BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sejak tahun 1965, perubahan pola
imigrasi dan angka kelahiran telah mempengaruhi demograf populasi AS. Para ahli
memperkirakan bahwa populasi kelompok ras dan etnis yang beragam akan terus
bertambah dengan cepat pada pertengahan abad 21, sedangkan keturunan orang
kulit putih Eropa akan menjadi kelompok minorita (Congres & Lyons, 1992).
Akibat kecenderunagn ini, pemberi perawat kesehatan akan berinteraksi lebih
sering dengan klien dari berbagai kelompok etnik yang memliki keyakinan tentang
kesehatan, bahasa, dan pengalaman hidup yang sangat jauh berbeda dengan
dirinya. Keberagaman adalah bukti umat manusia dan harus dirayakan dalam bentuk
upacara. Perayaan keragaman ini berasal dari kesadaran tentang etnis dan latar
belakang budayanya sendiri, pemahaman tentang bagaimana hal tersebut
memengaruhi kehidupan sehari-hari, dan suatu bentuk apresiasi terhadap kekayaan
akan keindahan pakaian yang dipamerkan oleh masyarakat Amerika.
Kita menyadari bahwa isi pemikiran
setiap orang berbeda dan hal ini adalah wajar dalam kehidupan kita. Kita harus
memahmi bahwa tindakan seseorang yang berbeda dengan kebanyakan orang bukan
berarti ia merasa kurang atau mengalami ‘kerugian’; justru meraka sangat kaya
akan perbedaan budaya dan ‘keuntungan yang lain’ (Dervin, 1989; Lyons, 1972).
Selain kesadaran dan pemahaman, pemberi
perawatan kesehatan harus mengembangkan keterampilan untuk bekerja dengan
klien, keluarga, dan masyarakatnya yang berbeda budaya. Banyak orang yang
percaya keterampilan ini dipelajari, bukan pelayanan sebaiknya direncanakan
agar tersedia, dapat di terima, dan sesuai dengan budaya masyarakat yang
menerima pelayanan (Adams, 1990). “Kompetensi budaya” ini menuntut para
praktisi dan sistem pelayanan untuk memahami persepsi klien, keluarga, dan
bahkan persepsi komunitas terhadap kebutuhan kesehatan mereka (Campinha-Bacote,
1995; Cross, 1987). Hal ini meliputi status kesehatan dan sumber yang dapat
membantu mereka selama masa rentan dan penyakit. Bab ini menyajikan konsep yang
dapat membantu anda membangun kompetensi budaya, dimulai dari memberikan
pemahaman tentang kesadaran akan keberagaman, etnisitas, danbudaya, sampai
mengilustrasikan pengaruhnya terhadap kepercayaan dan praktik sehat dan sakit
individu dan masyarakat. Pengkajian-diri dan analisis interaksi klien-pemberi
perawatan disajikan sebagai pengalaman belajar disertai implikasi praktik.
Bagaimanapu, keberhasilan strategi intervensi dan hasil peningkatan kesehatan
bergantung pada kemampuan kita untuk secara kompeten menjangkau dan bekerja
dengan komunitas yang kita layani.
Dalam praktik sehari-hari, perawat
memberikan perawatan ke pasien dan keluarga yang mewakili komunitas global
kita. Padahal kita belum banyak mengetahui dasar budaya, kepercayaan, dan nilai
yang membentuk kepercayaan serta perilaku klien terhadap kesehatan dan
penyembuhan. Dengan meminta klien mengajarkan hal-hal yang berkenan dengan
dirinya, kita akan semakin sensitif terhadap orang lain yang dimata kita
merupaka sosok yang berbeda dan akan memberikan dorongan kepada orang lain
untuk membagi kesadaran mereka. Dengan meluangkan waktu menilai baik perbedaan
maupun persamaan di antara kelompok etnis dan budaya, kita akan memperoleh
pemahaman yang berharga tentang pengalaman hidup manusia dan memungkinkan kita
menjembatani hubungan antara pemberi perawatan dan klien yang semakin beragam
dan banyak jumlah.
Dalam konteks-sakit, kepercayaan,
simbol, dan kebiasaan kelompok etnis menjadi refrensi yang digunakan oleh
anggotanya untuk menilai ketepatan keputusan dan tindakan mereka (Kleiman,
1978). Bagaimanapun, harus diperhtikan pula variasi yang tuerjadi di dalam dan
antargenerasi yang kadang-kadang dapat dihubungkan dengan akulturasi, status
sosioekonomi, dan pendidikan (Congress&Lyons, 1992). Semua pemberi
perawatan kesehatan tidak boleh menggenerelisasikan kepercayaan dan praktik
pada setiap anggota dari kelompok etnis atau budaya (Campinha-Bacote, 1995).
Meskipun etnisitas meliputi komponen budaya yang lebih besar dari pengalaman
hidup manusia, kita tidak boleh membiarkan kesadaran budaya kita mengikis
identitas individu dan martabat kelompok etnis lain.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana proses keperawatan
komunitas?
2.
Bagaimana program evaluasi pada
keperawatan komunitas?
3.
Bagaimana asuhan peka budaya?
1.3
Tujuan
1.
Mengetahui proses keperawatan
komunitas?
2.
Mengetahui program evaluasi pada
keperawatan komunitas?
3.
Mengetahui asuhan peka budaya?
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1
PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS
2.1.1
Pengertian
Proses keperawatan adalah
serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan dan
melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai
dan memelihara kesehatan seoptimal mungkin.
Proses keperawatan adalah suatu
metode ilmiah dalam keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai cara
terbaik dalam memberikan pelayanan keperawatan yang sesuai respon manusia dalam
menghadapi masalah kesehatan.
Proses keperawatan komunitas
adalah metode asuhan keperawatan yang bersifat alamiah, sistematis, dinamis,
kontinu, dan berkesinambungan dalam rangka memecahkan masalah kesehatan dari
klien, keluarga serta kelompok atau masyarakat.
Dalam penerapan proses
keperawatan terjadi proses alih peran dari tenaga keperawatan kepada klien
(sasaran) secara bertahap dan berkelanjutan untuk mencapai kemandirian sasaran
dalam menyelesaikan masalah kesehatan. Proses alih peran tersebut digambarkan
sebagai lingkaran dinamis seperti berikut:
Berdasarkan uraian diatas, pelayan keperawatan kesehatan komunitas mempunyai ciri sebagai berikut :
a.
Merupakan perpaduan antara pelayanan keperawatan dengan
kesehatan komunitas.
b.
Adanya kesinambungan pelayanan kesehatan (continuity of care)
Focus pelayanan pada upaya peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif).
Focus pelayanan pada upaya peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif).
c.
Terjadi proses alih peran dari perawat kesehatan komunitas
kepada klien (individu, keluarga, kelompok, masyarakat) sehingga terjadi
kemandirian.
d.
Ada kemitraan perawat kesehatan komunitas dengan masyarakat
dalam upaya kemandirian klien.
e.
Memerlukan kerja sama dengan tenaga kesehatan lain dan
masyarakat.
2.1.2
Tujuan
Tujuan proses keperawatan :
a.
Agar diperoleh asuhan keperawatan komunitas yang bermutu,
efektif dan efisien sesuai dengan permasalahan yang terjadi pada masyarakat.
b.
Agar pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas dapat dilakukan
secara sistematis, dinamis, berkelanjutan dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
Sedangkan tujuan dari asuhan
keperawatan adalah :
a.
Memberi bantuan yang paripurna dan efektif kepada semua orang
yang memerlukan pelayanan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional.
b.
Menjami semua bantuan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
klien.
c.
Melibatkan klien dalam perencanaan dan pelaksanaan asuhan
keperawatan.
d.
Memelihara hubungan kerja yang efektif dengan semua anggota
tim kesehatan.
e.
Meningkatkan status kesehatan masyarakat. Perawat kesehatan
komunitas harus memiliki ketrampilan dasar tentang epidemiologi penelitian,
pengajaran, organisasi masyarakat dan hubungan interpersonal yang baik.
2.1.3
Fungsi
a.
Memberikan pedoman yangsistematis dan ilmiah bagi tenaga
kesehatan masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan masalah klien melalui
asuhan keperawatan.
b.
Agar masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal
sesuai dengan kebutuhannya.
c.
Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan
masalah, komunikasi yang efektif dan efisien serta melibatkan peran serta
masyarakat.
d.
Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan dengan
permasalahan atau kebutuhannya, sehngga mendapat pelayanan yang cepat agar
memepercepat proses penyembuhan.
2.1.4
Beberapa teori yang membahas tentang pengkajian komunitas:
2.1.4.1 Sanders Interactional Framework
Model ini menekankan pada proses interaksi komunitas
Model ini juga dikenal sebagai model tiga dimensi dengan komponen
pengkajian:
1.
Komunitas sebagai system sosial (dimensi system)
2.
Masyarakat sebagai tempat ( dimensi tempat)
3.
Masyarakat sebagai kumpulan/kelompok manusia (dimensi
populasi)
2.1.4.2 Kliens interactional framework
Masyarakat sebagai
system sosial
1.
Pola komunikasi
2.
Pengambilan keputusan
3.
Hubungan dengan system lain
4.
Batas wilayah
Penduduk dan
lingkungannya
1.
Karakter penduduk (demografi)
2.
Faktor lingkungan, biologi dan sosial
3.
Lingkungan psikis (nilai-2, agama, kepercayaan)
2.1.4.3 Community assessment wheel (community as client model)
Pada model ini terdapat 8 komponen yang harus dikaji,
ditambah dengan data inti dari masyarakat itu sendiri (community core).
1. Community core (data
inti)
Aspek yang dikaji:
a. Historis dari
komunitas, kaji sejarah perkembangan komunitas
b. Demografi : umur, jenis
kelamin, ras, type keluarga, status perkawinan
c. Vital statistik : angka
kelahiran, angka kematian, angka kesakitan
d. Sistem nilai/norma/kepercayaan
dan agama
2. Phisical environment
pada komunitas
Sebagaimana mengkaji fisik pada individu
Pengkajian lingkungan dilakukan dengan metode winshield
survey atau survey dgn mengelilingi wilayah komunitas
3. Pelayanan kesehatan dan
sosial
Pelayanan kesehatan :
a. Hospital
b. Praktik swasta
c. Puskesmas
d. Rumah perawatan
e. Pelayanan kesehatan
khusus
f. Perawatan di rumah
g. Counseling support
services
h. Pelayanan khusus
(social worker)
Dari tempat pelayanan
tsb aspek yg didata:
a. Pelayanannya (waktu,
ongkos, rencana kerja)
b. Sumber daya (tenaga,
tempat, dana & perencanaan)
c. Karakteristik pemakai
(penyebaran geografi, gaya hidup, sarana transportasi)
d. statistik, jumlah
pengunjung perhari/ minggu/bulan
e. Kecukupan dan
keterjangkauan oleh pemakai dan pemberian pelayanan
4. Ekonomi
Aspek/komponen yang perlu dikaji:
a. Karakteristik
pendapatan keluarga/RT
@ rata-rata pendapatan keluarga/rumah tangga
% pendapatan kelas bawah
% keluarga mendapat bantuan sosial
% keluarga dengan kepala keluarga wanita
@ rata-rata
pendapatan perorangan
b. Karakteristik pekerjaan
@ status ketergantungan
Jumlah populasi secara umum (umur > 18 th)
% yg menganggur
% yg bekerja
% yg menganggur terselubung
Jumlah kelompok khusus
@ kategori yang bekerja, jml dan %
5. Keamanan transportasi
a. Keamanan
-
Protection service
-
Kwalitas udara, air bersih
b. Transportasi (milik
pribadi/umum)
6. Politik &
Government
a. Jenjang pemerintahan
b. Kebijakan Dep.Kes
7. Komunikasi
a. Formal
b. In formal
8. Pendidikan
a. Status pendidikan (lama
sekolah, jenis sekolah, bahasa)
b. Fasilitas pendidikan
(SD, SMP dll) baik di dalam maupun di luar komunitas
9. Recreation
Menyangkut tempat rekreasi
2.1.4.4 Kerangka pengkajian profile masyarakat (modifikasi)
Pengkajian ini merupakan hasil modifikasi dari beberapa
teori sebelumnya tentang pengkajian komunitas
1. Pengumpulan data
Cara pengumpulan data:
-
Wawancara atau anamesis.
-
Pengamatan.
-
Pemeriksaan fisik.
Pengolahan data:
Setelah data diperoleh, kegiatan selanjutnya adalah
pengolahan data dengan cara sebagai berikut:
-
Klasifikasi data atau kategorisasi data.
-
Perhitungan prosentase.
-
Tabulasi data.
-
Intepretasi data.
2. Analisa data
Tujuan analisa data:
-
Menetapkan kebutuhan komunitas.
-
Menetapkan kekuatan.
-
Mengidentifikasi pola respon komunitas.
-
Mengidentfikasi kecenderungan penggunaan pelayanan kesehatan.
Data fokus yang
biasanya muncul:
-
Keluhan yang paling banyak dirasakan
-
Pola/perilaku yang tidak sehat
-
Lingkungan yang tidak sehat
-
Pemanfaatan layanan kesehatan yang kurang efektif
-
Peran serta masyarakat yang kurang mendukung
-
Cakupan target kesehatan kurang
2.1.5
Langkah-Langkah
2.1.5.1 Pengkajian
Dalam
pengkajian yang perlu dikaji pada kelompok atau komunitas adalah :
a.
Core atau inti, data
demografi kelompok atau komunitas yang terdiri dari : umur, pendidikan, jenis
kelamin, pekerjaan, agama, nilai-nilai, keyakinan, serta riwayat timbulnya
kelompok komunitas.
b.
8 (Delapan) subsitem yang mempengaruhi
komunitas :
1. Perumahan, yang dihuni
oleh penduduk, penerangan, sirkulasi, kepadatan,
2. Pendidikan : apakah ada
sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan
3. Keamanan
dan keselamatan di lingkungan tempat tinggal : apakah tidak menimbulkan stres
4. Politik
dan kebijakan pemerintah terkait kesehatan ; apakah cukup menunjang sehingga
memudahkan komunitas mendapat pelayanan diberbagai bidang termasuk
kesehatan
5. Pelayanan
kesehatan yang tersedia untuk melakukan deteksi dini gangguan atau merawat atau
memantau apabila gangguan sudah terjadi
6. Sistem
komunikasi ; sarana komunikasi apa saja yang dapat dimanfaatkan di
komunitas tersebut untuk meningkatkan pengetahuan terkait dengan gangguan
nutrisi (misal televisi, radio, koran, atau liflet yang diberikan kepada
komunitas)
7. Ekonomi
: tingkat sosial ekonomi komunitas secara keseluruhan pakah sesuai dengan Upah
Minimum Regional (UMR), sehingga upaya kesehatan yang diberikan dapat
terjangkau (misalnya anjuran untuk konsumsi jenis makanan sesuai status ekonomi
tersebut
8. Rekreasi
: apakah tersedia sarana, kapan saja dibuka, apakah biaya terjangkau oleh
masyarakat (komunitas). Rekreasi ini hendaknya dapat digunakan komunitas untuk
mengurangi stres.
2.1.5.2 Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian yang sesuai dengan data-data
yang dicari, kemudian dikelompokkan dan dianalisis seberapa besar stresor yang
mengancam masyarakat dan seberapa berat reaksi yang timbul pada masyarakat
tersebut.
Berdasarkan hal tersebut diatas dapat disusun diagnosis
keperawatan komunitas yang terdiri dari :
1.
masalah kesehatan,
2.
karakteristik populasi,
3.
karakteristik lingkungan
a.
Diagnosa Keperawatan Komunitas Berdasarkan
Klasifikasi Masalah Menurut Omaha.
Diagnosa ini terdiri dari 4 klasifikasi masalah yaitu lingkungan,
psikososial, fisiologis dan perilaku. Yang berhubungan dengan kesehatan &
terdiri dari 40 macam masalah.
Klasifikasi Masalah Menurut Omaha
1.
Pemilikan lingkungan
A. Pendapatan
B. Sanitasi
C. Pemukiman
D. Keamanan
pemukiman/tempat kerja
E. Pemilikan psikososial
i.
Komunikasi dengan sumber masyarakat
ii.
Kontak sosial
iii.
Perubahan peranan
iv.
Hubungan antar anak
v.
Kegelisahan agama
vi.
Kesedihan
vii.
Stabilisasi emosi
viii.
Sexualitas manusiawi
ix.
Memelihara keorangtuaan
x.
Anak/dewasa ditelantarkan
xi.
Perlakuan salah terhadap anak/orang dewasa
xii.
Pertumbuhan dan perkembangan
xiii.
Pemilikan fisiologis
a. Pendengaran
b. Penglihatan
c. Berbicara dan bahasa
d. Geligi
e. Pengamatan
f. Nyeri
g. Kesadaran
h. Kulit
i.
Neuromuskuloskeletal
j.
Respirasi
k. Sirkulasi
l.
Digesti-hidrasi
m. Fungsi perut
n. Fungsi genitourinaria
o. Ante partum/partum
p. Pemilikan perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan
1. Nutrisi
2. Pola istirahat tidur
3. Aktifitas fisik
4. Kebersihan perorangan
5. Penyalahgunaan obat
6. Keluarga berencana
7. Penyelia pelayanan
kesehatan
8. Peraturan penulisan
resep
9. Teknis prosedur
Contoh rumusan diagnose keperawatan komunitas:
Pola nutrisi (gizi buruk) pada bayi dan balita di komunitas RW
5 Kelurahan Sumberejo b/d pola pemberian diet yang tidak tepat, sosial ekonomi
yang kurang.
b.
Diagnosa Keperawatan Komunitas menurut Mueke
(1984)
Komponennya meliputi:
1. Masalah Sehat-Sakit
2. Karakteristik populasi
3. Karakteristik
lingkungan
Contoh :
1.
Resiko masalah diantara komunitas dan lingkungan yang dimanifestasikan/didemonstrasi-kan
oleh indikator kesehatan.
2.
Resiko terjadi diare di RW 02 b/d sumber air yang tidak
memenuhi syarat, kebersihan perorangan kurang dimanifestasikan oleh: data-data
yang menunjang, indikator kesehatan.
3.
Tingginya karies gigi di SD Sukamaju b/d kurang pemeriksaan
gigi, flour air minum, dimanifestasikan 62% karies dengan inspeksi pada
murid-murid SD Sukamaju
Perencanaan keperawatan komunitas disusun berdasarkan diagnose
keperawatan yang telah ditetapkan. Komponen rencana keperawatan yang disusun
harus mencakup:
Prioritas masalah, komponennya antara
lain:
§ Diagnose
§ Sesuai dengan peran
perawat
§ Jumlah yang beresiko
§ Besarnya resiko
§ Kemungkinan untuk
pen.kes
§ Minat masyarakat
§ Kemungkinan untuk
diatasi
§ Sesuai dengan program
pemerintah
§ Sumber daya: tempat,
peralatan, waktu, orang, dana
Kemudian dijumlahkan dengan skoring yang sudah disepakati
Menetapkan Skala
Prioritas
Menetapkan skala prioritas dilakukan untuk menentukan tindakan
yang lebih dahulu ditanggulangi karena dianggap dapat mengancam kehidupan
masyarakat secara keseluruhan, dengan mempertimbangkan:
1. Masalah spesifik yang
mempengaruhi kesehatan masyarakat
2. Kebijakan nasional dan
daerah setempat
3. Kemampuan dan sumber
daya masyarakat
4. Keterlibatan
partisipasi dan peran serta masyarakat
Kriteria Skala
Prioritas
1. Perhatian masyarakat
yang meliputi pengetahuan, sikap, keterlibatan emosi masyarakat terhadap
masalah kesehatan yang dihadapi dan urgensinya untuk segera ditanggulangi.
2. Prevalensi : yang
menunjukkan jumlah kasus (masalah) yang ditemukan pada satu saat tertentu
3. Beratnya masalah :
adalah seberapa jauh masalah tersebut dapat menimbulkan gangguan terhadap
kesehatan masyarakat
4. Kemungkinan masalah
untuk dikelola dengan cara mempertimbangkan berbagai alternative dalam
cara-cara pengelolaan masalah yang menyangkut biaya, sumber daya yang tersedia,
sarana dan prasarana yang ada serta kesulitan yang mungkin timbul dalam proses
pelaksanaan dan cara-cara yang dipilih.
Tabel
5. Contoh perhitungan dalam menentukan skala Prioritas Masalah Perawatan
Kesehatan MAsyarakat di RW 09 Kelurahan Pondok Labu Jakarta Selatan
No.
|
Masalah
|
Perhatian
Masyarakat
|
Poin
Prevalensi
|
Tingkat
Bahaya
|
Kemungkinan
Untuk
Dikelola
|
Nilai
Total
|
1.
|
Malnutrisi
|
3
|
3
|
4
|
3
|
108
|
2.
|
ANC yang kurang baik
|
3
|
2
|
4
|
2
|
48
|
3.
|
imunisasi
|
2
|
3
|
4
|
2
|
38
|
4.
|
Penyakit-Penyakit
|
|||||
TBC
|
3
|
2
|
4
|
4
|
96
|
|
Pneumonia
|
3
|
2
|
3
|
3
|
72
|
|
Kulit
|
3
|
2
|
3
|
2
|
36
|
Keterangan :
1. Sangat tidak penting
2. Tidak penting
3. Kurang penting
4. Penting
5. Sangat penting/sangat
besar
Cara perhitungan:
Nilai
total didapatkan dengan mengalihkan semua nilai dari masing-masing criteria.
Contoh TBC 3 x 2 x 4 x 4 = 96
Bobot
yang tertinggi yang menjadi prioritas pertama dalam penanggulangan masalah
2.1.5.3 Perencanaan
Strategi yang digunakan mencakup proses kelompok,
pendidikan kesehatan, dan kerjasama serta keterlibatan PSM (peranserta
masyarakat) dalam memecahkan masalah kesehatan yang dihadapi diperlukan
pengorganisasian komunitas yang dirancang untuk membuat suatu perubahan.
Pendekatan ini dirancang untuk mengembangkan masyarakat berdasarkan
sumber daya dan sumber dana yang dimiliki serta kemampuan mengurangi hambatan
yang ada. Selain itu untuk menumbuhkan kondisi, kemajuan sosial, dan
ekonomi masyarakat dengan partisipasi aktif masyarakat dan dengan penuh
percaya diri dalam memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapi.
Didalam pelaksanaan pengembangan masyarakat dilakukan
melalui tahapan sebagai berikut :
1.
Tahap persiapan. Dengan melakukan
pemilihan daerah yang menjadi prioritas menentukan cara untuk berhubungan
dengan masyarakat, mempelajari dan bekerja sama dengan masyarakat.
2.
Tahap pengorganisasian. Dengan
persiapan pembentukan kelompok kerja kesehatan untuk menumbuhkan kepedulian
terhadap kesehatan dalam masyarakat.
3.
Tahap Pendidikan dan latihan.
a.
kegiatan pertemuan teratur dengan
kelompok masyarakat
b.
melakukan pengkajian
c.
membuat program berdasarkan masalah
atau diagnosis keperawatan
d.
melatoh kader
e.
keperawatan langsung terhadap
individu, keluarga, dan masyarakat
4.
Tahap Formasi Kepemimpinan. Pada
tahap ini peserta diberi dukungan, latihan, dan mengembangkan keterampilan
kepemimpinan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan
pengawasan terhadap kegiatan pemeliharaan kesehatan.
5.
Tahap koordinasi intersektoral.
Kerja sama dengan sektor terkait dalam upaya memandirikan masyarakat.
6.
Tahap akhir. Dengan melakukan supervisi atau kunjungan
bertahap untuk mengevaluasi serta memberi umpan balik untuk perbaikan kegiatan
kelompok kerja kesehatan lebih lanjut.
2.1.5.4 Pelaksanaan
Perawat bertanggung jawab untuk melaksanakan tindakan yang
telah direncanakan yang meliputi :
1.
Bantuan untuk mengatasi masalah kurang
nutrisi, mempertahankan kondisi seimbang atau sehat, dan meningkatkan
kesehatan.
2.
mendidik komunitas tentang perilaku
sehat untuk mencegah kurang gizi
3.
sebagai advokat komunitas (pendamping,
pendukung, inovator, fasilitator dll) untuk sekaligus memfasilitasi terpenuhnya
kebutuhan komunitas.
Pada kegiatan praktik keperawatan komunitas berfokus pada
tingkat pencegahan yaitu :
1. Pencegahan
Primer. Yaitu Pencegahan sebelum sakit dan difokuskan pada populasi sehat,
mencakup kegiatan kesehatan secara umum, dan perlindungan khusus terhadap
penyakit. Contoh : imunisasi, penyuluhan gizi, simulasi, dan bimbingan dini dalam
kesehatan keluarga.
2. Pencegahan
Sekunder. Yaitu kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya perubahan derajat
kesehatan masyarakat dan ditemukan masalah kesehatan. Pencegahan sekunder ini
menekankan pada diagnosa dini dan tindakan untuk menghambat proses
penyakit. Contoh mengkaji keterbelakangan tumbuh kembang anak, memotivasi
keluarga untuk melakukan pemeriksaan kesehatan seperti mata, gigi, telinga dll.
3. Pencegahan
Tersier. Yaitu kegiatan yang menekankan pengembalian individu pada tingkat
berfungsinya secara optimal dari ketidakmampuan keluarga. Contoh :
membantu keluarga yang mempunyai anak dengan risiko kekurangan gizi untuk
melakukan pemeriksaaan secara teratur ke Posyandu.
2.1.5.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian terhadap program yang telah
dilaksanakan dibandingkan dengan tujuan semula dan dijadikan dasar untuk memodifikasi
rencana berikutnya. Evaluasi yang dilakukan dengan menggunakan konsep :
1.
Evaluasi struktur
2.
Evaluasi proses
3.
Evaluasi hasil
Sedangkan fokus dari evaluasi
pelakasanaan askep komunitas adalah :
1.
relevansi atau hubungan antara
kenyataan yang ada dengan target pelaksanaan
2.
perkembangan atau kemajuan proses ;
kesesuaian dengan perencanaan, peran staf atau pelaksana tindakan, fasilitas
dan jumlah peserta
3.
efisiensi biaya. Bagaimanakah
pencarian sumber dana dan penggunaannya serta keuntungan program.
4.
efektivitas kerja. Apakah tujuan
tercapai dan apakah klien atau masyarakat puas terhadap tindakan yang
dilaksanakan
5.
Dampak. Apakah status kesehatan
meningkat setelah dilaksanakan tindakan, apa perubahan yang terjadi dalam 6
bulan atau 1 tahun.
Secara garis besar, Proses evaluasi
meliputi :
1.
menilai respons verbal dan nonverbal
komunitas setelah intervensi dilakukan.
2.
mencatat adanya kasus baru yang
dirujuk ke rumah sakit.
2.2
PROGRAM EVALUASI
Ada beberapa cara untuk evaluasi, yang
menggabungkan ukuran kualitatif dan kuantitatif dari proses perubahan. Selain
itu, biaya perawatan kesehatan memerlukan penafsiran dalam hal efektivitas
biaya. Beberapa perawat menggunakan struktur model, proses, dan faktor hasil
dalam pendekatan evaluasi. Lainnya
menggunakan model formatif dan sumatif evaluasi atau model tujuan dan
sistem (Tinkham
Voorhies, & McCarthy,
1984).
Valuasi dan teori energi
Evaluasi adalah langkah terakhir dalam
proses keperawatan, perhatian atau tindakan yang menetapkan terpenuhi atau
tidaknya suatu tujuan. Dari kerangka energi refrence, pertanyaannya adalah ada
atu tidak intervensi energi yang efektif
dalam membentuk atau membangun kembali keseimbangan untuk energi perhatian
khusus di masyarakat. Salah satu untuk menjawab pertanyaan dengan mengevaluasi
perubahan “hasil” bagian dari diagnosa keperawatan. Misalnya, dengan
menggunakan bayi diagnosa resiko tinggi kematian, yang mengakibatkan sebagian
dari diagnosis mengidentifikasi dampak dari defisit energi masyarakat dan
termasuk faktor-faktor seperti tingkat kematian bayi lebih dari pada orang
sehat 2000 (Departemen Kesehatan dan Pelayanan Manusia Amerika Serikat, 1991 )
tujuan dan 75%ibu menggunakan alat kesehatan dan kegiatan pencegahan selama
kehamilan. Melakukan intervensi energi diarahkan menuju “kenapa” merupakan
bagian dari perubahan.
Evaluasi, langkah terakhir dalam proses keperawatan,
prihatin apakah atau tidak menetapkan tujuan terpenuhi. Dari kerangka energi
refrence, pertanyaannya adalah apakah atau tidak intervensi energi yang efektif
dalam membentuk atau membangun kembali keseimbangan energi untuk perhatian
khusus di masyarakat. Salah satu cara untuk menjawab pertanyaan mungkin akan
mengevaluasi changer di "dihasilkan-in" bagian dari diagnosis
keperawatan. Misalnya, dengan menggunakan bayi tinggi kematian diagnosis yang
disajikan dalam bab 7, yang mengakibatkan sebagian dari diagnosis
mengidentifikasi dampak dari defisit energi masyarakat dan termasuk
faktor-faktor seperti tingkat kematian bayi lebih tinggi dari negara dan
bangsa, tingkat hight daripada orang sehat 2000 (Departemen kesehatan Amerika
Serikat ang Human Services, 1991) tujuan, dan thagt 75% ibu memberikan yang
unware promosi kesehatan dan kegiatan pencegahan selama kehamilan. Melakukan
intervensi energi diarahkan menuju "karena ke" bagian dari perubahan
causea diagnosis dalam defisit energi sehingga lebih seimbang seperti yang
diidentifikasi oleh tingkat yang yang lebih dekat dengan negara dan tingkat nasional
dan Rakyat Sehat 2000 tujuan. Dan jangan lebih banyak perempuan tahu tentang
promosi kesehatan dan pencegahan selama pregnency? Jika saldo masyarakat telah
dicapai di daerah ini, masalah kesehatan dapat dihapus dari pertimbangan pada
saat ini. Jika tidak, harus ada penilaian ulang masalah.
2.2.1
Definisi dan Konsep
Evaluasi program
Menurut Potton (1986), evaluasi program adalah “kumpulan sistematis
informasi tentang kegiatan, karakteristika, dan hasil dari program untuk
digunakan oleh orang-orang tertentu untuk mengurangi ketidakpastian, meningkatkan
evektifitas”. Veney dan Kaluzy (1991)
mengatakan bahwa tujuan utama evaluasi program adalah untuk menentukan
relevansi program, kemajuan, efisiensi, efektivitas, dan dampak pada klien.
Menurut Posavac dan Carey (1989), evaluasi mencakup metode yang menentukan
apakan suatu layanan atau program yang dibutuhkan dan mungkin untuk digunakan,
apakah itu dilakukan secara terencana, dan apakah itu benar-benar membantu
orang-orang itu dimaksudkan untuk membantu.
Struktur,
proses, dan hasilnya
Menurut Donabedian (1966), standar struktur adalah mereka yang menilai
lingkungan di mana perawatan disediakan dan termasuk penilaian faktor seperti
kerangka organisasi, ketersediaan sumber daya, kualitatif anggota staf, dan
kepatuhan terhadap mandat hukum. Standar proses mengidentifikasi bagian
perawatan haarus diserahkam dan fokus pada kegiatan penyedia layanan kesehatan.
Menurut America Nursing Association,
standar keperawatan kesehatan masyarakat menentukan apakah peleyanan kesehatan
yang diberikan adalah untuk kelompok. Hasil evaluasi standar klien dan
mengevaluasi apa yang klien pelajari, apa yang dilakukan, atau efek dari
intervensi pada statistik agregat. 2000 rakyat hidup sehat adalah ukuran hasil agregat.
2.2.2
Evaluasi Formatif dan Sumatif
2.2.2.1
Evaluasi formatif
Sebuah
evaluasi formatif menganalisis kegiatan yang sedang berlangsung sehari-hari dan
fungsi program yang berfokus pada pengumpulan data jangka pendek untuk
meningkatkan program. Sebagai contoh, sebuah klinik keperawatan dapat
dijadwalkan di sebuah penampungan tunawisma pukul 10.00 sampai 14.00. Jika
beberapa klien hadir, penilaian situasi dapat menentukan bahwa mereka semua di
sekolah belajar keterampilan pekerjaan atau bekerja selama jam tersebut.
Akibatnya, klinik dapat dijadwalkan ulang untuk jam malam ketika klien berada
di penampungan dan dapat menghadiri.
2.2.2.2
Evaluasi sumatif
Sebuah evaluasi sumatif
menganalisi kegiatan dengan efek jangka panjang dari program ini untuk menjawab
pertanyaan mengenai perubahan dalam kesehatan pengetahuan, sikap dan praktek para
peserta. Sebagai contoh, berikut kelas tentang gizi. Presenter mungkin
menentuka apakah klien lebih tinggi dari sebelumnya dapat memilih makanan untuk
jangka waktu 24jam.
2.2.3
Program untuk evaluasi
Posavac dan Carey
(1989) mengidentifikasikan enam langkah yang berguna untuk evaluasi program
berkelanjutan. Pertama, kita harus mengidentifikasi orang-orang yang relevan
untuk dimasukan dalam proses evaluasi, seperti program personil, klien,
sponsor, dan tokoh masyarakat. Selanjtnya, pertemuan harus diatur untuk
mendiskusikan apakah evaluasi yang tepat dan diinginkan atau tidak. Jika
evaluasi yang diinginkan, jenis dan frekuensi evaluasi dan sumber untuk
melaksanakannya harus ditentukan. Diskusi ini mengarah pada langkah ketiga,
yang melibatkan keputusan akhir tentang apakah evaluasi akan dilakukan atau
tidak dan yang mungkin merupakan keputusan administratif berdasarkan
ketersediaan sumber daya atau kebutuhan masyarakat diidentifikasi. Langkah
keempat melibatkan tinjauan literatur elevant untuk menentukan metode dan
teknik yang tepat. Langkah kelima, metode untuk evaluasi diputuskan. Langkah
keenam, melibatkan menulis rencana untuk evaluasi.
2.2.4
Pertanyaan evaluasi selama tahap-tahap dari proses
keperawatan
Pertanyaan evaluasi tertentu harus diminta
selama langkah-langkah perencanaan dan pelaksanaan dalam proses keperawatan.
2.2.4.1
Pertanyaan tentang perencanaan
Sebuah pertanyaan penting selama perencanaan melibatkan kebutuhan untuk
program tersebut dan apakah harus dikembangkan atau tidak. Apakah kebutuhan
penduduk dan program akan memenuhi kebutuhan yang diidentifikasi? Pertanyaan
lain melibatkan ketepatan dari setiap alat yang digunakan, jika pamflet harus
didistribusikan atau jika program televisi atau radio disajikan, materi harus
tepat untuk audience yang dituju. Isu kesesuaian antara akurasi bahan;
ketepatan dari bahasa yang digunakan apakah dapat diinterpretasikam oleh
audience yang dituju, dan daya tarik umum materi. Masalah ini jatuh di bawah
evaluasi formatif, diidentifikasikan diatas.
Metode untuk mengevaluasi kesesuaian materi meliputi panel ahli atau
wawancara mendalam. Panel ahli dapat mengomentari keakuratan bahan dan individu
dari kelompok sasaran dapat membaca materi untuk pemahaman.
2.2.4.2 Pertanyaan tentang
implementasi
Metode program
Beberapa
pertanyaan tentang evaluasi terjadi selama tahap pelaksanaan. Satu pertanyaan
apakah program ini diimplementasikan atau tidak seperti yang direncanakan.
Karena semua aspek pelaksanaan tidak mungkin untuk mengevaluasi, aspek-aspek
yang akan diperiksa harus diidentifikasi. Evaluasi ini penting agar orang lain
yang ingin mereplikasi program akan tahu persis apa yang dilakukan dan
bagaimana. Ini merupakan pemantauan pelaksanaan program mungkin termasuk
meninjau catatan atau mungkin melibatkan menciptakan catatan yang baru untuk
merekam data. Data tentang program juga dapat diperoleh untuk wawancara dengan
klien atau dari interaksi secara langsung.
Pertanyaan
evaluasi yang lain adalah apakah program ini menjangkau audiens yang tepat
sasaran atau tidak. Jika tidak, mengapa gagal mencapai? Untuk program yang
disajikam di lokasi tertentu, data yang ada mungkin berguna untuk menjawab
pertanyaan pertama. Media massa atau jenis lain dari program mungkin memerlukan
survei untuk menjawab pertanyaan. Jika narasumber mengetahui segmen populasi
yang mungkin telah diharapkan untuk berpartisipasi dalam program, survei dari
kelompok ini mungkin menjawab pertanyaan yang gagal, data yang dikumpulkan dari
mereka yang gagal berpartisipasi mungkin menjawab pertanyaan tentang kesadaran
program mereka, daya tarik dan waktu program, dan kebutuhan yang dirasakan
untuk program tersebut.
Pertanyaan evaluasi yang lain berkaitan dengan statistik dengan program
mereka. Meskipun data ini biasanya bisa terhadap jawaban positif (Stipak,
1982), kepuasaaakan mempengaruhi hasil. Namun, hasilnya harus dievaluasi secara
hati-hati.
Pertanyaan
lain berhubungan dengan kepatuhan klien terhadap persyaratan program. Misalnya,
mereka menghadiri kelas atau membaca materi didistribusikan? Jika tidak,
perubahan mungkin perlu dibuat dalam metode yang digunakan. Pertanyaan lain
yang berkaitan dengan aspek yang berbeda dari program mungkin perlu dimasukkan
tergantung pada program khusus. Di atas adalah contoh dari pertanyaan yang
relevan tentang metode pelaksanaan program.
Hasil program
Suatu
daerah penting evaluasi melibatkan keluar program berasal dari ada tidaknya
efek program itu dilaksanakan. Variabel hasil mungkin sulit untuk
mengidentifikasi karena efek berbagai intervensi yang direncanakan. Sebagai
contoh, sebuah program berhenti merokok bagi ibu hamil dapat mempengaruhi pengetahuan ibu, pola merokok ibu, berat
lahir bayi, atau kematian bayi, dan hasil program dapat mencakup variabel
tersebut. Berbagai pertanyaan mengenai kesehatan dari fakta ilmiah yang
dihasilakan, kebutuhan badan program untuk data, atau biaya yang terlibat dalam
menggunakan satu variabel hasil di atas yang lain harus dijawab. Aspek lain
hasil program dan beberapa variabel yang dapat digunakan untuk mengukur hasil
dibahas selanjutnya.
2.2.5
Variabel hasil untuk mengukur perubahan masyarakat
Banyak intervensi yang diusulkan untuk
perawat praktek lanjutan melibatkan perubahan untuk bagian signifikan dari
masyarakat saat menggunakan pendekatan bertingkat. Jadi, mengukur perubahan
masyarakat dan variabel untuk melihat hasil masyarakat yang penting. Beberapa
diantaranya dibahas dibawah ini.
Evaluasi
intervensi multilevel
Thompson and Kinne
(1990) mengusulkan bidang-bidang berikut untuk evaluasi:
a.
perubahan
individu,
b.
perubahan
subsistem masyarakat,
c.
perubahan
keterkaitan masyarakat,
d.
perubahan
total masyarakat, seperti perubahan dalan norma dan katup.
Perubahan
individu dapat dievaluasi survei untuk menentukan berapa banyak individu yang
dipengaruhi oleh intervensi. Perubahan ini dapat dievaluasi dalam jangka
kesadaran dari, pengetahuan tentang, dan partisipasi dalm program ini, serta
setiap perubahan (kognitif, psikomotor) dalam perilaku mencatat.
Organisasi dan kelompok
adalah unit yang berguna untuk mengukur variabel hasil perubahan. Area
perubahan untuk evaluasi perubahan :
a.
kebijakan
yang terkai dengan program ini,
b.
dukungan
organisasi atau kelompok untuk program tersebut,
c.
partisipasi
program,
d.
kegiatan
lain yang menunjukan keterlibatan dengan program.
Mengukur perubahan
dalam keterkaitan antara subsistem masyarakat dapat diidentifikasi dengan
tingkat perubahan dalam organisasi masyarakat involment satu sama lain atau
keterhubungan sosial mereka. Area perubahan meliputi :
a.
pembangunan
koalisi,
b.
berpartisipasi
dalam papan masyarakat dan gugus tugas oleh subsistem,
c.
keterlibatan
dalam kegiatan ditingkat masyarakat oleh subsistem.
Seluruh hasil sistem
dapat dinilai dengan perubahan norma-norma atau nilai-nilai masyarakat. Area
evaluasi meliputi :
a.
perubahan
dalam kebijakan masyarakat yang berhubungan dengan program (misalnya merokok),
b.
prosedur
enforsement di masyarakat,
c.
pergeseran
norma seperti yang dirasakan oleh masyarakat dari kedua individu dan tingkat
subsistem,
d.
perubahan
eksternal seperti kondisi baru dan hukum nasional.
2.2.6
Komponen evaluasi
Komponen evaluasi meliputi (a) relevansi, perlu untuk program tersebut,
(b) kemajuan, evaluasi kegiatan untuk memenuhi sasaran yang ditetapkan, (c)
efisiensi, hasil dari program dalam kaitannya dengan biaya, (d) efektivitas,
kemampuan program untuk memenuhi hasil tujuan didirikan hasil program, (e)
dampak atau perubahan jangka panjang terlihat pada populasi program (Kaluzy
& Veney 1991).
Relevansi termasuk pertanyaan tentang perlunya program atau kegiatan. Hal
ini sering lebih penting untuk melihat relevansi ada daripada program baru.
Sebagai contoh, seperti program skrining racun timbal didirikan sebagai hasil
dari kebutuhan masyarakat diidentifikasi. Kemudian, mungkin terus selama
bertahun-tahun tanpa mengevaluasi relevansinya. Dengan demikian, evaluasi
berkala kebutuhan program atau relevansi perlu. Program baru kemudian dapat
terhambat karena staf atau keterbatasan anggaran. Dalam hal demikian, sumber
daya dari sebuah program yang tidak lagi relevan mungkin diarahkan untuk
memenuhi kebutuhan diidentifikasi baru.
Kemajuan melibatkan pemantauan kegiatan program, seperti jam pelayanan,
jumlah penyedia yang digunakan, jumlah penyerahan yang dibuat, atau nomer yang
diharapkan klian berpartisipasi dalam program ini. Ini merupakan evaluasi
formatif berkelanjutan memungkinkan penilaian dan tepat perubahan dalam program
sehari-hari.
Efisiensi mengacu pada biaya dan manfaat program. Ini menentukan apakah
manfaat program tersebut menjamin biaya yang terlibat untuk staf, bahan, dan
sebagainya. Sebuah pertanyaan penting berkaitan dengan efisiensi adalah apakah
program telah disediakan dana.
Evektifitas mengacu pada seberapa baik tujuan program bertemu dan
tingkat kepuasan klien dan penyedia. Ini menjawab pertanyaan tentang kepuasan
klien dengan progran dan kepuasan provider dengan keterlibatan klien dengan
kegiatan yang dilaksanakan. Hal ini segera dievaluasi, jsnhks pendek atau
formatif. Pembaca disebut tentang evaluasi hasil untuk informasi tambahan.
Evaluasi dampak berkaitan dengan hasil jangka panjang dari program ini.
Ini terlihat pada perubahan perilaku, perubahan mordibitas dan mortalitas, dan
perubahan lain yang dihasilakan dari program ini
2.2.6.1
Evaluasi hasil
Selain variabel hasil hanya disebutakan, beberapa orang lain sangat
penting. Dua refrensi dari hasil evaluasi yang mungkin berguna bagi pembaca .
lorig et. al(1996) dan Schalock (1995).
2.2.6.2
Perubahan perilaku atau keterampilan
Salah satu hasil dari intervensi kesehatan adalah perubahan perilaku
atau keterampilan. Dalam hal ini, narasumber terkait pada proporsi penduduk
yang berubah perilakunya sebagai hasil dari intervensi yang disediakan. Jawaban
dapat diperoleh dengan survei (kuesioner atau wawancara). Meskipun data yang
mungkin tidak sepenuhnya akurat karena kesalahan manusia. Pengamatan mengikuti
survei yang mahal dan memakan waktu dan karena itu tidak selalu praktis. Ketika
seseorang melakukan tindakan yang konsisten dengan pengetahuan saat ini,
tindakan yang dianggap terampil. Kita belajar untuk mempersiapkan formula untuk
bayi yang baru lahir, memberikan suntikan untuk diabetes. Keterampilan ini
dapat diajarkan dalam kelompok dan dapat dievaluasi berdasarkan pengamatan
terhadap demonstrasi kembali.
2.2.6.3
Sikap
Hasil lain mengukurnya perubahan adalah sikap. Sikap adalah pendapat
dari perfensi tentang ide-ide. Sikap dapat mempengaruhi individu untuk memilih
satu tindakan di atas yang lain dan penting bagi perawat. Misalnya, sikap
masyarakat bahwa kegiatan promosi kesehatan mengurangi biaya masyarakat untuk
perawatan sakit dapat mempengaruhi subsistem ekonomi menjadi setengah dari
pencegahan.
Sikap
tentang kesehatan dan perilaku kesehatan dapat diubah oleh pengalaman yang
direncanakan. Mengukur sikap sebelum dan setelah intervensi komunitas akan
menentukan efektivitas program. Perubahan sikap tersebut dapat berperan penting
dalam mewujudkan perubahan perilaku yang mempengaruhi tingkat yang lebih tinggi
kesehatannya.
2.2.6.4
Status kesehatan
Sebuah perubahan status kesehatan masyarakat
adalah tujuan dari banyak intervensi. Program ini sering mencoba untuk
mempengaruhi tingkat kematian prematur, cacat, cedera, mordibilitas, dan
mortalitas. Beberapa penekanan telah di kesehatan yang positif menggunakan
ukuran seperti presentase dari populasi yang mempraktikan seks yang aman,
berhenti dari merokok, atau berolahraga secara teratur. Beberapa ukuran hasil
pada orang kesehatan tahun 2000 fokus pada faktor-faktor positif tersebut.
2.2.7
Metode ceramah untuk
mengevaluasi program
2.2.7.1
Studi kasus
Studi kasus adalah salah satu pendekatan untuk
mengevaluasi kecukupan program. Sebuah studi kasus dapat memulai setiap titik
dalam proses implementasi. Ini berfokus pada data program kegiatan diperoleh
dengan observasi, laporan peninjau, personil wawancara atau klien menggunakan
terstruktur atau tidak terstruktur format, atau menggunakan kuesioner.
Metode ini berguna untuk menjawab pertanyaan
relevansi. Misalnya, dengan mendapatkan data dari penyedia klien, elevator
dapat menentukan derajat yang mana program ini memenuhi kebutuhan masyarakat.
Ini juga membahas kemajuan dengan mengamati kegiatan program yang ditawarkan
dan menbandingkannya dengan program yang telah direncanakan. Efektivitas biaya
lebih sulit untuk mengevaluasi dengan pendekatan metode kusus.
2.2.7.2
Survey
Survei mencakup kuesioner dan wawancara personal
dan berguna dalam menggambarkan (deskriptif survey) atau menganalisis hubungan
(surey analitik). Mereka mungkin menggambarkan kebutuhan program (deskriptif).
Data deskriptif dapat digunakan untuk analisis juga. Contoh, data deskriptif
usia, ras, dan jenis kelamin dapat dianalisis dalam kaitannya dengan
pengendalian hipertensi.
Survey berguna untuk menjawab pertanyaan tentang
perlunya program atau relevansinya ketika persepsi penyedia klien, dan manajer
diminta. Kemajuan juga dapat dievaluasi, efisiensi, efektivitas, dan dampaknya
lebih sulit untuk menentukan dengan survey.
2.2.7.3
Monitoring evaluasi program
Beberapa metode telah dikembangkan untuk memantau
kemajuan kegiatan atau untuk menentukan seberapa baik urutan program mengikuti
rencana yang telah ditetapkan. Pemantauan biasanya mengikuti tujuan disusun
secara berurutan dengan waktu yang ditentukan untuk setiap kegiatan yang akan
selesai. Contoh metode pemantauan meliputi teknik tinjauan evaluasi program.
Metode lain termasuk grafik Gant dan metode jalur kritis. Grafik monitoring
yang berguna untuk mengevaluasi kemajuan program karena mereka mengidentifikasi
apakah kegiatan sesuai jadwal dan dalam anggaran yang ditetapkan. Metode ini
juga dapat digunakan untuk mengukur efisiensi program dengan mendirikan biaya
sumber daya perklien. Dampak dari program atau relevansi dievaluasi dengan
metode ini.
2.2.7.4
Study evaluasi eksperimental
Desain eksperimental dapat menentukan dampak
program dengan menentukan ada atau tidak membuat perbedaan. Metode ini
menentukan hasil dari program dalam hal perubahan perilaku kesehatan. Sikap,
mordibilitas, mortalitas, dan sebagainya. Meskuipun ada masalah dalam
menerapkan rancangan percobaan (pengacakan, kontrol, dan kelompok belajar) itu
adalah cara terbaik untuk mengukur pengaruh atau untuk mendapatkan data
sumatif. Ini juga merupakan metode yang baik untuk mengevaluasi program. Hal
ini tidak berguna untuk mengevaluasi kemajuan atau efisiensi.
2.3
ASUHAN PEKA BUDAYA
Perawat
kelompok budaya yang beragam telah menjadi fokus keperawatan dari awal. Pada
awal tahun 1893, perawat di New York City memulai keperawatan kesehatan
masyarakat, dan mereka menyediakan perawatan di rumah bagi imigran, terutama
pendatang baru. Karena perawat bukan berasal dari latar belakang budaya yang
sama dengan imigran, mereka harus berurusan dengan perbedaan budaya antara diri
mereka sendiri dan orang dalam perawatan mereka.
Data dari
sensus tahun 2000 menunjukkan pergeseran yang lebih besar daripada sebelumnya dalam
demografi penduduk. Pada tahun 1990, orang kulit putih di 70 dari 100 largets
kota di Amerika Serikat mewakili lebih dari 50% dari populasi, mereka sekarang
menjadi mayoritas di 52 kota. Pola dari Populasi pada penurunan orang kulit
putih, peningkatan tajam dalam Asia, dan peningkatan dalam Amerika keturunan
Afrika. Perubahan ini mencerminkan masyarakat yang semakin beragam berkaitan
dengan kelompok ras dan etnis. Akibatnya, perbedaan yang signifikan dalam
keyakinan tentang kesehatan dan penyakit menjadi jelas antara berbagai
kelompok. Perawat yang ingin merefleksikan klien mereka keyakinan kesehatan dan
penyakit saat diintervensi untuk mempromosikan dan memelihara kesehatan
menghadapi banyak tantangan.
Perawat perlu
tahu kedua patofisiologi penyakit dan pandangan budaya yang mempengaruhi
persepsi. Menurut Trossman, tenaga kerja keperawatan sangat putih (90%). Afrika
Amerika account untuk 4,2%, Asia atau Kepulauan Pasifik membentuk 3,4%, 1,6%
Hispanik, dan penduduk asli Amerika atau Pribumi Alaska 0,05% dari tenaga kerja
keperawatan. Jelas, jumlah recially dan etnis yang beragam
perawat yang tersedia untuk memberikan perawatan tidak mencukupi.
Bab ini menyediakan perawat yang
berorientasi komunitas dengan strategi untuk memberikan asuhan keperawatan yang
kompeten secara budaya. Seorang perawat yang peduli untuk klien (individu,
kelompok, termasuk keluarga, dan masyarakat) yang secara budaya berbeda dari
perawat sehingga akan mampu menerapkan strategi yang bermanfaat dan tepat.
Dalam bab ini, penekanan pada empat kelompok: Afrika Amerika, Asia, Hispanik,
dan penduduk asli Amerika. Tidak hanya ada banyak budaya dan etnis keragaman
yang ada di dalam dan di antara kelompok-kelompok ini, tetapi juga mereka
konsisten diidentifikasi dalam literatur sebagai memiliki kesulitan lebih
ekonomis, perawatan kesehatan yang kurang dapat diakses, dan kesehatan yang
lebih buruk dibandingkan kelompok lain.
2.3.1
Budaya,
Ras, dan Etnis
Konsep budaya, ras, dan etnis memainkan peran yang kuat dalam memahami
perilaku manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, ketiga istilah ini sering
digunakan secara tidak benar. Perawat axpected untuk memahami arti dari setiap
saat memberikan pelayanan kesehatan yang kompeten secara budaya untuk klien
dari beragam budaya.
2.3.1.1
Budaya
Budaya adalah seperangkat
keyakinan, nilai, dan asumsi tentang kehidupan yang banyak diadakan di antara
sekelompok orang dan yang ditransmisikan intergerationnally. Budaya adalah sebuah
proses dinamis yang berkembang dari waktu ke waktu dan resisten terhadap
perubahan. Dibutuhkan bertahun-tahun bagi individu untuk menjadi cukup akrab
dengan nilai baru untuk itu untuk menjadi bagian dari budaya mereka. Sebagai
tanggapan terhadap kebutuhan anggotanya dan lingkungan, budaya menyediakan
solusi diuji untuk masalah kehidupan.
Individu belajar tentang
budaya mereka selama proses pembelajaran bahasa dan menjadi disosialisasikan,
biasanya sebagai anak-anak. Orang tua dan keluarga, sumber yang paling penting
untuk transfer tradisi, mengajar baik perilaku axplicit dan implisit dari
budaya. Perilaku eksplisit, seperti bahasa, jarak interpersonal, dan berciuman
di depan umum, dapat diamati dan memungkinkan individu untuk mengidentifikasi
diri dengan orang lain dari budaya. Dengan cara ini, orang-orang berbagi
tradisi, adat, dan gaya hidup dengan orang lain. Perilaku implisit kurang
terlihat dan termasuk cara individu memandang kesehatan dan penyakit, bahasa
tubuh, perbedaan dalam ekspresi bahasa, dan penggunaan judul. Perilaku ini yang
halus dan banyak sulit bagi orang untuk mengartikulasikan, namun mereka sangat
banyak bagian dari budaya. Misalnya, menunda untuk orang dewasa, berdiri ketika
mereka Anter ruangan, atau menawarkan mereka duduk menunjukkan nilai budaya
yang berkaitan dengan orang dewasa.
Contoh lain dari aspek
implisit budaya adalah penggunaan bahasa untuk berkomunikasi. Misalnya, dalam
satu budaya tanda mungkin membaca "Tidak merokok diizinkan". Dalam
budaya lain tanda mungkin membaca "terima kasih untuk tidak merokok".
Mantan Pernyataan merupakan budaya yang menghargai keterusterangan, sedangkan
nilai kedua indirectness. Setiap kebudayaan memiliki struktur organisasi untuk
apa anggota kelompok budaya menentukan sebagai perilaku yang tepat atau tidak.
Unsur-unsur organisasi budaya telah dijelaskan oleh Andrews dan Boyle (2003).
Elemen organisasi tersebut termasuk praktik membesarkan anak, praktik
keagamaan, struktur keluarga, ruang, dan komunikasi. Dalam hal bahasa, ada
ekspresi idiomatik unik untuk setiap bahasa. Adalah penting bahwa perawat
mengetahui unsur-unsur organisasi untuk memberikan perawatan yang tepat kepada
orang-orang dari beragam budaya. Ini tidak berarti, bagaimanapun, bahwa
seseorang harus mengabaikan atau gagal untuk memasukkan individualitas setiap
orang dalam budaya apapun ketika mengembangkan rencana perawatan. Sama seperti
semua budaya tidak sama, semua individu dalam suatu budaya yang tidak sama.
Setiap individu harus dipandang sebagai manusia yang unik dengan perbedaan yang
dihormati. Kotak 7-1 summariez faktor yang mungkin berkontribusi terhadap
perbedaan individu dalam budaya.
2.3.1.2
Ras
Ras terutama klasifikasi sosial yang bergantung pada tanda-tanda fisik
seperti warna kulit untuk mengidentifikasi keanggotaan kelompok. Individu
mungkin dari ras yang sama tapi dari budaya yang berbeda. Misalnya, Afrika
Amerika, yang mungkin telah lahir di Afrika, Karibia, Amerika Utara, atau di
tempat lain, adalah kelompok heterogen, namun mereka sering dipandang sebagai
budaya dan ras homogen. Konsekuensi sering ini adalah bahwa banyak perbedaan
budaya individu karakteristik ras yang sama. Hal ini sering mengaburkan
pemahaman kelompok ini budaya yang beragam.
Faktor lain yang menyoroti pentingnya mengurangi ras dibandingkan dengan
identitas etnis adalah keluarga antar-ras. Perubahan fisik pada generasi
biracial dan multiras menyebabkan perubahan dalam penampilan fisik individu dan
membuat balapan kurang penting dalam identitas etnis. Di Amerika Serikat,
childern orang tua biracial ditugaskan ras ibu.
2.3.1.3
Etnis
Etnis adalah perasaan bersama peoplehood antara sekelompok individu.
Etnis mencerminkan keanggotaan budaya dan didasarkan pada individu berbagi pola
budaya yang sama (seperti keyakinan, nilai-nilai, kebiasaan, perilaku, dan
tradisi) yang dari waktu ke waktu membuat sejarah umum yang sangat resisten
terhadap perubahan. Etnis merupakan karakteristik mengidentifikasi budaya,
seperti ras, agama, atau asal nasional. Hal ini dipengaruhi oleh pendidikan
dengan individu dari kelompok etnis lain selain sendiri. Oleh karena itu ada
hubungan timbal balik antara individu dan masyarakat. Anggota kelompok etnis
menyerah aspek identitas dan masyarakat mereka ketika mereka mengadopsi
karakteristik identitas kelompok. Namun, ketika ada identitas etnis yang kuat,
kelompok mempertahankan nilai-nilai, keyakinan, perilaku, praktek, dan cara
pemikiran yang.
2.3.2
Kompetensi
Budaya
Banyak orang yang
diajarkan oleh dan memiliki pengetahuan tentang budaya dominan. Selama orang
itu beroperasi dalam budaya tersebut, respon terjadi tanpa berpikir untuk
berbagai situasi dan tidak memerlukan pemeriksaan konteks budaya. Namun, dalam
iklim saat ini multikulturalisme, ada peningkatan penekanan dari penyedia
layanan kesehatan dan organisasi bagi perawat untuk memberikan kualitas dan
efektif perawatan. Sebagai contoh, seorang imigran Meksiko baru-baru ini yang
berbicara sedikit bahasa Inggris pergi ke pusat kesehatan masyarakat karena
infeksi saluran kemih. Perawat memahami bahwa dia harus menggunakan strateries
yang akan memungkinkan dia untuk berkomunikasi secara efektif dengan klien,
klien memiliki hak untuk menerima perawatan yang efektif, untuk menilai apakah
dia telah menerima perawatan yang dia inginkan, dan untuk follom dengan
tindakan yang tepat jika dia tidak menerima perawatan yang
diharapkan. Perawatan budaya kompeten disediakan
tidak hanya bagi individu dari kelompok minoritas ras atau etnis tetapi juga
untuk individu yang tergabung dalam kelompok diselenggarakan bersama oleh
faktor-faktor seperti usia, agama, orientasi seksual, dan status sosial
ekonomi. Perawat harus kompeten secara budaya untuk memberikan asuhan
keperawatan yang memenuhi kebutuhan orang-orang ini.
Kompetensi budaya pada
perawat adalah kombinasi dari perilaku budaya kongruen, sikap praktek, dan
kebijakan yang memungkinkan perawat untuk bekerja secara efektif dalam situasi
lintas budaya. Perawat budaya kompeten berfungsi secara efektif ketika merawat
cliens dari budaya lain. Kompetensi budaya mencerminkan tingkat pengetahuan
yang lebih tinggi dari sensitivitas budaya, yang pernah dianggap semua yang
diperlukan bagi perawat untuk secara efektif merawat klien mereka.
Asuhan keperawatan budaya kompeten dipandu oleh
empat prinsip (AAN Expert Panel, 1992) :
1.
Perawatan ini
dirancang untuk klien tertentu
2.
Perawatan
didasarkan pada keunikan budaya seseorang dan termasuk norma-norma budaya dan
nilai-nilai
3.
Perawatan
mencakup strategi pemberdayaan diri untuk memfasilitasi pengambilan keputusan
klien dalam perilaku kesehatan
4.
Perawatan
disediakan dengan sensitivitas dan didasarkan pada keunikan budaya klien
Perawat harus
kompeten secara budaya untuk sejumlah alasan. Pertama, budaya perawat sering
berbeda dari klien. Perawat datang dari berbagai latar belakang budaya dan
memiliki tradisi budaya mereka sendiri. Setiap perawat memiliki seperangkat
unik pengalaman budaya yang memberikan makna dan pemahaman perilaku nya. Karena
profesi keperawatan merupakan subsistem dari sistem perawatan kesehatan AS,
perawat juga membawa keyakinan biomedis dan nilai-nilai lingkungan praktek yang
mungkin berbeda dari keyakinan dan nilai-nilai klien. Karena keyakinan dan
nilai yang berbeda, ketika klien dan perawat berinteraksi mereka mungkin
memiliki pemahaman yang berbeda tentang arti masalah dan ide yang berbeda
tentang apa yang harus dilakukan untuk mempromosikan dan melindungi kesehatan.
Dalam situasi ini, kompetensi budaya membantu perawat menggunakan strategi
bahwa nilai-nilai hormat klien dan harapan tanpa mengurangi nilai-nilai perawat
sendiri dan axpectations.
Kedua, perawatan
yang tidak kompeten secara budaya lebih lanjut dapat meningkatkan biaya
perawatan kesehatan dan mengurangi kesempatan bagi hasil klien yang positif.
Kegagalan secara efektif untuk merespon kebutuhan kesehatan dan preferensi
budaya dan bahasa beragam individu diantaranya :
1.
Meningkatkan
keterlambatan dalam mencari perawatan klien
2.
Menciptakan
hambatan sebagai perawat mencoba untuk mendapatkan informasi untuk membuat
diagnosis yang tepat dan mengembangkan rencana pengobatan yang efektif
3.
Menghambat
komunikasi yang efektif antara klien dan perawat
Dalam iklim saat
ini kendala ekonomi, industri perawatan kesehatan difokuskan pada efektivitas
biaya, yang berarti menyeimbangkan biaya dan kualitas. Kualitas pelayanan
berarti bahwa hasil kesehatan yang positif yang dicapai. Perawatan yang tidak
terfokus pada nilai-nilai dan ide-ide klien cenderung meningkat biaya dan
mengurangi kualitas. Misalnya, ketika klien menggunakan kedua obat tradisional
dan obat-obatan tradisional Barat dan perawat gagal untuk menilai dan
menggunakan informasi ini dalam mengajar, klien mungkin tidak mendapatkan
manfaat penuh dari protokol pengobatan. Hal ini menunjukkan bahwa hasil
positif, yang merupakan indikator kualitas, tidak dapat dipenuhi. Ketika
kualitas dikompromikan, sumber daya tambahan mungkin diperlukan untuk mencapai
hasil perawatan kesehatan. Peningkatan penggunaan sumber daya berarti biaya
yang meningkat.
Ketiga, tujuan
khusus untuk orang-orang dari budaya yang berbeda harus dipenuhi sebagaimana
dimaksud dalam Healthy People 2010, namun pencapaian tujuan tersebut
mensyaratkan bahwa klien gaya hidup dan pribadi pilihan dipertimbangkan.
Sebagai contoh, sistem perawatan kesehatan Amerika memandang minum berlebihan
sebagai tanda penyakit, dan alkoholisme sebagai penyakit mental. Namun, dalam
budaya asli Amerika, ini menandakan ketidakharmonisan antara individu dan dunia
roh, dan intervensi biomedis saja mungkin tidak cukup untuk mengurangi
kecanduan alkohol dalam budaya ini. Pada tahun 1995, 19,2 per 100.000 penduduk
asli Amerika meninggal karena kecelakaan kendaraan bermotor yang berhubungan
dengan alkohol, tingkat yang tiga kali lebih tinggi dibandingkan pada populasi
umum (5,9 per 100.000) dan tujuan nasional adalah untuk mengurangi kesenjangan
ini. Namun, banyak penduduk asli Amerika melihat penggunaan konsumsi alkohol
sebagai cara yang dapat diterima untuk berpartisipasi dalam perayaan upacara
keluarga dan suku, dan penolakan untuk minum bersama keluarga dapat dipandang
sebagai tanda penolakan. Barat memperingatkan perawat bahwa "jika
pemerintah mengirim India ke klinik kesehatan di mana personil tidak memahami
praktek kesehatan holistik India dan di mana orang kulit putih muda berfungsi
sebagai pengasuh dan figur otoritas, kegagalan yang mungkin
mengakibatkan". Untuk memiliki hasil yang sukses, perawat yang
mengembangkan program berbasis popilation untuk mengurangi kematian yang
berhubungan dengan alkohol harus bersedia untuk menghormati keunikan budaya
penduduk asli Amerika dan untuk mengeksplorasi pengalaman hidup individu untuk
menemukan penyebab perilaku mereka.
2.3.3
Mengembangkan Kompetensi
Budaya
Mengembangkan kompetensi budaya adalah pada akan
proses kehidupan yang melibatkan setiap aspek perawatan klien. Hal ini
menantang dan kadang-kadang menyakitkan perawat berjuang untuk memutuskan
hubungan dengan lama dan mengadopsi cara-cara baru berfikir dan melakukan.
Dalam mengembangkan kompetensi budaya, perawat dapat dipandu oleh dua prinsip
yang disarankan oleh Leininger (2002):
1.
Mempertahankan
sikap obyektif dan terbuka luas terhadap individu dan budaya mereka
2.
Hindari
melihat semua individu sebagai sama.
Perawat mengembangkan kompetensi
budaya dalam cara yang berbeda, namun unsur utama adalah pengalaman dengan
klien dari budaya lain, kesadaran pengalaman ini, dan promosi saling menghargai
perbedaan. Karena ada berbagai tingkat kompetensi budaya, tidak semua perawat
dapat mencapai tingkat yang sama pembangunan.
Orlandi (1992)
menunjukkan bahwa ada tiga tahap dalam pengembangan kompetensi budaya: budaya
kompeten, peka budaya, dan budaya kompeten. Setiap tahap memiliki tiga
dimensi-kognitif (pemikiran yang), afektif (perasaan), dan psikomotorik
(melakukan) yang bersama-sama memiliki efek keseluruhan pada perawatan.
Berhenti sekarang dan menggambarkan kompetensi budaya dengan personsof budaya
yang berbeda dari Anda sendiri dengan pementasan masing-masing tiga dimensi.
Campinha-Bacote (1998) menawarkan model teoritis untuk menjelaskan proses pengembangan kompetensi budaya. Kelima contructs dari model adalah:
Campinha-Bacote (1998) menawarkan model teoritis untuk menjelaskan proses pengembangan kompetensi budaya. Kelima contructs dari model adalah:
1.
Kesadaran
budaya
2.
Pengetahuan
budaya
3.
Keterampilan
budaya
4.
Pertemuan
budaya
5.
Keinginan
Budaya
2.3.3.1
Kesadaran Budaya
Kesadaran budaya
melibatkan pemeriksaan diri dan eksplorasi mendalam dari keyakinan dan
nilai-nilai karena mereka mempengaruhi perilaku seseorang. Untuk menyadari
menunjukkan bahwa perawat mau menerima belajar tentang dimensi budaya klien.
Perawat yang budaya sadar memahami dasar bagi perilaku mereka sendiri dan
bagaimana hal itu membantu atau menghambat pemberian perawatan kompeten untuk
orang-orang dari budaya lain selain mereka sendiri. Perawat budaya sadar
mengakui bahwa kesehatan dinyatakan berbeda lintas budaya dan budaya yang
mempengaruhi respon individu terhadap kesehatan, penyakit, penyakit, dan
kematian. Budaya perawatan yang kompeten dapat disampaikan dalam berbagai mode
yang konsisten dengan nilai-nilai kesehatan klien.
Sebagai contoh, pada
program penjangkauan masyarakat, perawat mengajar kelompok ras campuran menolak
untuk memberikan demonstrasi kembali untuk pemeriksaan payudara sendiri. Ketika
didorong untuk melakukannya, dia berkata, "payudara saya jauh lebih besar
dibandingkan pada model. Selain itu, model yang tidak seperti saya. Mereka
semua putih". Setelah mendengar komentar klien, perawat menyadari bahwa ia
tidak membuat referensi dalam pembicaraan dia pengaruh budaya atau ras di
skrining untuk kanker payudara dan leher rahim.
Perawat berbicara
dengan klien, meminta rekomendasi, dan mendorongnya untuk kembali demonstrasi.
Perawat melatih klien melalui proses pemeriksaan diri sambil menunjukkan bahwa
terlepas dari ukuran payudara, bentuk, dan warna, teknik ini sama untuk
merasakan jaringan dan meremas puting untuk memastikan bahwa tidak ada debit.
Karena perawat ini adalah budaya sadar, dia tidak menjadi marah dengan dirinya
sendiri atau klien, dia juga tidak memaksakan nilai-nilai sendiri pada klien.
Sebaliknya, klien berbicara tentang keyakinannya, sikap, dan perasaan tentang
skrining untuk kanker yang mungkin dipengaruhi oleh budaya-nya. Selanjutnya,
perawat membeli model payudara seorang wanita Afrika-Amerika untuk digunakan
dalam program pendidikan kesehatan masa depan dengan perempuan Afrika-Amerika.
Jika perawat belum
budaya sadar, dia mungkin telah salah paham masalah klien dan bertindak secara
defensif. Interaksi tersebut akan gagal dalam mengidentifikasi aset klien dan
hambatan dan strategi intervensi yang tepat. Konfrontasi mungkin terjadi bahwa
tidak akan membantu klien atau perawat. McKenna (2001) mendesak perawat untuk
juara penyebab klien untuk memiliki tradisi budaya mereka dihormati ketika
mereka mencari pelayanan kesehatan dan berinteraksi dengan profesional perawatan
kesehatan.
2.3.3.2
Pengetahuan Budaya
Pengetahuan budaya
adalah informasi tentang elemen organisasi beragam budaya dan kelompok etnis.
Penekanan pada belajar tentang pandangan klien dari perspektif emic (asli).
Pemahaman budaya klien menurun salah tafsir dan penyalahgunaan pengetahuan
ilmiah dan memfasilitasi kerjasama klien dengan regimen perawatan kesehatan.
Leininger menunjukkan bahwa perawat yang tidak memiliki pengetahuan budaya
dapat mengembangkan perasaan tidak mampu secara efektif membantu klien mereka.
Berdasarkan temuan penelitian, Eliason (1998) melaporkan bahwa ada hubungan
positif yang signifikan antara tingkat kenyamanan siswa dan jumlah pengalaman
yang mereka miliki dalam merawat klien beragam budaya. Ini mendukung perlunya
pendidikan perawat untuk memasukkan paparan berbagai budaya. Ketika pengetahuan
tentang budaya klien hilang atau tidak memadai, juga dapat menyebabkan situasi
negatif seperti klien kurangnya kerjasama dengan regimen perawatan kesehatan
dan penggunaan yang tidak memadai pelayanan kesehatan. Walaupun tidak realistis
untuk mengharapkan bahwa perawat akan memiliki pengetahuan tentang semua
budaya, mereka harus menyadari dan tahu bagaimana untuk mendapatkan pengetahuan
tentang pengaruh budaya yang mempengaruhi kelompok withwhom mereka paling
sering berinteraksi. Klien menyediakan sumber yang kaya informasi tentang
budaya mereka sendiri.
2.3.3.3
Keterampilan Budaya
Ketiga, dalam mengembangkan
kompetensi budaya adalah keterampilan budaya. Keterampilan budaya mencerminkan
integrasi efektif kesadaran budaya dan pengetahuan budaya untuk memperoleh data
budaya yang relevan dan memenuhi kebutuhan klien beragam budaya. Perawat budaya
terampil menggunakan sentuhan yang tepat selama percakapan, memodifikasi jarak
fisik antara dirinya dan orang lain, dan menggunakan strategi untuk menghindari
kesalahpahaman budaya saat pertemuan bersama disepakati gol.
2.3.3.4
Pertemuan Budaya
Sebuah pertemuan
budaya adalah membangun keempat penting untuk menjadi kompeten secara budaya.
Perawat mengintegrasikan di semua tingkat perawatan pentingnya budaya karena
mereka bekerja secara langsung dengan klien dari latar belakang budaya yang
beragam. Enconters budaya melibatkan semua interaksi dan tidak hanya mereka
yang terkait kesehatan. Yang paling penting adalah mereka perawat yang terlibat
dalam komunikasi yang efektif, menggunakan bahasa yang tepat dan tingkat melek
huruf, dan belajar langsung dari klien tentang pengalaman hidup mereka dan
pentingnya pengalaman ini bagi kesehatan.
Di beberapa
komunitas, perawat mungkin memiliki beberapa peluang untuk mengembangkan
kompetensi budaya dengan bekerja secara langsung dengan orang dari budaya lain.
Ketika perawat datang ke dalam kontak dengan orang yang secara budaya berbeda
dari themselve, mereka harus beradaptasi konsep budaya umum untuk situasi
sampai mereka dapat belajar langsung dari klien tentang budaya mereka.
Kompetensi budaya berkembang juga datang dari membaca tentang, mengambil kursus
pada, dan mendiskusikan budaya yang berbeda dalam pengaturan multikultural.
Perawat harus
menyadari bahwa memiliki kompetensi budaya tidak sama sebagai seorang ahli pada
budaya dari kelompok yang berbeda dari mereka sendiri. Sebuah pertemuan yang
sukses dapat dinilai berdasarkan empat aspek:
1.
Perawat
merasa sukses tentang hubungan dengan klien
2.
Klien merasa
bahwa interaksi yang hangat, ramah, hormat, dan koperasi
3.
Tugas yang
dilakukan secara efisien
4.
Perawat
dan pengalaman klien sedikit atau tanpa stres
2.3.3.5
Keinginan Budaya
Keinginan budaya
adalah membangun kelima dibutuhkan dalam proses pengembangan kompetensi budaya.
Hal ini mengacu pada motivasi intrinsik perawat untuk memberikan perawatan
budaya yang kompeten. Perawat yang memiliki keinginan untuk menjadi kompeten
secara budaya melakukannya karena mereka ingin rether daripada karena mereka diarahkan
untuk melakukannya. Mereka mendemonstrasikan rasa energi dan antusiasme, dan
mereka adalah tujuan diarahkan dalam memberikan pelayanan keperawatan yang
kompeten secara budaya. Berbeda dengan konstruksi lain, keinginan budaya tidak
dapat langsung diajarkan di kelas atau lingkungan pendidikan lainnya, tetapi
perawat lebih cenderung untuk menunjukkan keinginan budaya ketika lingkungan
kerja mereka mencerminkan filosofi yang menghargai kompetensi budaya di semua
tingkat organisasi dan untuk semua klien.
Campinha-Bacote
(1998) memperingatkan perawat untuk tidak takut membuat kesalahan, dan dia
menyediakan daftar lakukan dan jangan yang bisa membantu mereka melakukan
perjalanan kompetensi budaya.
2.3.3.6
Dimensi Kompetensi Budaya
Perawat
mengintegrasikan pengetahuan profesional mereka dengan pengetahuan dan praktek
klien untuk bernegosiasi dan mempromosikan perawatan budaya yang relevan untuk
klien tertentu. Leininger (2002) mengemukakan tiga mode tindakan, berdasarkan
negosiasi antara klien dan perawat, yang memandu perawat untuk memberikan
budaya yang kompeten peduli pelestarian budaya, akomodasi budaya, dan
Repatterning budaya. Ketika keputusan dan tindakan yang digunakan dengan
percaloan budaya, perawat mampu memenuhi berbagai peran penting untuk
memberikan perawatan holistik untuk klien budaya yang beragam.
2.3.4
Sistem Pelayanan Kesehatan
Kultural
2.3.4.1 Kultur preservasi
Kultur preservasi adalah perawat yang
mendukung dan menggunakan fasilitas
pengawetan pendukung kultur praktek, contohnya akupuntur dan akupresur, bersama-sama
dengan intervensi dari sistem kesehatan biomedikal. Contohnya Ms. Lin berumur
73 tahun wanita cina, menghabiskan waktu dirumah setelah oprasi untuk kanker
usus. Perawat menemukan dia di rumah sendiri dengan suaminya yang berumur 76
tahun.Setelah penafsiran fisik , perawat membuat diskusi penyerahan untuk Ms.
Lin untuk mempunyai ajudan untuk merawat fisik dia dan penerangan rumahtangga.
Keluarga ramah tapi terlihat ragu-ragu untuk menyetujui penyerahan. Perawat tau
kalau orang cina mempunyai jaringan keluarga yang sangat besar dan keluarga
pandai membuat keputusan. Dia bertanya kepada pasangan itu jika mereka ingin
membuat keputusan situasi ini dengan anak perempuan mereka. kedua client dan
suami dia terlihat menyetujui ide tersebut.dan perawat berjanji untuk kembali dihari
selanjutnya. Disaat perawat kembali untuk mengunjungi dia, Satu dari anak
perempua Ms.Lin, datang dan memberi tahu siperawat kalau keluarga bisa mengatur
tanpa bantuan tambahan. 3 anak perempuan telah membuat skejul untuk mengambil
bagian memperdulikan kedua orang tua mereka. Perawat menyetujui dan mendukung
keputusan keluarga dan memberitahu mereka kalau mereka memutuskan diwaktu lain
untuk mempunyai ajudan. Mereka harus memanggil agen, dan dia memberi nomer
telepon kepada mereka. Setelah dia mensekejulkan urusan selanjutnya mengunjungi
dengan mereka.
2.3.4.2 Kultur Akomodasi
Kultur akomodasi adalah perawat
mendukung dan menggunakan fasilitas pendukung kultur praktek. Seperti tempat
penguburan placenta (helsel dan mochel, 2002) ketika praktek kultur belum
menemukan client yang berbahaya, contohnya, pengantar perawat sangat menolong
disaat Ms.Sanchez bertanya ke dia untuk tidak membuang kantung
ketuban yang mengenai secara
tiba2 ke muka cucunya setelah melahirkan.Ms Sanchez menyuruh suster memberi itu
kedia.Si nenek percaya bahwa lahir dengan sedikit air kantung ketuban di
wajahnya memungkinkan tanda yang mempunyai sesuatu yang spesial yang akan
terjadi dikehidupan orang.nenek menjelaskan kalau setelah dia mengeringkan air
kantung ketuban itu,dia akan menjaga itu ditempat yang aman.Dia juga akan
menghabiskan waktu ekstra untuk menjaga bayi untuk mencegah dia dari
bahaya.Meskipun ruang pengantar suster tidak berpengalaman tentang praktek, dia
membantu dan memberi nenek sekantung air ketuban yang dipesan oleh sinenek,
jika, bagaimanapun praktek kultur tertentu ditemukan akan membahayakan. Perawat
mencari jalan yang sesuai untuk memodifikasi praktek. Sering, praktek kultur
bisa berhasil menggunakan sesuai intervensi dari sistem kesehatan biomedical.
2.3.4.3 Kultur repatterning
Kultur repatterning adalah perawat
bekerja dengan client untuk membantu mereka menyusun ulang,mengganti,atau
memodifikasi kultur prakter mereka ketika praktek mereka berhaya untuk
mereka.contoh suster tahu budaya berkompeten obesitas tertinggi diantara wanita
meksiko dan amerika diatas umur 20 tahun (USDHHS, 1998), Sebuah sekolah
keperawatan telat diundang untuk mengembangkan program kesehatan untuk anak
muda dimeksiko disekolah menengah keatas. Selagi menghargai tradisi kultur
mereka, suster telah mendiskusikan dengan anak-anak muda besarnya majamenent strategi. Suster mengerti
dengan anak-anak muda isu budaya yang berkaitan dengan makanan dan tahu
bagaimana untuk bernegosiasi dengan mereka. Dia tidak suka mengkonsumsi makanan
kering(seperti tortillas),cream cair. Dan keju biasa dan menyukai dan
mendemonstrasikan cara memasak tortillas, salsa dan toping.di contoh yang
lain,perawat yang telah memberikan instruksi sebelum melahirkan ke wanita hamil
dari haitian menemukan bahwa banyak dari mereka telah mengunjungi ahli herbal untuk menemukan teh-teh yang membantu mereka mempunyai “bayi
kuat” perawat bertanya nama dari herbal di teh yang mereka telah minum dan
telah membuat skejul sebuah konfrensi dengan ahli obat obatan untuk mendiskusikan
bahan-bahan spesifik dari obat dan cara-cara yang mereka mungkin membantu klien
menemukan budaya yang diperlukan.Perawat telah mencari salah satu obat-obatan
yang berkontribusi untuk tekanan darah tinggi.Sebuah masalah yang banyak dari
wanita yang telah mengalami ,dia bernegosiasi dengan wanita wanita untuk tidak
meminum teh dengan obat yang spesifik. Perawat bekerja sama dengan ahli
herbal yang dia mengerti kepentingan
supranatural dikarenakan dari penyakit di budaya Haitian.
2.3.4.4 Kultur brokering
Kultur brokering adalah aksi lain yang
digunakan oleh perawat-perawat berbudaya
kompeten untuk membuat kepastian agar
klien menerima perawatan berbudaya kompeten
( leininger 2002) budaya broker hukum mediasi,negosiasi,intervensi,
diantara budaya klien dan kesehatan budaya biomedical ke setengah dari klien.
Perawat-perawat berbudaya kompeten dapat mengerti kedua budaya dan mengatasi
kembali atau mengurangi masalah-masalah yang menghasilkan dari
individu-individu dikedua budaya yang tidak mengerti nilai-nilai kemanusiaan.
Untuk mengilustrasikan pekerja TKI cenderung memiliki pekerjaan mempunyai
mobilitas yang tinggi. Banyak kemiskinan dan mempunyai edukasi formal yang
terbatas. Mereka mungkin hanya mencari puskesmas hanya untuk, ketika mereka
sakit dan tidak bisa bekerja, kapanpun seorang perawat berinteraksi dengan
mereka, kesempatannya harus diambil untuk mengajar tentang
pencegahan,pemelihara kesehatan,sanitasi lingkungan dan gizi, karena itu
mungkin hanya kesempatan perawat akan pernah mempunyai dan untuk memberikan
pekerja TKI khusus.
Perawat juga harus dianjurkan kebenaran
dari pekerja TKI untuk menerima kesehatan keperawatan yang
berkualitas.contohnya perawat mungkin memanggil pekerja TKI servis untuk
mengikuti atau menyerahkan perawatan untuk pekerja TKI
2.3.5
Sifat Dalam Menghadapi Budaya
Ketika perawat-perawat gagal untuk
menyediakan budaya perawat berkompeten. Itu mungkin karena mereka mempunyai
sedikit kesempatan untuk mempelajari tentang transkultural merawat. Karena
supervisior mereka mendorong mereka untuk menambah produktivitas, atau karena
mereka ditekan oleh kolega, yang mana tidak berpengalaman tentang konsep budaya
dan tersinggung. Ketika menggunakan konsep lainnnya, ini dan isu yang mirip
akan menghalangi pengantar budaya berkompeten dan mungkin hasil perilaku
perawat seperti stereotip, prasangka, dan rasisme, eknosentrim, pemaksaan
budaya, konflik budaya dan shock kultur.
2.3.5.1
Stereotip
Stereotip menganggap keyakinan dan
perilaku tentang kelompok dan individu tertentu
tanpa menilai perbedaan individu
(Brislin 1993). Blok
Stereotip kesediaan seseorang untuk menjadi terbuka dan belajar tentang individu atau kelompok tertentu. Bila informasi tidak segera
tersedia, perawat bisa
mengeneralisasi tentang kelompok
pola perilaku sebagai panduan unti mereka memiliki waktu untuk mengamati dan menilai perilaku klien. Ini bisa menjadi masalah, dan dapat
menyebabkan perawat yang tidak
mau untuk memasukkan data baru
dan spesifik tentang klien.
Informasi baru mungkin terdistorsi agar sesuai dengan prasangka. The
generalisasi itu adalah titik awal untuk memahami individu
menjadi titik akhir, dan orang
tersebut adalah demikian stereotip
atas dasar perilaku kelompok (Galanti 1997)
Stereotip dapat berupa positif atau negatif. misalnya, orang asia yang positif
distereotipkan sebagai "model"
kelompok minoritas, yang mengarah
ke harapan bahwa mereka akan selalu
berperilaku dengan cara yang memperkuat kelompok notion.
stereotip yang distereotipkan
sebagai "rajin dan bekerja
keras." Perawat adalah
stereotip negatif ketika mereka label Amerika asli yang
complaines sakit perut sebagai seorang pecandu alkohol karena mereka tahu bahwa ada insiden tinggi alkoholisme di group.Similarly, seorang
perawat yang percaya bahwa
perempuan Afrika-Amerika muda cenderung permisif
seksual mungkin label seorang wanita dalam kelompok ini Stereotip dapat dapat menanggapi dengan
marah dan hostility.this pada
gilirannya perpatuates stereotip
dan menciptakan hambatan terhadap perilaku mencari kesehatan. untuk meminimalkan penggunaan stereotip, perawat harus
menyadari bias mereka dan
mengakui pengaruh sosialisasi
perbedaan individu.
2.3.5.2
Prejudice
Prejudice adalah manisfestation emosional keyakinan yang
dipegang teguh (stereotip) tentang
kelompok. keyakinan ini diarahkan orang yang merupakan
anggota grup itu, dan siapa yang dianggap memiliki kualitas yang pantas dianggap berasal dari kelompok (Brislin, 1993)
prasangka biasanya mengacu pada perasaan negatif, yang sering prekursor untuk tindakan diskriminatif berdasarkan menilai, pengetahuan yang terbatas tentang,
takut, atau kontak
terbatas dengan individu.
2.3.5.3
Rasisme
Rasisme adalah bentuk prasangka yang terjadi melalui pelaksanaan kekuasaan
oleh individu dan institusi terhadap orang-orang dari warna kulit lainnya yang
dinilai menjadi rendah. misalnya, dalam kecerdasan, moral, keindahan, dan harga diri (Brislin, 1993). prasangka dan rasisme dapat dipahami menggunakan
matriks dua dimensi terbuka dibandingkan rahasia,
dan disengaja dibandingkan yang tidak
disengaja.
2.3.5.4
Etnosentrisme
Etnosentrisme atau
prasangka budaya, adalah
keyakinan bahwa kelompok budaya sendiri
seseorang menentukan standar yang
kelompok perilaku lainnya yang dinilai. Perilaku ini berbeda dengan kebutaan budaya, di
mana ada ketidakmampuan untuk mengenali perbedaan antara keyakinan seseorang
sendiri budaya, nilai-nilai, dan praktik dan orang-orang dari budaya lain.
2.3.6
Konflik di Antara Sektor
Konflik budaya merupakan ancaman yang mungkin timbul dari kesalahpahaman
harapan ketika perawat tidak dapat merespon dengan tepat ke individu lain praktik
budaya karena ketidakbiasaan
dengan praktek (andrews dan Boyle, 2003).
Kultur shock adalah perasaan tidak berdaya, ketidaknyamanan, dan disorientasi yang dialami oleh individu berusaha untuk memahami atau efektif dan beradaptasi dengan kelompok budaya yang keyakinan dan nilai-nilai yang berbeda dari budaya
individu.
Untuk menyelesaikan masalah ini, kita
perlu memahami dan mengakomodasi ideologi dan praktik individu yang beraneka
ragam. Pemberi perawatan profesional harus mempertimbangkan pentingnya
interpretasi penyakit dan maknanya bagi klien yang kita tangani agar terbentuk
hubungan yang lebih nyaman dan aman antara klien dengan pemberi perawatan. Kita
harus memfokuskan pada sektor populer jika ingin mendapatkan hubungan kerja
yang menghasilkan kesuksesan. Konflik, kesalahpahaman, dan hambatan terhadap
pelayanan kesehatan yang efektif akan berkurang hanya dengan komitmen untuk
memperoleh pengetahuan tentang sektor pupoler. Caranya adalah mengaktifkan
kepercayaan tentang kesehatan dan praktik kesehatan dan mengenali serta
menangani 70%-90% dari semua episode penyakit. Profesi keperawatan memiliki
komitmen terhadap kesehatan dan holisme serta memiliki kemampuan untuk memahami
respons sosial-budaya yang kompleks terhadap kesehatan baik nyata maupun
potensial. Dengan demikian, sangatlah logis jika mereka menjadi advokat bagi
klien dalam memfasilitasi interaksi di antara sektor tersebut. Advokasi yang
tepat harus didasarkan pada kemampuan untuk memahami kenyataan sektor populer
dan untuk menerjemahkan atau menegosiasikan sistem yang dimiliki oleh sektor
tersebut dengan tujuan mengurangi hambatan terhadap perawatan yang sensitif
secara kultural. Dalam melakukan perannya, perawat akan bertanggung jawab
terhadap kompetensi kultural di antara para pemberi perawatan dan akan menjadi
contoh dalam penerapan atribut tersebut untuk institusi pelayanan kesehatan.
Perbedaan adalah sumber konflik dan
kesalahpahaman dalam hubungan klien dengan pemberi perawatan yang sudah tidak
diragukan lagi. Pemahaman rinci tentang sistem pelayanan kesehatan kultural
akan memberi kita banyak alasan mengenai eksistensi dan resolusi dari hambatan
nyata dan potensial antara pemberi perawatan dan penyembuhan non-profesional
dalam proses pemberian perawatan. Paradigma perbedaan ini sebaiknya digunakan
oleh pemberi perawatan, mitra, dan komunitas sebagai suatu petunjuk ke arah
kompetisi secara budaya, lebih dari sekedar sebagai suatu pemahaman dasar
terhadap makna konflik.
2.3.7
Pemberi Perawatan yang Kompeten Secara Budaya
Kompetensi budaya mengandung arti suatu
kesdaran, sensitivitas, dan pengetahuan tentang makna budaya dan perannya dalam
membentuk perilaku manusia (McManus, 1988). Budaya secara luas didefinisikan
sebagai keyakinan, niali-nilai, cara mengetahui, dan pola karakteristik perilaku
kelompok, populasi tertentu yang ditransmisikan secara sosial (Kleinman, 1980,
Wood, 1989). Dengan demikian, kompetensi budaya adalah kemampuan untuk
mengekspresikan kesadaran terhadap budaya sendiri, mengenali perbedaan satu
sama lain, dan mengadaptasikan perilaku untuk menghargai dan mengakomodasi
perbedaan tersebut (Dillard, Andonian,Flores, Lai, MacRae & Shakir. 1992).
Cakupan budaya bukan sekedar ras dan etnisitas, namun dapat termasuk gender,
agama, status sosial ekonomi, orientasi seksual, usia, lingkungan, latar
belakang keluarga, dan pengalaman hidup seseorang.
Kompetensi budaya bergantung pada
perkembangan sikap diantara pemberi perawatan kesehatan. Proses ini bermula
dari kesediaan individu untuk mempelajari isu budaya disertai komitmen untuk menggabungkan
pentingnya budaya kedalam semua tingkat perawatan. Setelah itu, proses tersebut
dioperasionalisasikan dengan melakukan adaptasi terhadap pelayanan untuk
memenuhi kebutuhan unik secara kultural. Walaupun beberapa praktisi mungkin
memiliki pengetahuan spesifik tentang bahasa, nilai-nilai, dan kebiasaan dari
budaya lain, tugas yang paling menantang adalah memahami dinamika perbedaan
dalam proses memberikan bantuan dan mengadaptasikan keterampilan praktik agar
sesuai dengan konteks budaya klien.
Upaya
menumbuhkan kesadaran dan penerimaan terhadap perbedaan budaya penting
dilakukan sebagai langkah awal dalam proses pembentukan individu yang kompeten
secara budaya (Cross, Bazron, Dennis & Issacs, 1989, McManus, 1988). Banyak
kelompok etnis minoritas memiliki kepercayaan dan praktik tentang kesehatan,
penyakit, dan penanganan yang berbeda secara signifikan dengan paradigma medis
ilmiah dari dunia barat yang telah menyusun sistem pemberian perawatan
kesehatan AS (Devore & Schlesinger, 1991, Eisenberg, 1980). Bagaimanapun,
tindakan mengecap orang lain negatif dengan alasan perbedaan keyakinan dan
pandangan, tidak dapat diterima. Kita harus mengeksplorasi dan memahami
berbagai perbedaan yang ada sehingga hambatan dalam mencari perawatan kesehatan
dapat dikurangi. Pemahaman tentang perbedaan dimulai dengan kesadaran akan
keberadaan perbedaan, lalu mempersiapkan diri dalam menerimanya. Selanjutnya,
akan dijelaskan mengenai latihan yang dianjurkan dalam rangka meningkatkan
kesadaran Anda terhadap budaya sendiri.
Penilaian keperawatan budaya adalah
"identifikasi sistematis dan dokumentasi keyakinan budaya
perawatan, makna, nilai, simbol, dan
praktik individu atau kelompok dalam
perspektif holistik, yang meliputi pandangan dunia, pengalaman hidup, konteks lingkungan, bahasa sejarah, dan
penyelam pengaruh struktur sosial
".
1.
Pendekatan non menghakimi
Terhadap budaya klien dibantu melalui keterampilan seperti pemahaman, memunculkan, mendengarkan, menjelaskan, mengakui, merekomendasikan, dan negosiasi. Berbagai alat yang tersedia untuk membantu perawat dalam melakukan penilaian budaya (andrews dan
Boyle 2003; Leininger,
2002b, ludwig-Beymer
et al, 1998;
trippreimer, ambang, dan saunderr, 1997).
fokus alat tersebut bervariasi dan seleksi ditentukan
oleh dimensi budaya yang akan
dinilai. mendalam penilaian
budaya harus dilakukan dalam dua tahap:
tahap colection data
dan fase organisasi.
2.
Perawat mengumpulkan data identitas
diri sama dengan yang dikumpulkan
dalam penilaian singkat.
Perawat menimbulkan berbagai pertanyaan yang mencari informasi tentang
klien persepsi apa
yang membawa mereka ke sistem perawatan
kesehatan, penyakit, dan
perawatan sebelumnya dan diantisipasi.
3.
Setelah keperawatan
diagnosis dibuat, perawat
mengidentifikasi faktor-faktor budaya yang dapat mempengaruhi efektivitas tindakan
asuhan keperawatan.
Kunci untuk penilaian budaya, sukses
terletak pada perawat menyadari
budaya mereka sendiri. Randall-David (1989) mengembangkan
berbagai prinsip bahwa mungkin
membantu sebagai perawat melakukan penilaian budaya :
a.
Tahu tentang organisasi sosial kemasyarakatan seperti sekolah, gereja, rumah sakit, dewan suku, restoran, bar,
dan bar.
b.
Mengidentifikasi kepercayaan yang akan membantu "menjembatani
kesenjangan" antara budaya.
c.
Tahu pertanyaan yang tepat untuk
bertanya tanpa menangkis klien.
2.3.7.1 Komunikasi
Variasi pemahaman pola komunikasi
verbal dan non verbal membantu untuk
mencapai tujuan terapeutik. komunikasi verbal adalah penggunaan bahasa dalam bentuk kata-kata dalam struktur gramatikal untuk mengekspresikan ide dan perasaan dan
untuk menggambarkan objek. Terjadi ketika seorang perawat memberi instruksi kepada
klien Asia mengenai obat antituberculin. Klien tersenyum
menjawab dengan "ya-ya".
Perawat ditafsirkan respon ini berarti
bahwa klien memahami
intructions dan bahwa mereka menerima
protokol pengobatan.
Menggunakan penerjemah komunikasi yang efektif dengan klien atau keluarga diperlukan untuk semua pertemuan, terutama yang melibatkan penilaian budaya dan pengajaran.
2.3.7.2 Ruang
Ruang adalah jarak fisik antara individu selama interaksi
(giger dan davidhizar,
1999). bila ruang ini dilanggar, Anda atau
klien mungkin mengalami ketidaknyamanan. temuan dari penelitian awal menunjukkan bahwa perawat Eropa-Amerika
memiliki preferensi spasial spesifik yang berhubungan dengan zona intim (jarak pribadi, jarak
sosial, atau jarak publik)
yang dapat diamati ketika mereka peduli untuk klien. Oleh karena itu perawat dapat berdiri jauh
dari Filipina daripada dari
Hispanik. di sisi lain, klien yang nyaman dengan jarak yang lebih dekat mungkin mengalami
dicomfort ketika perawat
berdiri jauh, menafsirkan
perilaku sebagai rejecting.nurses
harus mengambil isyarat dari klien untuk menempatkan diri di zona ruang yang tepat dan menghindari kesalahan interpretasi perilaku
klien karena mereka menangani kebutuhan ruang mereka.
2.3.7.3
Organiasi sosial
Organisasi sosial mengacu pada cara di mana
struktur itu sendiri kelompok budaya di seluruh keluarga untuk melaksanakan fungsi peran. dalam budaya Afrika-Amerika, misalnya keluarga mungkin termasuk individu yang tidak berhubungan atau terkait jarak jauh.
2.3.7.4
Waktu
Waktu, dalam arti yang digunakan di
sini, mengacu pada masa lalu,
sekarang dan masa depan serta durasi dan periode
antara peristiwa. beberapa budaya
memberikan nilai yang lebih besar
atau lebih kecil untuk peristiwa yang terjadi di masa lalu, terjadi di masa sekarang, atau akan terjadi di Amerika
budaya kelas menengah masa depan yang cenderung berorientasi ke masa depan, dan individu
bersedia untuk menunda kepuasan segera sampai tujuan
masa depan yang dicapai. dalam budaya yang fokus pada orientasi
masa lalu (misalnya, budaya Vietnam), individu bisa fokus pada keinginan dan
kenangan nenek moyang mereka dan melihat ke mereka untuk memberikan arahan
untuk situasi saat ini (giger dan davidhizar 1999). dalam budaya yang
berorientasi masa lalu, kali dipandang sebagai lebih fleksibel daripada dalam
budaya ini berorientasi. memiliki kurang dari titik tetap, dan individu tidak
tersinggung oleh terlambat atau awal untuk janji.
2.3.7.5
Pengendalian lingkungan
Pengendalian lingkungan mengacu pada kemampuan individu
untuk mengendalikan alam dan
mempengaruhi faktor-faktor di
lingkungan yang mempengaruhi mereka.
Sebaliknya, mereka yang memandang alam
sebagai dominan (misalnya,
afrika, amerika, dan
Hispanik) percaya bahwa mereka sedikit
atau tidak ada kontrol atas apa
yang terjadi pada mereka.
Orang yang melihat harmoni manusia dengan alam (misalnya,
Asia dan Amerika asli)
mungkin persceive bahwa penyakit adalah ketidakharmonisan
dengan pasukan lain dan obat yang hanya dapat meringankan
gejala bukan menyembuhkan penyakit.
2.3.7.6
Variasi Biologi
Variasi biologis adalah perbedaan fisik, biologis, dan fisiologis yang ada
antara kelompok ras dan membedakan
satu kelompok dari kelompok lainnya.
Variasi umum dan jelas lainnya termasuk bentuk mata, tekstur rambut, deposito jaringan adiposa, bentuk telinga. ketebalan
bibir, dan konfigurasi tubuh. variasi dalam pertumbuhan
dan perkembangan dapat dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan seperti nutrisi,
iklim, dan penyakit.
Efek dari obat lemah dibandingkan laki-laki Eropa (wu, 1997). Pria Asia yang hilang
enzim yang disebut CYP2D6 yang memungkinkan tubuh untuk memetabolisme kodein menjadi morfin, yang bertanggung
jawab atas rasa sakit yang
diberikan oleh kodein.
Kebudayaan dan gizi praktek gizi merupakan bagian intergral
dari proses penilaian untuk semua keluarga, terutama karena mereka memainkan peran penting dalam masalah kesehatan beberapa kelompok (Greenberg et al,
1998).
Dalam pengaturan tujuan bersama dengan klien
dan ahli gizi untuk mengubah
praktek diet yang berbahaya, perawat mungkin perlu
berkonsultasi majalah berorientasi
budaya.
Hubungan antara status sosial ekonomi dan kesenjangan
kesehatan tercermin dalam harapan
hidup, angka kematian bayi,
dan banyak langkah-langkah kesehatan lainnya (kington dan smith, 1997).
Pencapaian ekonomi yang buruk juga merupakan karakteristik umum ditemukan di antara populasi berisiko, seperti dalam
kemiskinan TKI tunawisma, dan pengungsi. Ada juga bahaya dalam percaya bahwa perilaku budaya tertentu, seperti praktek rakyat, terbatas pada kelas sosial ekonomi rendah.
BAB 3
Penutup
Proses keperawatan adalah
serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan dan
melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai
dan memelihara kesehatan seoptimal mungkin.
Proses keperawatan adalah suatu
metode ilmiah dalam keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai cara
terbaik dalam memberikan pelayanan keperawatan yang sesuai respon manusia dalam
menghadapi masalah kesehatan.
Tujuan
proses keperawatan adalah (a) Agar diperoleh asuhan keperawatan komunitas yang bermutu,
efektif dan efisien sesuai dengan permasalahan yang terjadi pada masyarakat.
(b) Agar pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas dapat dilakukan secara
sistematis, dinamis, berkelanjutan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, Deden. 2012. Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Yogyakarta: Gosyeng Publishing
Stanhope, Marcia. 2002. Community and Public Health Nursing. USA: by Musby
Helvie, Carl O. 1998. Advanced practice nursing in the community. New Delhi: Sage Public
Tidak ada komentar:
Posting Komentar