BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Menua
atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia.
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu
waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan
proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya,
yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun
psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalya kemunduran
secara fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi
mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan
lambat, dan figur tubuh yang tidak proporsial.
Pada
tahun 2005-2010, jumlah lanjut usia akan sama dengan jumlah anak balita, yaitu
sekitar 19,3 juta jiwa (±9%) dari jumlah penduduk. Bahkan pada tahun 2020-2025,
Indonesia akan menduduki peringkat negara dengan struktur dan jumlah penduduk
lanjut usia setelah RRC, India dan Amerika Serikat dengan umur harapan hidup di
atas 70 tahun. Jumlah lansia di seluruh dunia saat ini diperkirakan mencapai
lebih dari 629 juta jiwa ( satu dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun), dan
pada tahun 2025, lanjut usia akan mencapai 1,2 milyar.
Sering
kali keberadaan lanjut usia dipersepsikan secara negatif, dianggap sebagai
beban keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kenyataan ini mendorong semakin
berkembangnya anggapan bahwa menjadi tua itu identik dengan semakin banyaknya
masalah kesehatan yang dialami oleh lanjut usia. Lanjut usia cenderung
dipandang masyarakat tidak lebih dari sekelompok orang yang sakit-sakitan.
Persepsi ini muncul karena memandang lanjut usia hanya dari kasus lansia yang
sangat ketergantungan dan sakt-sakitan. Persepsi negatif seperti itu tentu saja
tidak semuanya benar. Banyak pula lanjut usia yang justru berperan aktif, tidak
saja dalam keluarganya, tetapi juga dalam masyarakat masyarakat sekitarnya.
Oleh karena itu, lanjut usia harus dipandang sebagai individu yang memiliki
kebutuhan intelektual, emosional dan spiritual selain kebutuhan yang bersifat
biologis.
Kurangnya
perhatian yang memadai terhadap populasi lanjut usia ini menciptakan ruang
kosong, yang kemudian diisi oleh dunia kedokteran atau medis. Di satu sisi,
perhatian besar dari kalangan kedokteran ini harus disambut secara positif oleh
dunia keperawatan sehingga masalah kesehatan lanjut usia dapat teratasi.
Kesehatan merupakan aspek sangat penting yang perlu diperhatikan pada kehidupan
lanjut usia. Semakin tua seseorang, cenderung semakin berkurang daya tahan
fisik mereka. Dalam kaitan ini, kajian terhadap keperawatan lanjut usia perlu
ditingkatkan.
1.2. Rumusan
Masalah
Bagaimanakah
asuhan keperawatan lansia yang mengalami gangguan biologis?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan
Umum
Mengetahui dan mempelajari tentang asuhan keperawatan lansia yang mengalami gangguan biologis.
Mengetahui dan mempelajari tentang asuhan keperawatan lansia yang mengalami gangguan biologis.
1.3.2. Tujuan
Khusus
a.
Mengetahui tentang konsep
dasar menua
b.
Mengetahui tentang kegiatan
asuhan keperawatan bagi lansia.
c.
Mengetahui tentang cara
pendekatan perawatan lanjut usia.
d.
Mengetahui tentang
tujuan asuhan keperawatan lanjut usia
e.
Mengetahui tentang fokus
keperawatan lanjut usia
f.
Mengetahui tentang tahap-tahap
asuhan keperawatan lansia
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Konsep Teori Lansia
2.1.1.
Batasan Lansia
Menurut
oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
o
Usia pertengahan (middle age)
ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
o
Lanjut usia (elderly) antara 60 –
74 tahun
o
Lanjut usia tua (old) antara 75 –
90 tahun
o
Usia sangat tua (very old) di
atas 90 tahun
2.1.2.
Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi
tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga
tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua
berarti mengalami kemunduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik
ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran,
penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital,
sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
2.1.3.
Teori Proses Menua
2.1.3.1.
Teori – Teori Biologi
1)
Teori Genetik Dan Mutasi (Somatic
Mutatie Theory)
Menurut teori
ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies – spesies tertentu.
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh
molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi
penurunan kemampuan fungsional sel).
2)
Pemakaian Dan Rusak
Kelebihan usaha
dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak).
3)
Reaksi Dari Kekebalan Sendiri
(Auto Immune Theory)
Di dalam proses
metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh
tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi
lemah dan sakit.
4)
Teori “Immunology Slow Virus”
(Immunology Slow Virus Theory)
Sistem imune
menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat
menyebabkan kerusakan organ tubuh.
5)
Teori Stres
Menua terjadi
akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak
dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres
menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
6)
Teori Radikal Bebas
Radikal bebas
dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom)
mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan
protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
7)
Teori Rantai Silang
Sel-sel yang
tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan
kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya
fungsi.
8)
Teori Program
Kemampuan
organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut
mati.
2.1.3.2.
Teori Kejiwaan Sosial
1)
Aktivitas Atau Kegiatan (Activity
Theory)
Ketentuan akan
meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini
menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut
banyak dalam kegiatan sosial.
Ukuran optimum
(pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
Mempertahankan
hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia
pertengahan ke lanjut usia.
2)
Kepribadian Berlanjut (Continuity
Theory)
Dasar
kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan
yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe
personality yang dimiliki.
3)
Teori Pembebasan (Disengagement
Theory)
Teori ini
menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur
mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas
sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni:
o
Kehilangan Peran
o
Hambatan Kontak Sosial
o
Berkurangnya Kontak Komitmen
2.1.3.3.
Teori Psikologi
1)
Teori Tugas Perkembangan
Havigurst
(1972) menyatakan bahwa tugas perkembangan pada masa tua antara lain adalah:
o
Menyesuaikan diri dengan
penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
o
Menyesuaikan diri dengan masa
pensiun dan berkurangnya penghasilan
o
Menyesuaikan diri dengan kematian
pasangan hidup
o
Membentuk hubungan dengan
orang-orang yang sebaya
o
Membentuk pengaturan kehidupan
fisik yang memuaskan
o
Menyesuaikan diri dengan peran
sosial secara luwes
Selain tugas
perkembangan diatas, terdapat pula tugas perkembangan yang spesifik yang dapat muncul
sebagai akibat tuntutan:
o
Kematangan fisik
o
Harapan dan kebudayaan masyarakat
o
Nilai-nilai pribadi individu dan
aspirasi
Menurut teori
ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri, kebutuhan yang
memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow 1954).
2)
Teori Individual Jung
Carl Jung
(1960) Menyusun sebuah teori perkembangan kepribadian dari seluruh fase
kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak, masa muda dan masa dewasa muda,
usia pertengahan sampai lansia. Kepribadian individu terdiri dari Ego,
ketidaksadaran sesorang dan ketidaksadaran bersama. Menurut teori ini
kepribadian digambarkan terhadap dunia luar atau ke arah subyektif. Pengalaman-pengalaman
dari dalam diri (introvert). Keseimbangan antara kekuatan ini dapat dilihat
pada setiap individu, dan merupakan hal yang paling penting bagi kesehatan
mental.
3)
Teori Delapan Tingkat Kehidupan
Secara
Psikologis, proses menua diperkirakan terjadi akibat adanya kondisi dimana
kondisi psikologis mencapai pada tahap-tahap kehidupan tertentu. Ericson (1950)
yang telah mengidentifikasi tahap perubahan psikologis (delapan tingkat
kehidupan) menyatakan bahwa pada usia tua, tugas perkembangan yang harus
dijalani adalah untuk mencapai keeseimbangan hidup atau timbulnya perasaan
putus asa.
Peck (1968)
menguraikan lebih lanjut tentang teori perkembangan Erikson dengan
mengidentifikasi tugas penyelarasan integritas diri dapat dipilah dalam tiga
tingkat yaitu : pada perbedaan ego terhadap peran pekerjaan preokupasi,
perubahan tubuh terhadap pola preokupasi, dan perubahan ego terhadap ego
preokupasi.
Pada tahap
perbedaan ego terhadap peran pekerjaan preokupasi, tugas perkembangan yang
harus dijalani oleh lansia adalah menerima identitas diri sebagai orang tua dan
mendapatkan dukungan yang adekuat dari lingkungan untuk menghadapi adanya peran
baru sebagai orang tua (preokupasi). Adanya pensiun dan atau pelepasan
pekerjaan merupakan hal yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang menyakitkan
dan dapat menyebabkan perasaan penurunan harga diri dari orang tua tersebut.
2.1.4.
Permasalahan Yang
Terjadi Pada Lansia
Akibat
perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan yang menuntut
dirinya untuk menyesuakan diri secara terus – menerus. Apabila proses
penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbulah berbagai
masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh Munandar Ashar Sunyoto (1994)
menyebutkan masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu:
1)
Ketidakberdayaan fisik yang
menyebabkan ketergantungan pada orang lain,
2)
Ketidakpastian ekonomi sehingga
memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya,
3)
Membuat teman baru untuk
mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah,
4)
Mengembangkan aktifitas baru
untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak dan
5)
Belajar memperlakukan anak – anak
yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan
bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan gerak.
Lanjut usia
juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin
bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat
terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan – kegiatan
rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi
yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar
tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan
fisik secara benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Dalam
menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri – ciri penyesuaian
yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
1)
Minat sempit terhadap kejadian di
lingkungannya.
2)
Penarikan diri ke dalam dunia
fantasi
3)
Selalu mengingat kembali masa
lalu
4)
Selalu khawatir karena
pengangguran
5)
Kurang ada motivasi
6)
Rasa kesendirian karena hubungan
dengan keluarga kurang baik, dan
7)
Tempat tinggal yang tidak
diinginkan.
Di lain pihak
ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah: minat yang
kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja
dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilakukan saat ini dan memiliki
kekhawatiran minimal terhadap diri dan orang lain.
2.1.5.
Faktor-FaktorYang
Mempengaruhi Penuaan
1)
Hereditas atau ketuaan genetik
2)
Nutrisi atau makanan
3)
Status kesehatan
4)
Pengalaman hidup
5)
Lingkungan
6)
Stres
2.1.6.
Perubahan-Perubahan Yang Terjadi
Pada Lansia
2.1.6.1.
Perubahan Fisik
1)
Sel : jumlahnya lebih sedikit
tetapi ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra dan extra seluler
2)
Persarafan : cepatnya menurun
hubungan persarapan, lambat dalam respon waktu untuk mereaksi, mengecilnya
saraf panca indra sistem pendengaran, presbiakusis, atrofi membran timpani,
terjadinya pengumpulan serum karena meningkatnya keratin
3)
Sistem penglihatan : spinkter
pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinaps, kornea lebih
berbentuk speris, lensa keruh, meningkatnya ambang pengamatan sinar, hilangnya
daya akomodasi, menurunnya lapang pandang.
4)
Sistem Kardiovaskuler. : katup jantung
menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap
tahun setelah berumur 20 tahun sehingga menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meninggi.
5)
Sistem respirasi : otot-otot
pernafasan menjadi kaku sehingga menyebabkan menurunnya aktifitas silia. Paru
kehilangan elastisitasnya sehingga kapasitas residu meingkat, nafas berat.
Kedalaman pernafasan menurun.
6)
Sistem gastrointestinal :
kehilangan gigi, sehingga menyebkan gizi buruk, indera pengecap menurun karena
adanya iritasi selaput lendir dan atropi indera pengecap sampai 80 %, kemudian
hilangnya sensitifitas saraf pengecap untuk rasa manis dan asin
7)
Sistem genitourinaria : ginjal
mengecil dan nefron menjadi atrofi sehingga aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50 %, GFR menurun sampai 50 %. Nilai ambang ginjal terhadap glukosa
menjadi meningkat. Vesika urinaria, otot-ototnya menjadi melemah, kapasitasnya
menurun sampai 200 cc sehingga vesika urinaria sulit diturunkan pada pria
lansia yang akan berakibat retensia urine. Pembesaran prostat, 75 % dialami
oleh pria diatas 55 tahun. Pada vulva terjadi atropi sedang vagina terjadi
selaput lendir kering, elastisitas jaringan menurun, sekresi berkurang dan
menjadi alkali.
8)
Sistem endokrin : pada sistem
endokrin hampir semua produksi hormon menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan
sekresinya tidak berubah, aktifitas tiroid menurun sehingga menurunkan basal
metabolisme rate (BMR). Porduksi sel kelamin menurun seperti : progesteron,
estrogen dan testosteron.
9)
Sistem integumen : pada kulit
menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kepala dan rambut
menipis menjadi kelabu, sedangkan rambut dalam telinga dan hidung menebal. Kuku
menjadi keras dan rapuh.
10)
Sistem muskuloskeletal : tulang
kehilangan densitasnya dan makin rapuh menjadi kiposis, tinggi badan menjadi
berkurang yang disebut discusine vertebralis menipis, tendon mengkerut dan
atropi serabut - serabut otot, sehingga lansia menjadi lamban bergerak. otot
kram dan tremor.
2.1.6.2.
Perubahan Mental
Faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
o
Pertama-tama perubahan fisik,
khususnya organ perasa
o
Kesehatan umum
o
Tingkat pendidikan
o
Keturunan
o
Lingkungan.
2.1.6.3.
Perubahan Psikososial
o Pensiun : nilai seorang diukur oleh produktifitasnya, identits dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan
o Merasakan atau sadar akan kematian
o Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih
sempit.
o Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
o Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
famili.
o Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
2.1.6.4.
Perubahan Spiritual
Agama atau
kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970) Lansia makin
matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970)
2.2. Kegiatan
Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia
Kegiatan
Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia menurut Depkes, dimaksudkan untuk memberikan
bantuan, bimbingan pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia
secara individu maupun kelompok, seperti dirumah / lingkungan keluarga, Panti
Werda maupun Puskesmas yang diberikan oleh perawat. Untuk asuhan keperawatan
yang masih dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan
tenga keperawatan melalui asuhan keperawatan di rumah atau panti.
Adapun asuhan
keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok lanjut usia, apakah
lanjut usia aktif atau pasif, antara lain:
a.
Untuk lanjut usia yang masih aktif,
asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang personal hygiene; kebersihan
gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu; kebersihan diri termasuk kepala,
rambut, badan, kuku, mata serta telinga; kebersihan lingkungan seperti tempat
tidur dan ruangan; makan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariasi
dan mudah dicerna dan kesegaran jasmani.
b.
Untuk lanjut usia yang mengalami pasif,
yang tergantung pada orang lain. Hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan
asuhan keperawatn pada lansia pasif pada dasarnya sama seperti pada lanjut usia
aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas. Khususnya bagi
yang lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus.
Lanjutan usia mempunyai
potensi besar untuk menjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan
bertambah usia, antara lain:
a.
Berkurangnya jaringan lemak subkutan
b.
Berkurangnya
jaringan kolagen dan elastisitas
c.
Menurunnya efisiensi kolateral capital
pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh
d.
Adanya kecenderungan lansia imobilisasi
sehingga potensi terjadinya dekubitus.
2.3. Pendekatan
Perawatan Lanjut Usia
1)
Pendekatan Fisik
Perawatan yang
memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang dialami
klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat
kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat
dicegah atau ditekan progresifnya. Perawatan fisik secara umum bagi klien
lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian yaitu:
a.
Klien lanjut usia yang masih aktif, yang
keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk
kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan sendiri.
b.
Klien lanjut usia yang pasif atau yang
tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit.
Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien usia lanjut ini terutama tentang
hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk mempertahankan
kesehatannya.
Kebersihan
perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat
sumber infeksi dapat timbul bila keberhasilan kurang mendapat perhatian.
Di
samping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses penuaan, dapat mempengaruhi
ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk klien
lanjut usia yang masih aktif dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan
mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersiahan rambut dan kuku,
kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan, cara memakan obat,
dan cara pindah dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting
meskipun tidak selalu keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala yang
ditemukan memerlukan perawatan, tidak jarang pada klien lanjut usia dihadapkan
pada dokter dalam keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif,
misalnya gangguan serebrovaskuler mendadak, trauma, intoksikasi, dan
kejang-kejang, untuk itu perlu pengamatan secermat mungkin.
Adapun
komponen pendekatan fisik yang lebih mendasar adalah memperhatikan atau
membantu para klien lanjut usia untuk bernapas dengan lancar, makan, minum,
melakukan eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan, duduk, merubah
posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian,
memepertahankan suhu badandan kecelakaan. Toleransi terhadap kekurangan O2
sangat menurun pada klien lanjut
usia, untuk itu kekurangan O2
yang mendadak harus dicegah dengan posisi bersandar pada beberapa
bantal, jangan melakukan gerak badan yang berlebihan.
Seorang
perawat mampu memotivasi para klien lanjut usia agar mau dan menerima makanan
yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat menyebabkan
hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menghidangkan
makanan agak lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu
bervariasi dan bergizi, makanan yang serasi dan suasana yang menyenangkan dapat
menambah selera makan, bila ada penyakit tertentu harus mengatur makanan mereka
sesuai dengan diet yang dianjurkan.
Kebersihan
perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat
sumber infeksi bisa saja timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Oleh
karena itu, kebersihan badan, tempat tidur, kebersihan rambut, kuku dan mulut
atau gigi perlu mendapat perhatian perawatan karena semua itu akan mempengaruhi
kesehatan klien lanjut usia.
Perawat
pelu mengadakan pemeriksaan kesehatan, hal ini harus dilakukan kepada klien
lanjut usia yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala bila
memperlihatkan kelainan, misalnya batuk, pilek, dsb. Perawat perlu memberikan
penjelasan dan penyuluhan kesehatan, jika ada keluhan insomnia, harus dicari
penyebabnya, kemudian mengkomunikasikan dengan mereka tentang cara
pemecahannya. Perawat harus mendekatkan diri dengan klien lanjut usia,
membimbing dengan sabar dan ramah, sambil bertanya apa keluhan yang dirasakan,
bagaimana tentang tidur, makan, apakah obat sudah diminum, apakah mereka bisa
melaksanakan ibadah, dsb. Sentuhan (misalnya genggaman tangan) terkadang sangat
berarti buat mereka.
2)
Pendekatan sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan
bercerita merupakan salah satu upaya perawat dalam pendekatan sosial. Memberi
kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien usia berarti menciptakan
sosialisasi mereka. Jadi pendekatan
sosial ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang
dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain
Penyakit memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk mengadakan komunikasi dan
melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain. Tidak
sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya, biaya hidup,
keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau
kekhawatiran, dan rasa kecemasan.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan
perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat di atasi dalam berbagai cara
yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat tetap
mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap petugas yang
secara langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan social bagi lanjut
usia di Panti Werda.
3)
Pendekatan
spiritual
Perawat harus bias memberikan ketenangan
dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan tuhan atau agma yang dianutinya
dalam keadaan sakit atau mendeteksi kematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual
bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian, DR. Tony Styobuhi mengemukakan
bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh
berbagai macam factor, seperti ketidakpastian akan pengalaman selanjutnya,
adanya rasa sakit dan kegelisahan ngumpul lagi dengan keluarga dan lingkungan
sekitarnya. Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberika
reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara menghadapi hidup ini.
Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat
harus dapat menyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun keluarga tadi di tinggalkan,
masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui
pikiran lanjut usia.
Umumny pada waktu kematian akan dating
agama atau kepercayaan seseorang merupakan factor yang penting sekali. Pada
waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk melapangkan dada klien
lanjut usia.
Dengan demikian pendekatan perawat pada
klien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik saja, melainkan perawat lebih
dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.
2.4. Tujuan
Asuhan Keperawatan Lanjut Usia
·
Agar lanjut usia dapat melakukan
kegiatan sehari-hari secara mandiri.
·
Mempertahankan kesehatan serta kemampuan
lansia melalui perawatan dengan
pencegahan :
-
Membantu mempertahankan serta
membesarkan daya hidup / semangat hidup lansia.
-
Menolong dan merawat klien menderita
sakit.
-
Merangsang petugas kesehatan agar dapat
mengenal dan menegakkan diagnosa secara dini.
·
Mempertahankan kebebasan yang maksimal
tanpa perlu pertolongan pada lansia.
2.5. Fokus
Keperawatan Lanjut Usia
·
Peningkatan kesehatan (health promotion)
·
Pencegahan penyakit (preventif)
·
Mengoptimalkan fungsi mental.
·
Mengatasi gangguan kesehatan yang umum
2.6. Tahap-Tahap
Asuhan Keperawatan Lansia
A. Pengkajian:
Proses pengumpulan data untuk mengidentifikasi
masalah keperawatan meliputi aspek
a)
Fisik :
o
Wawancara
o
Pemeriksaan fisik : head to toe, system
tubuh.
b)
Psikologis
c)
Sosial ekonomi
d)
Spiritual
B. Diagnosa
keperawatan aspek fisik atau biologis
1) Ketidak seimbangan nutrisi : kurang
dari kebutuhan tubuh b/d tidak
mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karna faktor biologis.
NOC 1 :Status nutrisi
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama ..X24 jam diharapkan
pasien dapat :
1.
Asupan nutrisi tidak bermasalah.
2.
Asupan makanan dan cairan tidak
bermasalah.
3.
Energy tidak bermasalah.
4.
Berat badan ideal.
NIC 1 : Manajemen ketidakteraturan
makan (eating disorder manajement )
1.
Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan
untuk memuat perencanaan perawatan jika sesuai.
2.
Diskusikan dengan tim dan pasien untuk
membuat target berat badan, jika berat badan pasien tidak sesuai dengan usia
bentuk tubuh.
3.
Diskusikan dengan ahli gizi untuk menentukan
asupan kalori setiap hari supaya mencapai dan atau mempertahahnkan berat badan
sesuai target.
4.
Ajarkan dan kuatkan konsep nutrisi yang
baik pada pasien.
5.
Kembangkan hubungan suportif dengan
paien.
6.
Dorong pasien untuk memonitor diri
sendiri terhadap asupan makanan dan kenaikan atau pemeliharaan berat badan.
7.
Gunakan teknik modifikasi tingkah laku
untuk meningkatkan berat badan dan untuk meminimalkan berat badan.
8.
Berikan pujian atas peningkatan berat
badan dan tingkah laku yang mendukung peningkatan berat badan.
2) Gangguan pola tidur berhubungan
dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun lebih awal atau terlambat bangun
dan penurunan kemampuan fungsi yang ditandai dengan penuaan perubahan pola
tidur dan cemas.
NOC : setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2-24 jam pasien diharapkan dapat memperbaiki pola
tidurnya dengan criteria :
1.
Mengatur jumlah jam tidurnya
2.
Tidur secara rutin
3.
Meningkatkan pola tidur
4.
Meningkatkan kualitas tidur
5.
Tidak ada gangguan tidur
NIC : peningkatan tidur
1.
Tetapkan kegiatan dan tidur pasien
2.
Monitor pola tidur pasien dan jumlah jam
tidurnya
3.
Jelaskan pentingnya tidur selama sakit
dan stress fisik
4.
Bantu pasien untuk menghilangkan situasi
stress sebelum jam tidurnya
3)
Inkontinensia
urin fungsional berhubungan dengan keterbatasan neuromuscular yang ditandai
dengan waktu yang diperlukan ke toilet melebihi waktu untuk menahan pengosongan
bladder dan tidak mampu mengontrol pengosongan.
NOC : Setelah dilakukan
intervensi keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien mampu:
1.
Kontinensia urin
2.
Merespon dengan cepat keinginan buang
air kecil (BAK).
3.
Mampu mencapai toilet dan mengeluarkan
urin secara tepat waktu.
4.
Mengkosongkan bladde dengan lengkap.
5.
Mampu memprediksi pengeluaran urin.
NIC : perawatan inkontinensia urin
1.
Monitor eliminasi urin
2.
Bantu klien mengembangkan sensasi
keinginan BAK.
3.
Modifikasi baju dan lingkungan untuk
memudahkan klien ke toilet.
4.
Instruksikan pasien untuk mengkonsumsi
air minum sebanyak 1500 cc/hari.
4) Gangguan proses berpikir behubungan
dengan kemunduran atau kerusakan memori sekunder
NOC : Setelah dilakukan
intervensi keperawatan selama 2x24 jam pasien diharapkan dapat meningkatkan
daya ingat dan criteria :
1.
Mengingat dengan segera informasi yang
tepat.
2.
Mengingat informasi yang baru saja di
sampaikan.
3.
Mengingat informasi yang sudah lalu.
NIC : Latihan daya ingat
1.
Diskusikan dengan pasien dan keluarga
beberapa masalah ingatan
2.
Rangsang ingatan dengan mengulang
pemikiran pasien kemarin dengan cepat
3.
Mengenangkan tentang pengalaman di masa
lalu dengan pasien
5)
Disfungsi
seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang ditandai dengan
perubahan dalam mencapai kepuasan seksual.
NOC : fungsi seksual
1.
Mengekspresikan kenyamanan
2.
Mengekspresikan kepercayaan diri
NIC : Konseling seksual
1.
Bantu pasien untuk mengekspresikan
perubahan fungsi tubuh termasuk organ seksual seiring dengan bertambahnya usia.
2.
Diskusikan berapa pilihan agar dicapai
kenyamanan.
6) Kelemahan mobilitas fisik b/d
kerusakan musculoskeletal dan neuromuscular
Yang ditandai dengan :
1.
Perubahan gaya berjalan
2.
Gerak lambat
3.
Gerak menyebabkan tremor
4.
Usaha yang kuat untuk perubahan gerak
NOC : Level mobilitas
(mobility level )
Setelah dilakukan
intervensi keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pasien dapat :
1.
Memposisikan penampilan tubuh
2.
Ambulasi : berjalan
3.
Menggerakkan otot
4.
Menyambung gerakan/mengkolaborasikan
gerakan
NIC : Latihan dengan terapi gerakan ( Exercise Therapy Ambulation
)
1.
Konsultasi kepada pemberi terapi fisik
mengenai rencana gerakan yang sesuai dengan kebutuhan
2.
Dorong untuk bergerak secara bebas namun
masih dalam batas yang aman
3.
Gunakan alat bantu untuk bergerak, jika
tidak kuat untuk berdiri ( mudah goyah/tidak kokoh)
7)
Kelelahan
b/d kondisi fisik kurang
Yang ditandai dengan :
1.
Peningkatan kebutuhan istirahat
2.
Lelah
3.
Penampilan menurun
NOC Activity tolerance
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pasien dapat ;
1.
Memonitor usaha bernapas dalam respon
aktivitas
2.
Melaporkan aktivitas harian
3.
Memonitor ECG dalam batas normal
4.
Memonitor warna kulit
NIC Energy Management
1.
Monitor intake nutrisi untuk memastikan
sumber energi yang adekuat
2.
Tentukan keterbatasan fisik pasien
3.
Tentukan penyebab kelelahan
4.
Bantu pasien untuk jadwal istirahat
BAB 3
PENUTUP
3.1.
Simpulan
Menjadi tua merupakan
proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya,
yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun
psikologis. Menurut
oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
o
Usia pertengahan (middle age)
ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
o
Lanjut usia (elderly) antara 60 –
74 tahun
o
Lanjut usia tua (old) antara 75 –
90 tahun
o
Usia sangat tua (very old) di
atas 90 tahun
Teori proses menua terdiri dari
teori biologis, teori kejiwaan sosial dan teori psikologis. Permasalahan yang
biasa muncul pada lansia seperti Ketidakberdayaan
fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain, ketidakpastian ekonomi sehingga
memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya, dll.
Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia
menurut Depkes, dimaksudkan untuk memberikan bantuan, bimbingan pengawasan,
perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu maupun
kelompok, seperti dirumah / lingkungan keluarga, Panti Werda maupun Puskesmas
yang diberikan oleh perawat. Tahap-tahap
asuhan keperawatan pada lansia dimulai dari proses pengambulan data untuk
mengidentifikasi masalah keperawatan yang meliputi aspek fisik, psikologis,
sosial ekonomi dan spiritual. Diagnosa yang mungkin muncul adalah:
·
Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh b/d tidak
mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi
makanan karna faktor biologis.
·
Gangguan pola tidur berhubungan dengan
insomnia dalam waktu lama, terbangun lebih awal atau terlambat bangun dan
penurunan kemampuan fungsi yang ditandai dengan penuaan perubahan pola tidur dan
cemas.
·
Inkontinensia urin fungsional
berhubungan dengan keterbatasan neuromuscular yang ditandai dengan waktu yang
diperlukan ke toilet melebihi waktu untuk menahan pengosongan bladder dan tidak
mampu mengontrol pengosongan.
·
Kelemahan mobilitas fisik b/d kerusakan
musculoskeletal dan neuromuscular
·
Dll
DAFTAR PUSTAKA
Capernito Lynda juall. 1998. Buku
Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 6.Alih Bahasa Yasmin Asih.Jakarta:
EGC
Nugroho Wahyudi. 2008. Keperawatan
Gerontik & Geriatrik. Jakarta: EGC
C. Long barbara. 1996. Perawatan Medikal
Bedah (Suatu Pendekatan Proses) Unit IV, V, VI. Alih bahasa Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung. Bandung: IAPK
Depkes R.I. 1999. Kesehatan keluarga,
Bahagia di Usia Senja. Jakarta: Medi Media
Nugroho Wahyudi. 1995. Perawatan Usia
Lanjut. Jakarta: EGC
Setyabudhi T, Hadiwinoyo. 1999. Panduan
Gerontologi, Tinjauan dari Berbagai Aspek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar