PAGE

Sabtu, 13 April 2013

ASKEP Lansia Gg. Biologis (Kel.3/S1-3B)


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalya kemunduran secara fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figur tubuh yang tidak proporsial.
Pada tahun 2005-2010, jumlah lanjut usia akan sama dengan jumlah anak balita, yaitu sekitar 19,3 juta jiwa (±9%) dari jumlah penduduk. Bahkan pada tahun 2020-2025, Indonesia akan menduduki peringkat negara dengan struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India dan Amerika Serikat dengan umur harapan hidup di atas 70 tahun. Jumlah lansia di seluruh dunia saat ini diperkirakan mencapai lebih dari 629 juta jiwa ( satu dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun), dan pada tahun 2025, lanjut usia akan mencapai 1,2 milyar.
Sering kali keberadaan lanjut usia dipersepsikan secara negatif, dianggap sebagai beban keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kenyataan ini mendorong semakin berkembangnya anggapan bahwa menjadi tua itu identik dengan semakin banyaknya masalah kesehatan yang dialami oleh lanjut usia. Lanjut usia cenderung dipandang masyarakat tidak lebih dari sekelompok orang yang sakit-sakitan. Persepsi ini muncul karena memandang lanjut usia hanya dari kasus lansia yang sangat ketergantungan dan sakt-sakitan. Persepsi negatif seperti itu tentu saja tidak semuanya benar. Banyak pula lanjut usia yang justru berperan aktif, tidak saja dalam keluarganya, tetapi juga dalam masyarakat masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, lanjut usia harus dipandang sebagai individu yang memiliki kebutuhan intelektual, emosional dan spiritual selain kebutuhan yang bersifat biologis.
Kurangnya perhatian yang memadai terhadap populasi lanjut usia ini menciptakan ruang kosong, yang kemudian diisi oleh dunia kedokteran atau medis. Di satu sisi, perhatian besar dari kalangan kedokteran ini harus disambut secara positif oleh dunia keperawatan sehingga masalah kesehatan lanjut usia dapat teratasi. Kesehatan merupakan aspek sangat penting yang perlu diperhatikan pada kehidupan lanjut usia. Semakin tua seseorang, cenderung semakin berkurang daya tahan fisik mereka. Dalam kaitan ini, kajian terhadap keperawatan lanjut usia perlu ditingkatkan.

1.2.  Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan lansia yang mengalami gangguan biologis?
1.3.  Tujuan
1.3.1.      Tujuan Umum
Mengetahui dan mempelajari tentang asuhan keperawatan lansia yang mengalami gangguan biologis.
1.3.2.      Tujuan Khusus
a.       Mengetahui tentang konsep dasar menua
b.      Mengetahui tentang kegiatan asuhan keperawatan bagi lansia.
c.       Mengetahui tentang cara pendekatan perawatan lanjut usia.
d.      Mengetahui tentang tujuan asuhan keperawatan lanjut usia
e.       Mengetahui tentang fokus keperawatan lanjut usia
f.       Mengetahui tentang tahap-tahap asuhan keperawatan lansia

BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

2.1.  Konsep Teori Lansia
2.1.1.      Batasan Lansia
Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
o   Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
o   Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
o   Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
o   Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
2.1.2.      Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
2.1.3.      Teori Proses Menua
2.1.3.1.   Teori – Teori Biologi
1)      Teori Genetik Dan Mutasi (Somatic Mutatie Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies – spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).
2)      Pemakaian Dan Rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak).
3)      Reaksi Dari Kekebalan Sendiri (Auto Immune Theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
4)      Teori “Immunology Slow Virus” (Immunology Slow Virus Theory)
Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
5)      Teori Stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
6)      Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
7)      Teori Rantai Silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
8)       Teori Program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.
2.1.3.2.     Teori Kejiwaan Sosial
1)      Aktivitas Atau Kegiatan (Activity Theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
2)      Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
3)      Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni:
o   Kehilangan Peran
o   Hambatan Kontak Sosial
o   Berkurangnya Kontak Komitmen
2.1.3.3.      Teori Psikologi
1)       Teori Tugas Perkembangan
Havigurst (1972) menyatakan bahwa tugas perkembangan pada masa tua antara lain adalah:
o   Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
o   Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan
o   Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
o   Membentuk hubungan dengan orang-orang yang sebaya
o   Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan
o   Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes
Selain tugas perkembangan diatas, terdapat pula tugas perkembangan yang spesifik yang dapat muncul sebagai akibat tuntutan:
o   Kematangan fisik
o   Harapan dan kebudayaan masyarakat
o   Nilai-nilai pribadi individu dan aspirasi
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri, kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow 1954).
2)      Teori Individual Jung
Carl Jung (1960) Menyusun sebuah teori perkembangan kepribadian dari seluruh fase kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak, masa muda dan masa dewasa muda, usia pertengahan sampai lansia. Kepribadian individu terdiri dari Ego, ketidaksadaran sesorang dan ketidaksadaran bersama. Menurut teori ini kepribadian digambarkan terhadap dunia luar atau ke arah subyektif. Pengalaman-pengalaman dari dalam diri (introvert). Keseimbangan antara kekuatan ini dapat dilihat pada setiap individu, dan merupakan hal yang paling penting bagi kesehatan mental.
3)      Teori Delapan Tingkat Kehidupan
Secara Psikologis, proses menua diperkirakan terjadi akibat adanya kondisi dimana kondisi psikologis mencapai pada tahap-tahap kehidupan tertentu. Ericson (1950) yang telah mengidentifikasi tahap perubahan psikologis (delapan tingkat kehidupan) menyatakan bahwa pada usia tua, tugas perkembangan yang harus dijalani adalah untuk mencapai keeseimbangan hidup atau timbulnya perasaan putus asa.
Peck (1968) menguraikan lebih lanjut tentang teori perkembangan Erikson dengan mengidentifikasi tugas penyelarasan integritas diri dapat dipilah dalam tiga tingkat yaitu : pada perbedaan ego terhadap peran pekerjaan preokupasi, perubahan tubuh terhadap pola preokupasi, dan perubahan ego terhadap ego preokupasi.
Pada tahap perbedaan ego terhadap peran pekerjaan preokupasi, tugas perkembangan yang harus dijalani oleh lansia adalah menerima identitas diri sebagai orang tua dan mendapatkan dukungan yang adekuat dari lingkungan untuk menghadapi adanya peran baru sebagai orang tua (preokupasi). Adanya pensiun dan atau pelepasan pekerjaan merupakan hal yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang menyakitkan dan dapat menyebabkan perasaan penurunan harga diri dari orang tua tersebut.

2.1.4.      Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus – menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbulah berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh Munandar Ashar Sunyoto (1994) menyebutkan masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu:
1)      Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain,
2)      Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya,
3)      Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah,
4)      Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak dan
5)      Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan – kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri – ciri penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
1)      Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
2)      Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3)      Selalu mengingat kembali masa lalu
4)      Selalu khawatir karena pengangguran
5)      Kurang ada motivasi
6)      Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan
7)      Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah: minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilakukan saat ini dan memiliki kekhawatiran minimal terhadap diri dan orang lain.
2.1.5.      Faktor-FaktorYang Mempengaruhi Penuaan
1)      Hereditas atau ketuaan genetik
2)      Nutrisi atau makanan
3)      Status kesehatan
4)      Pengalaman hidup
5)      Lingkungan
6)      Stres
2.1.6.      Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
2.1.6.1.     Perubahan Fisik
1)      Sel : jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra dan extra seluler
2)      Persarafan : cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam respon waktu untuk mereaksi, mengecilnya saraf panca indra sistem pendengaran, presbiakusis, atrofi membran timpani, terjadinya pengumpulan serum karena meningkatnya keratin
3)      Sistem penglihatan : spinkter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh, meningkatnya ambang pengamatan sinar, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang.
4)      Sistem Kardiovaskuler. : katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun setelah berumur 20 tahun sehingga menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meninggi.
5)      Sistem respirasi : otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga menyebabkan menurunnya aktifitas silia. Paru kehilangan elastisitasnya sehingga kapasitas residu meingkat, nafas berat. Kedalaman pernafasan menurun.
6)      Sistem gastrointestinal : kehilangan gigi, sehingga menyebkan gizi buruk, indera pengecap menurun karena adanya iritasi selaput lendir dan atropi indera pengecap sampai 80 %, kemudian hilangnya sensitifitas saraf pengecap untuk rasa manis dan asin
7)      Sistem genitourinaria : ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi sehingga aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, GFR menurun sampai 50 %. Nilai ambang ginjal terhadap glukosa menjadi meningkat. Vesika urinaria, otot-ototnya menjadi melemah, kapasitasnya menurun sampai 200 cc sehingga vesika urinaria sulit diturunkan pada pria lansia yang akan berakibat retensia urine. Pembesaran prostat, 75 % dialami oleh pria diatas 55 tahun. Pada vulva terjadi atropi sedang vagina terjadi selaput lendir kering, elastisitas jaringan menurun, sekresi berkurang dan menjadi alkali.
8)      Sistem endokrin : pada sistem endokrin hampir semua produksi hormon menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah, aktifitas tiroid menurun sehingga menurunkan basal metabolisme rate (BMR). Porduksi sel kelamin menurun seperti : progesteron, estrogen dan testosteron.
9)      Sistem integumen : pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kepala dan rambut menipis menjadi kelabu, sedangkan rambut dalam telinga dan hidung menebal. Kuku menjadi keras dan rapuh.
10)  Sistem muskuloskeletal : tulang kehilangan densitasnya dan makin rapuh menjadi kiposis, tinggi badan menjadi berkurang yang disebut discusine vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi serabut - serabut otot, sehingga lansia menjadi lamban bergerak. otot kram dan tremor.
2.1.6.2.   Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
o   Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
o   Kesehatan umum
o   Tingkat pendidikan
o   Keturunan
o   Lingkungan.
2.1.6.3.   Perubahan Psikososial
o Pensiun : nilai seorang diukur oleh produktifitasnya, identits dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan
o Merasakan atau sadar akan kematian
o Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit.
o Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
o Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili.
o Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri.
2.1.6.4.     Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970) Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970)
2.2.  Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia
Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia menurut Depkes, dimaksudkan untuk memberikan bantuan, bimbingan pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu maupun kelompok, seperti dirumah / lingkungan keluarga, Panti Werda maupun Puskesmas yang diberikan oleh perawat. Untuk asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenga keperawatan melalui asuhan keperawatan di rumah atau panti.
Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain:
a.       Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang personal hygiene; kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu; kebersihan diri termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata serta telinga; kebersihan lingkungan seperti tempat tidur dan ruangan; makan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariasi dan mudah dicerna dan kesegaran jasmani.
b.      Untuk lanjut usia yang mengalami pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatn pada lansia pasif pada dasarnya sama seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas. Khususnya bagi yang lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus.
Lanjutan usia mempunyai potensi besar untuk menjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambah usia, antara lain:
a.       Berkurangnya jaringan lemak subkutan
b.      Berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas
c.       Menurunnya efisiensi kolateral capital pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh
d.      Adanya kecenderungan lansia imobilisasi sehingga potensi terjadinya dekubitus.
2.3.  Pendekatan Perawatan Lanjut Usia
1)        Pendekatan Fisik
Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau ditekan progresifnya. Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian yaitu:
a.       Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan sendiri.
b.      Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien usia lanjut ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk mempertahankan kesehatannya.
Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul bila keberhasilan kurang mendapat perhatian.
Di samping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses penuaan, dapat mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk klien lanjut usia yang masih aktif dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersiahan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan, cara memakan obat, dan cara pindah dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting meskipun tidak selalu keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala yang ditemukan memerlukan perawatan, tidak jarang pada klien lanjut usia dihadapkan pada dokter dalam keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif, misalnya gangguan serebrovaskuler mendadak, trauma, intoksikasi, dan kejang-kejang, untuk itu perlu pengamatan secermat mungkin.
Adapun komponen pendekatan fisik yang lebih mendasar adalah memperhatikan atau membantu para klien lanjut usia untuk bernapas dengan lancar, makan, minum, melakukan eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan, duduk, merubah posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian, memepertahankan suhu badandan kecelakaan. Toleransi terhadap kekurangan O2  sangat menurun pada klien lanjut usia, untuk itu kekurangan O2  yang mendadak harus dicegah dengan posisi bersandar pada beberapa bantal, jangan melakukan gerak badan yang berlebihan.
Seorang perawat mampu memotivasi para klien lanjut usia agar mau dan menerima makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menghidangkan makanan agak lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu bervariasi dan bergizi, makanan yang serasi dan suasana yang menyenangkan dapat menambah selera makan, bila ada penyakit tertentu harus mengatur makanan mereka sesuai dengan diet yang dianjurkan.
Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi bisa saja timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu, kebersihan badan, tempat tidur, kebersihan rambut, kuku dan mulut atau gigi perlu mendapat perhatian perawatan karena semua itu akan mempengaruhi kesehatan klien lanjut usia.
Perawat pelu mengadakan pemeriksaan kesehatan, hal ini harus dilakukan kepada klien lanjut usia yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala bila memperlihatkan kelainan, misalnya batuk, pilek, dsb. Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan kesehatan, jika ada keluhan insomnia, harus dicari penyebabnya, kemudian mengkomunikasikan dengan mereka tentang cara pemecahannya. Perawat harus mendekatkan diri dengan klien lanjut usia, membimbing dengan sabar dan ramah, sambil bertanya apa keluhan yang dirasakan, bagaimana tentang tidur, makan, apakah obat sudah diminum, apakah mereka bisa melaksanakan ibadah, dsb. Sentuhan (misalnya genggaman tangan) terkadang sangat berarti buat mereka.
2)        Pendekatan sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan  sosial ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain
Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain. Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat di atasi dalam berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan social bagi lanjut usia di Panti Werda.
3)        Pendekatan spiritual
Perawat harus bias memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan tuhan atau agma yang dianutinya dalam keadaan sakit atau mendeteksi kematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian, DR. Tony Styobuhi mengemukakan bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam factor, seperti ketidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan ngumpul lagi dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya. Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberika reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara menghadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat harus dapat menyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun keluarga tadi di tinggalkan, masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.
Umumny pada waktu kematian akan dating agama atau kepercayaan seseorang merupakan factor yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk melapangkan dada klien lanjut usia.
Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik saja, melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.
2.4.  Tujuan Asuhan Keperawatan Lanjut Usia
·         Agar lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri.
·         Mempertahankan kesehatan serta kemampuan lansia melalui  perawatan dengan pencegahan :
-        Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup / semangat hidup lansia.
-        Menolong dan merawat klien menderita sakit.
-        Merangsang petugas kesehatan agar dapat mengenal dan menegakkan diagnosa secara dini.
·         Mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu pertolongan pada lansia.
2.5.  Fokus Keperawatan Lanjut Usia
·         Peningkatan kesehatan (health promotion)
·         Pencegahan penyakit (preventif)
·         Mengoptimalkan fungsi mental.
·         Mengatasi gangguan kesehatan yang umum
2.6.  Tahap-Tahap Asuhan Keperawatan Lansia
A.  Pengkajian:
Proses pengumpulan data untuk mengidentifikasi masalah keperawatan meliputi aspek
a)    Fisik :
o   Wawancara
o   Pemeriksaan fisik : head to toe, system tubuh.
b)   Psikologis
c)    Sosial ekonomi
d)   Spiritual
B.     Diagnosa keperawatan aspek fisik atau biologis
1)      Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karna faktor biologis.
NOC  1 :Status nutrisi
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama ..X24 jam  diharapkan pasien dapat :
1.        Asupan nutrisi tidak bermasalah.
2.        Asupan makanan dan cairan tidak bermasalah.
3.        Energy tidak bermasalah.
4.        Berat badan ideal.
NIC 1 : Manajemen ketidakteraturan makan (eating disorder manajement )
1.    Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan untuk memuat perencanaan perawatan jika sesuai.
2.    Diskusikan dengan tim dan pasien untuk membuat target berat badan, jika berat badan pasien tidak sesuai dengan usia bentuk tubuh.
3.    Diskusikan dengan ahli gizi untuk menentukan asupan kalori setiap hari supaya mencapai dan atau mempertahahnkan berat badan sesuai target.
4.    Ajarkan dan kuatkan konsep nutrisi yang baik pada pasien.
5.    Kembangkan hubungan suportif dengan paien.
6.    Dorong pasien untuk memonitor diri sendiri terhadap asupan makanan dan kenaikan atau pemeliharaan berat badan.
7.    Gunakan teknik modifikasi tingkah laku untuk meningkatkan berat badan dan untuk meminimalkan berat badan.
8.    Berikan pujian atas peningkatan berat badan dan tingkah laku yang mendukung peningkatan berat badan.
2)      Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yang ditandai dengan penuaan perubahan pola tidur dan cemas.
NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2-24 jam pasien diharapkan dapat memperbaiki pola tidurnya dengan criteria :
1.        Mengatur jumlah jam tidurnya
2.        Tidur secara rutin
3.        Meningkatkan pola tidur
4.        Meningkatkan kualitas tidur
5.        Tidak ada gangguan tidur
NIC : peningkatan tidur
1.    Tetapkan kegiatan dan tidur pasien
2.    Monitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidurnya
3.    Jelaskan pentingnya tidur selama sakit dan stress fisik
4.    Bantu pasien untuk menghilangkan situasi stress sebelum jam tidurnya
3)        Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan keterbatasan neuromuscular yang ditandai dengan waktu yang diperlukan ke toilet melebihi waktu untuk menahan pengosongan bladder dan tidak mampu mengontrol pengosongan.
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien mampu:
1.    Kontinensia urin
2.    Merespon dengan cepat keinginan buang air kecil (BAK).
3.    Mampu mencapai toilet dan mengeluarkan urin secara tepat waktu.
4.    Mengkosongkan bladde dengan lengkap.
5.    Mampu memprediksi pengeluaran urin.
NIC : perawatan inkontinensia urin
1.    Monitor eliminasi urin
2.    Bantu klien mengembangkan sensasi keinginan BAK.
3.    Modifikasi baju dan lingkungan untuk memudahkan klien ke toilet.
4.    Instruksikan pasien untuk mengkonsumsi air minum sebanyak 1500 cc/hari.
4)   Gangguan proses berpikir behubungan dengan kemunduran atau kerusakan memori sekunder
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam pasien diharapkan dapat meningkatkan daya ingat dan criteria :
1.    Mengingat dengan segera informasi yang tepat.
2.    Mengingat informasi yang baru saja di sampaikan.
3.    Mengingat informasi yang sudah lalu.
NIC : Latihan daya ingat
1.    Diskusikan dengan pasien dan keluarga beberapa masalah ingatan
2.    Rangsang ingatan dengan mengulang pemikiran pasien kemarin dengan cepat
3.    Mengenangkan tentang pengalaman di masa lalu dengan pasien
5)        Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang ditandai dengan perubahan dalam mencapai kepuasan seksual.
NOC : fungsi seksual
1.        Mengekspresikan kenyamanan
2.        Mengekspresikan kepercayaan diri
NIC : Konseling seksual
1.    Bantu pasien untuk mengekspresikan perubahan fungsi tubuh termasuk organ seksual seiring dengan bertambahnya usia.
2.    Diskusikan berapa pilihan agar dicapai kenyamanan.
6)      Kelemahan mobilitas fisik b/d kerusakan musculoskeletal dan neuromuscular
Yang ditandai dengan :
1.        Perubahan gaya berjalan
2.        Gerak lambat
3.        Gerak menyebabkan tremor
4.        Usaha yang kuat untuk perubahan gerak
NOC : Level mobilitas (mobility level )
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pasien dapat :
1.      Memposisikan penampilan tubuh
2.       Ambulasi : berjalan
3.      Menggerakkan otot
4.      Menyambung gerakan/mengkolaborasikan gerakan
NIC : Latihan dengan  terapi gerakan ( Exercise Therapy Ambulation )
1.      Konsultasi kepada pemberi terapi fisik mengenai rencana gerakan yang sesuai dengan kebutuhan
2.      Dorong untuk bergerak secara bebas namun masih dalam batas yang aman
3.      Gunakan alat bantu untuk bergerak, jika tidak kuat untuk berdiri ( mudah goyah/tidak kokoh)
7)        Kelelahan b/d kondisi fisik kurang
Yang ditandai dengan :
1.      Peningkatan kebutuhan istirahat
2.      Lelah
3.      Penampilan menurun
NOC Activity tolerance
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pasien dapat ;
1.      Memonitor usaha bernapas dalam respon aktivitas
2.      Melaporkan aktivitas harian
3.      Memonitor ECG dalam batas normal
4.      Memonitor warna kulit
NIC Energy Management
1.      Monitor intake nutrisi untuk memastikan sumber energi yang adekuat
2.      Tentukan keterbatasan fisik pasien
3.      Tentukan penyebab kelelahan
4.      Bantu pasien untuk jadwal istirahat






BAB 3
PENUTUP
3.1.  Simpulan
Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
o   Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
o   Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
o   Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
o   Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
Teori proses menua terdiri dari teori biologis, teori kejiwaan sosial dan teori psikologis. Permasalahan yang biasa muncul pada lansia seperti Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain, ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya, dll.
Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia menurut Depkes, dimaksudkan untuk memberikan bantuan, bimbingan pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu maupun kelompok, seperti dirumah / lingkungan keluarga, Panti Werda maupun Puskesmas yang diberikan oleh perawat. Tahap-tahap asuhan keperawatan pada lansia dimulai dari proses pengambulan data untuk mengidentifikasi masalah keperawatan yang meliputi aspek fisik, psikologis, sosial ekonomi dan spiritual. Diagnosa yang mungkin muncul adalah:
·         Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karna faktor biologis.
·         Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yang ditandai dengan penuaan perubahan pola tidur dan cemas.
·         Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan keterbatasan neuromuscular yang ditandai dengan waktu yang diperlukan ke toilet melebihi waktu untuk menahan pengosongan bladder dan tidak mampu mengontrol pengosongan.
·         Kelemahan mobilitas fisik b/d kerusakan musculoskeletal dan neuromuscular
·         Dll
DAFTAR PUSTAKA
Capernito Lynda juall. 1998. Buku Saku Diagnosa  Keperawatan Edisi 6.Alih Bahasa Yasmin Asih.Jakarta: EGC
Nugroho Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta: EGC
C. Long barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses) Unit IV, V, VI. Alih bahasa Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung. Bandung: IAPK
Depkes R.I. 1999. Kesehatan keluarga, Bahagia di Usia Senja. Jakarta: Medi Media
Nugroho Wahyudi. 1995. Perawatan Usia Lanjut. Jakarta: EGC
Setyabudhi T, Hadiwinoyo. 1999. Panduan Gerontologi, Tinjauan dari Berbagai Aspek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama




Tidak ada komentar:

Posting Komentar