursus pada, dan mendiskusikan budaya yang berbeda dalam pengaturan multikultural.
Perawat harus menyadari bahwa memiliki kompetensi budaya tidak sama sebagai seorang ahli pada budaya dari kelompok yang berbeda dari mereka sendiri. Sebuah pertemuan yang sukses dapat dinilai berdasarkan empat aspek:
1.         Perawat merasa sukses tentang hubungan dengan klien
2.         Klien merasa bahwa interaksi yang hangat, ramah, hormat, dan koperasi
3.         Tugas yang dilakukan secara efisien
4.         Perawat dan pengalaman klien sedikit atau tanpa stres

2.3.3.5       Keinginan Budaya
Keinginan budaya adalah membangun kelima dibutuhkan dalam proses pengembangan kompetensi budaya. Hal ini mengacu pada motivasi intrinsik perawat untuk memberikan perawatan budaya yang kompeten. Perawat yang memiliki keinginan untuk menjadi kompeten secara budaya melakukannya karena mereka ingin rether daripada karena mereka diarahkan untuk melakukannya. Mereka mendemonstrasikan rasa energi dan antusiasme, dan mereka adalah tujuan diarahkan dalam memberikan pelayanan keperawatan yang kompeten secara budaya. Berbeda dengan konstruksi lain, keinginan budaya tidak dapat langsung diajarkan di kelas atau lingkungan pendidikan lainnya, tetapi perawat lebih cenderung untuk menunjukkan keinginan budaya ketika lingkungan kerja mereka mencerminkan filosofi yang menghargai kompetensi budaya di semua tingkat organisasi dan untuk semua klien.
Campinha-Bacote (1998) memperingatkan perawat untuk tidak takut membuat kesalahan, dan dia menyediakan daftar lakukan dan jangan yang bisa membantu mereka melakukan perjalanan kompetensi budaya.

2.3.3.6       Dimensi Kompetensi Budaya
Perawat mengintegrasikan pengetahuan profesional mereka dengan pengetahuan dan praktek klien untuk bernegosiasi dan mempromosikan perawatan budaya yang relevan untuk klien tertentu. Leininger (2002) mengemukakan tiga mode tindakan, berdasarkan negosiasi antara klien dan perawat, yang memandu perawat untuk memberikan budaya yang kompeten peduli pelestarian budaya, akomodasi budaya, dan Repatterning budaya. Ketika keputusan dan tindakan yang digunakan dengan percaloan budaya, perawat mampu memenuhi berbagai peran penting untuk memberikan perawatan holistik untuk klien budaya yang beragam.

2.3.4        Sistem Pelayanan Kesehatan Kultural
2.3.4.1       Kultur preservasi
Kultur preservasi adalah perawat yang mendukung dan menggunakan fasilitas  pengawetan pendukung kultur praktek, contohnya akupuntur dan akupresur, bersama-sama dengan intervensi dari sistem kesehatan biomedikal. Contohnya Ms. Lin berumur 73 tahun wanita cina, menghabiskan waktu dirumah setelah oprasi untuk kanker usus. Perawat menemukan dia di rumah sendiri dengan suaminya yang berumur 76 tahun.Setelah penafsiran fisik , perawat membuat diskusi penyerahan untuk Ms. Lin untuk mempunyai ajudan untuk merawat fisik dia dan penerangan rumahtangga. Keluarga ramah tapi terlihat ragu-ragu untuk menyetujui penyerahan. Perawat tau kalau orang cina mempunyai jaringan keluarga yang sangat besar dan keluarga pandai membuat keputusan. Dia bertanya kepada pasangan itu jika mereka ingin membuat keputusan situasi ini dengan anak perempuan mereka. kedua client dan suami dia terlihat menyetujui ide tersebut.dan perawat berjanji untuk kembali dihari selanjutnya. Disaat perawat kembali untuk mengunjungi dia, Satu dari anak perempua Ms.Lin, datang dan memberi tahu siperawat kalau keluarga bisa mengatur tanpa bantuan tambahan. 3 anak perempuan telah membuat skejul untuk mengambil bagian memperdulikan kedua orang tua mereka. Perawat menyetujui dan mendukung keputusan keluarga dan memberitahu mereka kalau mereka memutuskan diwaktu lain untuk mempunyai ajudan. Mereka harus memanggil agen, dan dia memberi nomer telepon kepada mereka. Setelah dia mensekejulkan urusan selanjutnya mengunjungi dengan mereka.

2.3.4.2       Kultur Akomodasi
Kultur akomodasi adalah perawat mendukung dan menggunakan fasilitas pendukung kultur praktek. Seperti tempat penguburan placenta (helsel dan mochel, 2002) ketika praktek kultur belum menemukan client yang berbahaya, contohnya, pengantar perawat sangat menolong disaat Ms.Sanchez bertanya ke dia untuk tidak membuang  kantung  ketuban yang mengenai  secara tiba2 ke muka cucunya setelah melahirkan.Ms Sanchez menyuruh suster memberi itu kedia.Si nenek percaya bahwa lahir dengan sedikit air kantung ketuban di wajahnya memungkinkan tanda yang mempunyai sesuatu yang spesial yang akan terjadi dikehidupan orang.nenek menjelaskan kalau setelah dia mengeringkan air kantung ketuban itu,dia akan menjaga itu ditempat yang aman.Dia juga akan menghabiskan waktu ekstra untuk menjaga bayi untuk mencegah dia dari bahaya.Meskipun ruang pengantar suster tidak berpengalaman tentang praktek, dia membantu dan memberi nenek sekantung air ketuban yang dipesan oleh sinenek, jika, bagaimanapun praktek kultur tertentu ditemukan akan membahayakan. Perawat mencari jalan yang sesuai untuk memodifikasi praktek. Sering, praktek kultur bisa berhasil menggunakan sesuai intervensi dari sistem kesehatan biomedical.

2.3.4.3       Kultur repatterning
Kultur repatterning adalah perawat bekerja dengan client untuk membantu mereka menyusun ulang,mengganti,atau memodifikasi kultur prakter mereka ketika praktek mereka berhaya untuk mereka.contoh suster tahu budaya berkompeten obesitas tertinggi diantara wanita meksiko dan amerika diatas umur 20 tahun (USDHHS, 1998), Sebuah sekolah keperawatan telat diundang untuk mengembangkan program kesehatan untuk anak muda dimeksiko disekolah menengah keatas. Selagi menghargai tradisi kultur mereka, suster telah mendiskusikan dengan anak-anak muda  besarnya majamenent strategi. Suster mengerti dengan anak-anak muda isu budaya yang berkaitan dengan makanan dan tahu bagaimana untuk bernegosiasi dengan mereka. Dia tidak suka mengkonsumsi makanan kering(seperti tortillas),cream cair. Dan keju biasa dan menyukai dan mendemonstrasikan cara memasak tortillas, salsa dan toping.di contoh yang lain,perawat yang telah memberikan instruksi sebelum melahirkan ke wanita hamil dari haitian menemukan bahwa banyak dari mereka telah mengunjungi  ahli herbal untuk menemukan  teh-teh yang membantu mereka mempunyai “bayi kuat” perawat bertanya nama dari herbal di teh yang mereka telah minum dan telah membuat skejul sebuah konfrensi dengan ahli obat obatan untuk mendiskusikan bahan-bahan spesifik dari obat dan cara-cara yang mereka mungkin membantu klien menemukan budaya yang diperlukan.Perawat telah mencari salah satu obat-obatan yang berkontribusi untuk tekanan darah tinggi.Sebuah masalah yang banyak dari wanita yang telah mengalami ,dia bernegosiasi dengan wanita wanita untuk tidak meminum teh dengan obat yang spesifik. Perawat bekerja sama dengan ahli herbal  yang dia mengerti kepentingan supranatural dikarenakan dari penyakit di budaya Haitian.




2.3.4.4       Kultur brokering
Kultur brokering adalah aksi lain yang digunakan oleh  perawat-perawat berbudaya kompeten  untuk membuat kepastian agar klien menerima perawatan berbudaya kompeten  ( leininger 2002) budaya broker hukum mediasi,negosiasi,intervensi, diantara budaya klien dan kesehatan budaya biomedical ke setengah dari klien. Perawat-perawat berbudaya kompeten dapat mengerti kedua budaya dan mengatasi kembali atau mengurangi masalah-masalah yang menghasilkan dari individu-individu dikedua budaya yang tidak mengerti nilai-nilai kemanusiaan. Untuk mengilustrasikan pekerja TKI cenderung memiliki pekerjaan mempunyai mobilitas yang tinggi. Banyak kemiskinan dan mempunyai edukasi formal yang terbatas. Mereka mungkin hanya mencari puskesmas hanya untuk, ketika mereka sakit dan tidak bisa bekerja, kapanpun seorang perawat berinteraksi dengan mereka, kesempatannya harus diambil untuk mengajar tentang pencegahan,pemelihara kesehatan,sanitasi lingkungan dan gizi, karena itu mungkin hanya kesempatan perawat akan pernah mempunyai dan untuk memberikan pekerja TKI khusus.
Perawat juga harus dianjurkan kebenaran dari pekerja TKI untuk menerima kesehatan keperawatan yang berkualitas.contohnya perawat mungkin memanggil pekerja TKI servis untuk mengikuti atau menyerahkan perawatan untuk pekerja TKI

2.3.5        Sifat Dalam Menghadapi Budaya
Ketika perawat-perawat gagal untuk menyediakan budaya perawat berkompeten. Itu mungkin karena mereka mempunyai sedikit kesempatan untuk mempelajari tentang transkultural merawat. Karena supervisior mereka mendorong mereka untuk menambah produktivitas, atau karena mereka ditekan oleh kolega, yang mana tidak berpengalaman tentang konsep budaya dan tersinggung. Ketika menggunakan konsep lainnnya, ini dan isu yang mirip akan menghalangi pengantar budaya berkompeten dan mungkin hasil perilaku perawat seperti stereotip, prasangka, dan rasisme, eknosentrim, pemaksaan budaya, konflik budaya dan shock kultur.


2.3.5.1       Stereotip
Stereotip menganggap keyakinan dan perilaku tentang kelompok dan individu tertentu tanpa menilai perbedaan individu (Brislin 1993). Blok Stereotip kesediaan seseorang untuk menjadi terbuka dan belajar tentang individu atau kelompok tertentu. Bila informasi tidak segera tersedia, perawat bisa mengeneralisasi tentang kelompok pola perilaku sebagai panduan unti mereka memiliki waktu untuk mengamati dan menilai perilaku klien. Ini bisa menjadi masalah, dan dapat menyebabkan perawat yang tidak mau untuk memasukkan data baru dan spesifik tentang klien. Informasi baru mungkin terdistorsi agar sesuai dengan prasangka. The generalisasi itu adalah titik awal untuk memahami individu menjadi titik akhir, dan orang tersebut adalah demikian stereotip atas dasar perilaku kelompok (Galanti 1997) Stereotip dapat berupa positif atau negatif. misalnya, orang asia yang positif distereotipkan sebagai "model" kelompok minoritas, yang mengarah ke harapan bahwa mereka akan selalu berperilaku dengan cara yang memperkuat kelompok notion. stereotip yang distereotipkan sebagai "rajin dan bekerja keras." Perawat adalah stereotip negatif ketika mereka label Amerika asli yang complaines sakit perut sebagai seorang pecandu alkohol karena mereka tahu bahwa ada insiden tinggi alkoholisme di group.Similarly, seorang perawat yang percaya bahwa perempuan Afrika-Amerika muda cenderung permisif seksual mungkin label seorang wanita dalam kelompok ini Stereotip dapat  dapat menanggapi dengan marah dan hostility.this pada gilirannya perpatuates stereotip dan menciptakan hambatan terhadap perilaku mencari kesehatan. untuk meminimalkan penggunaan stereotip, perawat harus menyadari bias mereka dan mengakui pengaruh sosialisasi perbedaan individu.

2.3.5.2       Prejudice
Prejudice adalah manisfestation emosional keyakinan yang dipegang teguh (stereotip) tentang kelompok. keyakinan ini diarahkan orang yang merupakan anggota grup itu, dan siapa yang dianggap memiliki kualitas yang pantas dianggap berasal dari kelompok (Brislin, 1993) prasangka biasanya mengacu pada perasaan negatif, yang sering prekursor untuk tindakan diskriminatif berdasarkan menilai, pengetahuan yang terbatas tentang, takut, atau kontak terbatas dengan individu.

2.3.5.3       Rasisme
Rasisme adalah bentuk prasangka yang terjadi melalui pelaksanaan kekuasaan oleh individu dan institusi terhadap orang-orang dari warna kulit lainnya yang dinilai menjadi rendah. misalnya, dalam kecerdasan, moral, keindahan, dan harga diri (Brislin, 1993). prasangka dan rasisme dapat dipahami menggunakan matriks dua dimensi terbuka dibandingkan rahasia, dan disengaja dibandingkan yang tidak disengaja.

2.3.5.4       Etnosentrisme
Etnosentrisme atau prasangka budaya, adalah keyakinan bahwa kelompok budaya sendiri seseorang menentukan standar yang kelompok perilaku lainnya yang dinilai. Perilaku ini berbeda dengan kebutaan budaya, di mana ada ketidakmampuan untuk mengenali perbedaan antara keyakinan seseorang sendiri budaya, nilai-nilai, dan praktik dan orang-orang dari budaya lain.

2.3.6        Konflik di Antara Sektor
Konflik budaya merupakan ancaman yang mungkin timbul dari kesalahpahaman harapan ketika perawat tidak dapat merespon dengan tepat ke individu lain praktik budaya karena ketidakbiasaan dengan praktek (andrews dan Boyle, 2003).
Kultur shock adalah perasaan tidak berdaya, ketidaknyamanan, dan disorientasi yang dialami oleh individu berusaha untuk memahami atau efektif dan beradaptasi dengan kelompok budaya yang keyakinan dan nilai-nilai yang berbeda dari budaya individu.
Untuk menyelesaikan masalah ini, kita perlu memahami dan mengakomodasi ideologi dan praktik individu yang beraneka ragam. Pemberi perawatan profesional harus mempertimbangkan pentingnya interpretasi penyakit dan maknanya bagi klien yang kita tangani agar terbentuk hubungan yang lebih nyaman dan aman antara klien dengan pemberi perawatan. Kita harus memfokuskan pada sektor populer jika ingin mendapatkan hubungan kerja yang menghasilkan kesuksesan. Konflik, kesalahpahaman, dan hambatan terhadap pelayanan kesehatan yang efektif akan berkurang hanya dengan komitmen untuk memperoleh pengetahuan tentang sektor pupoler. Caranya adalah mengaktifkan kepercayaan tentang kesehatan dan praktik kesehatan dan mengenali serta menangani 70%-90% dari semua episode penyakit. Profesi keperawatan memiliki komitmen terhadap kesehatan dan holisme serta memiliki kemampuan untuk memahami respons sosial-budaya yang kompleks terhadap kesehatan baik nyata maupun potensial. Dengan demikian, sangatlah logis jika mereka menjadi advokat bagi klien dalam memfasilitasi interaksi di antara sektor tersebut. Advokasi yang tepat harus didasarkan pada kemampuan untuk memahami kenyataan sektor populer dan untuk menerjemahkan atau menegosiasikan sistem yang dimiliki oleh sektor tersebut dengan tujuan mengurangi hambatan terhadap perawatan yang sensitif secara kultural. Dalam melakukan perannya, perawat akan bertanggung jawab terhadap kompetensi kultural di antara para pemberi perawatan dan akan menjadi contoh dalam penerapan atribut tersebut untuk institusi pelayanan kesehatan.
Perbedaan adalah sumber konflik dan kesalahpahaman dalam hubungan klien dengan pemberi perawatan yang sudah tidak diragukan lagi. Pemahaman rinci tentang sistem pelayanan kesehatan kultural akan memberi kita banyak alasan mengenai eksistensi dan resolusi dari hambatan nyata dan potensial antara pemberi perawatan dan penyembuhan non-profesional dalam proses pemberian perawatan. Paradigma perbedaan ini sebaiknya digunakan oleh pemberi perawatan, mitra, dan komunitas sebagai suatu petunjuk ke arah kompetisi secara budaya, lebih dari sekedar sebagai suatu pemahaman dasar terhadap makna konflik.

2.3.7        Pemberi Perawatan yang Kompeten Secara Budaya
Kompetensi budaya mengandung arti suatu kesdaran, sensitivitas, dan pengetahuan tentang makna budaya dan perannya dalam membentuk perilaku manusia (McManus, 1988). Budaya secara luas didefinisikan sebagai keyakinan, niali-nilai, cara mengetahui, dan pola karakteristik perilaku kelompok, populasi tertentu yang ditransmisikan secara sosial (Kleinman, 1980, Wood, 1989). Dengan demikian, kompetensi budaya adalah kemampuan untuk mengekspresikan kesadaran terhadap budaya sendiri, mengenali perbedaan satu sama lain, dan mengadaptasikan perilaku untuk menghargai dan mengakomodasi perbedaan tersebut (Dillard, Andonian,Flores, Lai, MacRae & Shakir. 1992). Cakupan budaya bukan sekedar ras dan etnisitas, namun dapat termasuk gender, agama, status sosial ekonomi, orientasi seksual, usia, lingkungan, latar belakang keluarga, dan pengalaman hidup seseorang.
Kompetensi budaya bergantung pada perkembangan sikap diantara pemberi perawatan kesehatan. Proses ini bermula dari kesediaan individu untuk mempelajari isu budaya disertai komitmen untuk menggabungkan pentingnya budaya kedalam semua tingkat perawatan. Setelah itu, proses tersebut dioperasionalisasikan dengan melakukan adaptasi terhadap pelayanan untuk memenuhi kebutuhan unik secara kultural. Walaupun beberapa praktisi mungkin memiliki pengetahuan spesifik tentang bahasa, nilai-nilai, dan kebiasaan dari budaya lain, tugas yang paling menantang adalah memahami dinamika perbedaan dalam proses memberikan bantuan dan mengadaptasikan keterampilan praktik agar sesuai dengan konteks budaya klien.
   Upaya menumbuhkan kesadaran dan penerimaan terhadap perbedaan budaya penting dilakukan sebagai langkah awal dalam proses pembentukan individu yang kompeten secara budaya (Cross, Bazron, Dennis & Issacs, 1989, McManus, 1988). Banyak kelompok etnis minoritas memiliki kepercayaan dan praktik tentang kesehatan, penyakit, dan penanganan yang berbeda secara signifikan dengan paradigma medis ilmiah dari dunia barat yang telah menyusun sistem pemberian perawatan kesehatan AS (Devore & Schlesinger, 1991, Eisenberg, 1980). Bagaimanapun, tindakan mengecap orang lain negatif dengan alasan perbedaan keyakinan dan pandangan, tidak dapat diterima. Kita harus mengeksplorasi dan memahami berbagai perbedaan yang ada sehingga hambatan dalam mencari perawatan kesehatan dapat dikurangi. Pemahaman tentang perbedaan dimulai dengan kesadaran akan keberadaan perbedaan, lalu mempersiapkan diri dalam menerimanya. Selanjutnya, akan dijelaskan mengenai latihan yang dianjurkan dalam rangka meningkatkan kesadaran Anda terhadap budaya sendiri.
Penilaian keperawatan budaya adalah "identifikasi sistematis dan dokumentasi keyakinan budaya perawatan, makna, nilai, simbol, dan praktik individu atau kelompok dalam perspektif holistik, yang meliputi pandangan dunia, pengalaman hidup, konteks lingkungan, bahasa sejarah, dan penyelam pengaruh struktur sosial ".
1.        Pendekatan non menghakimi
Terhadap budaya klien dibantu melalui keterampilan seperti pemahaman, memunculkan, mendengarkan, menjelaskan, mengakui, merekomendasikan, dan negosiasi. Berbagai alat yang tersedia untuk membantu perawat dalam melakukan penilaian budaya (andrews dan Boyle 2003; Leininger, 2002b, ludwig-Beymer et al, 1998; trippreimer, ambang, dan saunderr, 1997). fokus alat tersebut bervariasi dan seleksi ditentukan oleh dimensi budaya yang akan dinilai. mendalam penilaian budaya harus dilakukan dalam dua tahap: tahap colection data dan fase organisasi.
2.        Perawat mengumpulkan data identitas diri sama dengan yang dikumpulkan dalam penilaian singkat.
Perawat menimbulkan berbagai pertanyaan yang mencari informasi tentang klien persepsi apa yang membawa mereka ke sistem perawatan kesehatan, penyakit, dan perawatan sebelumnya dan diantisipasi.
3.        Setelah keperawatan diagnosis dibuat, perawat mengidentifikasi faktor-faktor budaya yang dapat mempengaruhi efektivitas tindakan asuhan keperawatan.
Kunci untuk penilaian budaya, sukses terletak pada perawat menyadari budaya mereka sendiri. Randall-David (1989) mengembangkan berbagai prinsip bahwa mungkin membantu sebagai perawat melakukan penilaian budaya :
a.    Tahu tentang organisasi sosial kemasyarakatan seperti sekolah, gereja, rumah sakit, dewan suku, restoran, bar, dan bar.
b.    Mengidentifikasi kepercayaan yang akan membantu "menjembatani kesenjangan" antara budaya.
c.    Tahu pertanyaan yang tepat untuk bertanya tanpa menangkis klien.

2.3.7.1       Komunikasi
Variasi pemahaman pola komunikasi verbal dan non verbal membantu untuk mencapai tujuan terapeutik. komunikasi verbal adalah penggunaan bahasa dalam bentuk kata-kata dalam struktur gramatikal untuk mengekspresikan ide dan perasaan dan untuk menggambarkan objek. Terjadi ketika seorang perawat memberi instruksi kepada klien Asia mengenai obat antituberculin. Klien tersenyum menjawab dengan "ya-ya". Perawat ditafsirkan respon ini berarti bahwa klien memahami intructions dan bahwa mereka menerima protokol pengobatan.
Menggunakan penerjemah komunikasi yang efektif dengan klien atau keluarga diperlukan untuk semua pertemuan, terutama yang melibatkan penilaian budaya dan pengajaran.

2.3.7.2       Ruang
Ruang adalah jarak fisik antara individu selama interaksi (giger dan davidhizar, 1999). bila ruang ini dilanggar, Anda atau klien mungkin mengalami ketidaknyamanan. temuan dari penelitian awal menunjukkan bahwa perawat Eropa-Amerika memiliki preferensi spasial spesifik yang berhubungan dengan zona intim (jarak pribadi, jarak sosial, atau jarak publik) yang dapat diamati ketika mereka peduli untuk klien. Oleh karena itu perawat dapat berdiri jauh dari Filipina daripada dari Hispanik. di sisi lain, klien yang nyaman dengan jarak yang lebih dekat mungkin mengalami dicomfort ketika perawat berdiri jauh, menafsirkan perilaku sebagai rejecting.nurses harus mengambil isyarat dari klien untuk menempatkan diri di zona ruang yang tepat dan menghindari kesalahan interpretasi perilaku klien karena mereka menangani kebutuhan ruang mereka.

2.3.7.3       Organiasi sosial
Organisasi sosial mengacu pada cara di mana struktur itu sendiri kelompok budaya di seluruh keluarga untuk melaksanakan fungsi peran. dalam budaya Afrika-Amerika, misalnya keluarga mungkin termasuk individu yang tidak berhubungan atau terkait jarak jauh.

2.3.7.4       Waktu
Waktu, dalam arti yang digunakan di sini, mengacu pada masa lalu, sekarang dan masa depan serta durasi dan periode antara peristiwa. beberapa budaya memberikan nilai yang lebih besar atau lebih kecil untuk peristiwa yang terjadi di masa lalu, terjadi di masa sekarang, atau akan terjadi di Amerika budaya kelas menengah masa depan yang cenderung berorientasi ke masa depan, dan individu bersedia untuk menunda kepuasan segera sampai tujuan masa depan yang dicapai. dalam budaya yang fokus pada orientasi masa lalu (misalnya, budaya Vietnam), individu bisa fokus pada keinginan dan kenangan nenek moyang mereka dan melihat ke mereka untuk memberikan arahan untuk situasi saat ini (giger dan davidhizar 1999). dalam budaya yang berorientasi masa lalu, kali dipandang sebagai lebih fleksibel daripada dalam budaya ini berorientasi. memiliki kurang dari titik tetap, dan individu tidak tersinggung oleh terlambat atau awal untuk janji.

2.3.7.5       Pengendalian lingkungan
Pengendalian lingkungan mengacu pada kemampuan individu untuk mengendalikan alam dan mempengaruhi faktor-faktor di lingkungan yang mempengaruhi mereka.
Sebaliknya, mereka yang memandang alam sebagai dominan (misalnya, afrika, amerika, dan Hispanik) percaya bahwa mereka sedikit atau tidak ada kontrol atas apa yang terjadi pada mereka.
Orang yang melihat harmoni manusia dengan alam (misalnya, Asia dan Amerika asli) mungkin persceive bahwa penyakit adalah ketidakharmonisan dengan pasukan lain dan obat yang hanya dapat meringankan gejala bukan menyembuhkan penyakit.

2.3.7.6       Variasi Biologi
Variasi biologis adalah perbedaan fisik, biologis, dan fisiologis yang ada antara kelompok ras dan membedakan satu kelompok dari kelompok lainnya.
Variasi umum dan jelas lainnya termasuk bentuk mata, tekstur rambut, deposito jaringan adiposa, bentuk telinga. ketebalan bibir, dan konfigurasi tubuh. variasi dalam pertumbuhan dan perkembangan dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti nutrisi, iklim, dan penyakit.
Efek dari obat lemah dibandingkan laki-laki Eropa (wu, 1997). Pria Asia yang hilang enzim yang disebut CYP2D6 yang memungkinkan tubuh untuk memetabolisme kodein menjadi morfin, yang bertanggung jawab atas rasa sakit yang diberikan oleh kodein.
Kebudayaan dan gizi praktek gizi merupakan bagian intergral dari proses penilaian untuk semua keluarga, terutama karena mereka memainkan peran penting dalam masalah kesehatan beberapa kelompok (Greenberg et al, 1998).
Dalam pengaturan tujuan bersama dengan klien dan ahli gizi untuk mengubah praktek diet yang berbahaya, perawat mungkin perlu berkonsultasi majalah berorientasi budaya.
Hubungan antara status sosial ekonomi dan kesenjangan kesehatan tercermin dalam harapan hidup, angka kematian bayi, dan banyak langkah-langkah kesehatan lainnya (kington dan smith, 1997). Pencapaian ekonomi yang buruk juga merupakan karakteristik umum ditemukan di antara populasi berisiko, seperti dalam kemiskinan TKI tunawisma, dan pengungsi. Ada juga bahaya dalam percaya bahwa perilaku budaya tertentu, seperti praktek rakyat, terbatas pada kelas sosial ekonomi rendah.




















BAB 3
Penutup


Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatan seoptimal mungkin.
Proses keperawatan adalah suatu metode ilmiah dalam keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai cara terbaik dalam memberikan pelayanan keperawatan yang sesuai respon manusia dalam menghadapi masalah kesehatan.
Tujuan proses keperawatan adalah (a) Agar diperoleh asuhan keperawatan komunitas yang bermutu, efektif dan efisien sesuai dengan permasalahan yang terjadi pada masyarakat. (b) Agar pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas dapat dilakukan secara sistematis, dinamis, berkelanjutan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.



















DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, Deden. 2012. Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Yogyakarta: Gosyeng Publishing

Stanhope, Marcia. 2002. Community and Public Health Nursing. USA: by Musby

Helvie, Carl O. 1998. Advanced practice nursing in the community. New Delhi: Sage Public











Tidak ada komentar:

Posting Komentar